Latest Entries »

Minggu, 04 Agustus 2013

MENGAKHIRI RAMADHAN


Mengakhiri Ramadhan dengan Hasanah
Sudah menjadi hukum kausalitas (sunnatullah), dimana ada pertemuan pasti ada perpisahan itulah kehidupan di dunia yang pana ini. Begitu juga, perihal dengan bulan ramadhan setiap tahunnya ada pertemuan awal ramadhan dan ada perpisahan dengan akhir ramadhan. Oleh sebab itu pertemuan awal ramadhan dengan amal yang baik dan diakhirnya pun dengan amal yang baik juga, kalau perlu diakhirnya dengan amal-amal yang terbaik untuk menggapi ridha Allah SWT.
Beberapa hari lagi akan berakhirnya bulan ramadhan dan akan menjadi saksi atas amal-amal kita. Berbahagia dan selamat bagi yang amalnya baik, yang amalnya itu akan menolong kita untuk masuk Surga dan bebas dari Api Neraka. Dan celaka bagi orang yang buruk amalnya lantaran kelengahan dan menyia-nyiakan waktu Ramadhan. Maka perpisahan dengan Ramadhan hendaknya diakhiri dengan kebaikan, karena ketentuan amal itu pada punghujungnnya. Barangsiapa berbuat baik di bulan Ramadhan hendaklah menyempurnakan kebaikannya, dan barangsiapa berbuat jahat hendaklah ia bertobat dan menjalankan kebaikan pada sisa-sisa umurnya. Barangkali tidak akan menjumpai lagi hari-hari Ramadhan setelah tahun ini. Maka hendaklah diakhiri dengan kebaikan dan senantiasa melanjutkan perbuatan baik yang telah dilakukan di bulan Ramadhan pada bulan-bulan lain. Karena Allah SWT, yang memiliki bulan-bulan itu hanyalah satu, dan Dia mengawasimu dan menyaksikan kita. Dan Dia memerintahkan kita untuk taat selama hidup kita.

Sebagian orang beribadah di bulan Ramadhan secara khusus. Mereka menjaga shalat-shalatnya di masjid-masjid, memperbanyak baca Al-Quran, dan menginfakkan hartanya. Lalu ketika bulan Ramadhan usai, mereka bermalas-malasan, kadang-kadang mereka meninggalkan shalat Jum'at dan tidak berjama'ah. Mereka itu telah merusak apa yang telah mereka bangun sendiri, dan menghancurkan apa yang mereka bina. Seakan-akan mereka menyangka, ketekunannya di bulan Ramadhan itu bisa menghapuskan dosa dan kesalahannya selama setahun. Juga mereka anggap bisa menghapus dosa meninggalkan kewajiban-kewajiban dan dosa melanggar hal-hal yang haram. Mereka tidak menyadari bahwa penghapusan dosa karena berbuat kebaikan di bulan Ramadhan dan lainnya itu hanyalah terhadap dosa-dosa kecil dan itupun terikat dengan menjauhkan diri dari dosa-dosa besar.
Allah Ta'ala berfirman, artinya: "Jika kamu menjauhi dosa-dosa besar diantara dosa-dosa yang dilarang kamu mengerjakannya, niscaya Kami hapus kesalahan-kesalahanmu (dosa-dosamu yang kecil)." (An-Nisaa': 31).
Nabi SAW bersabda, artinya: "Shalat lima waktu, Jum'at sampai dengan Jum'at berikutnya, dan Ramadhan sampai Ramadhan berikutnya adalah penghapus dosa yang terjadi diantara waktu-waktu tersebut, selama dosa-dosa besar ditinggalkan. "(HR. Muslim).

Dosa besar mana selain syirik (menyekutukan Allah Ta'ala) yang lebih besar daripada meninggalkan shalat? Tetapi meninggalkan shalat itu sudah menjadi kebiasaan yang lumrah bagi sebagian orang. Ketekunan mereka di bulan Ramadhan tidak ada gunanya sama sekali bagi mereka jikalau mereka melanjutkannya dengan kemaksiatan-kemaksiatan berupa meninggalkan kewajiban-kewajiban dan melanggar larangan-larangan Allah Ta'ala.

Sebagian ulama ditanya tentang kaum yang tekun ibadah di bulan Ramadhan, tetapi setelah usai, mereka meninggalkannya dan berbuat buruk. Maka dijawab: Seburuk-buruk kaum adalah yang tidak mengenal Allah kecuali di bulan Ramadhan. Ya, benar. Karena orang yang mengenal Allah tentunya ia akan takut padaNya setiap waktu (bukan hanya di bulan Ramadhan).
Sebagian orang kadang berpuasa Ramadhan dan menampakkan kebaikan serta meninggalkan maksiat, narnun itu semua bukan karena keimanan dan kesadaran. Mereka mengerjakan itu hanyalah dalam rangka basa-basi dan ikut-ikutan. Karena hal ini terhitung sebagai tradisi masyarakat. Perbuatan ini adalah kemunafikan besar, karena orang-orang munafik memang pamer kepada manusia dengan menampak-nampakkan ibadahnya.

Rasulullah SAW bersabda: "Telah masuk pada kalian bulan kalian ini," kata Abu Hurairah dengan menirukan sumpah Rasulullah SAW, "tidak ada bulan yang melewati Muslimin yang lebih baik bagi mereka daripadanya, dan tidak ada bulan yang melewati orang-orang munafik yang lebih buruk bagi mereka daripadanya," kata Abu Hurairah dengan menirukan sumpah Rasulullah SAW., "Sesungguhnya Allah pasti akan menulis pahalanya dan sunnat-sunnatnya sebelum (mukmin) memasukinya (bulan Ramadhan itu), dan akan menulis dosanya dan celakanya sebelum (munafik) memasukinya. Hal itu karena orang mukmin menyediakan makanan dan nafakah/belanja di bulan itu untuk ibadah kepada Allah, dan orang munafik bersiap-siap di bulan itu karena membuntuti kelalaian-kelalaian mukminin dan membuntuti aurat-aurat (rahasia-rahasia) mereka, maka dia (munafik) memperoleh jarahan yang diperoleh orang mukmin." (HR. Ahmad dan lbnu Khuzaimah dalam Shahihnya dan Abi Hurairah).
Orang mukmin bergembira dengan selesainya Ramadhan karena telah memanfaatkan bulan itu untuk ibadah dan taat, maka dia mengharap pahala dan keutamaannya. Sedang orang munafik bergembira dengan selesainya bulan itu karena akan berangkat untuk bermaksiat dan mengikuti syahwat yang selama Ramadhan itu telah terkungkung.

Oleh karena itu orang mukmin melanjutkan kegiatan setelah bulan Ramadhan dengan istighfar, takbir dan ibadah, namun orang munafik melanjutkannya dengan maksiat-maksiat, hura-hura, pesta-pesta musik dan nyanyian karena girang dengan berpisahnya Ramadhan dari mereka. Maka bertaqwalah kepada Allah wahai hamba Allah, dan berpisahlah dengan Ramadhanmu dengan taubat dan istighfar.
Menutup Ramadhan
Wahai hamba-hamba Allah yang beriman, termasuk hal yang disyari'atkan Allah dalam menutup Ramadhan yang diberkahi ini adalah shalat led dan membayar zakat fitrah sebagai rasa syukur kepada Allah Ta'ala atas telah ditunaikannya kewajiban puasa. Sebagaimana Allah mensyari'atkan shalat iedul Adha sebagai tanda syukur kepada-Nya atas penunaian kewajiban ibadah haji. Keduanya adalah Hari Raya Islam. Telah diriwayatkan secara shahih dari Nabi SAW bahwa beliau ketika datang di Madinah penduduknya mempunyai dua hari yang mereka itu bermain-main di hari itu, beliau bersabda: "Sungguh Allah telah mengganti untuk kalian dua hari tersebut dengan yang lebih baik daripada keduanya, (yaitu) hari (raya) kurban dan hari (raya) fitri."

Maka tidak boleh menambahi dua hari raya ini dengan mengadakan hari-hari raya baru yang lain. Hari raya dalam Islam itu disebut ied (kembali) karena dia itu kembali dan berulang-ulang lagi setiap tahun dengan kegembiraan dan kesenangan, karena karunia yang telah Allah mudahkan berupa pelaksanaan ibadah puasa dan haji, yang keduanya itu adalah termasuk rukun Islam.

Dan karena Allah SW mengembalikan pada dua hari raya itu atas hambanya dengan kebaikan, dan membebaskan dari api Neraka. Sungguh Nabi SAW telah memerintahkan khalayak urnum, sampai wanita-wanita sekalipun, agar keluar untuk shalat ied. Kaum wanita disunnahkan menghadirinya tanpa pakai wewangian, tidak berpakaian dengan pakaian bias dan pakaian yang menarik perhatian, dan tidak bercampur aduk dengan lelaki. Sedang wanita yang sedang haidh agar keluar untuk menghadiri da'wah (khutbah) dan menjauhi tempat shalat.

Keluar untuk shalat ied itu adalah menampakkan syiar Islam dan menjadi suatu pertanda yang nyata, maka bersemangatlah untuk menghadirinya wahai orang yang dirahmati Allah. Karena sesungguhnya ied itu termasuk kesempurnaan hukum-hukum pada bulan yang diberkahi ini. Upayakanlah betul-betul untuk khusyu', ghaddhul bashar (menjaga pandangan dan yang haram), dan tidak isbal(tidak memanjangkan pakaian sampai bawah mata kaki bagi lelaki). Hendaklah menjaga lisan dan omong kosong, porno, dan bohong. Juga jagalah pendengaran dan mendengarkan perkataan yang tak karuan, nyanyian-nyanyian, musik, dan mendatangi pesta-pesta, hura-hura dan permainan yang diadakan oleh sebagian orang bodoh. Karena seharusnya ketaatan itu diikuti dengan ketaatan pula, bukan sebaliknya. Oleh karena itu Nabi mensyari'atkan bagi ummatnya untuk menyambung puasa Ramadhan itu dengan puasa sunnat 6 hari di bulan Syawwal.

Bahwasanya Nabi SAW bersabda:
"Barangsiapa berpuasa Ramadhan dan diikuti dengan (puasa sunnah) enam hari dari Bulan Syawwal maka seakan-akan ia berpuasa setahun." (HR. Muslim).
Imam Ahmad dan An-Nasa'i, meriwayatkan dari Tsauban, Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda "Puasa Ramadhan (ganjarannya) sebanding dengan (puasa) sepuluh bulan, sedangkan puasa enam hari (di bulan Syawal, pahalanya) sebanding dengan (puasa) dua bulan, dan karenanya bagaikan berpuasa selama setahun penuh. "
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu, Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda: Barangsiapa berpuasa Ramadhan lantas disambung dengan enam hari di bulan Syawal, maka ia bagaikan telah berpuasa selama setahun. " (HR. Al Bazzar)
Pahala puasa Ramadhan yang dilanjutkan dengan puasa enam hari di bulan Syawal menyamai pahala puasa sate tahun penub, karena setiap hasanah (kebaikan) diganjar sepuluh kali lipatnya, sebagaimana telah disinggung dalam hadits Tsauban di atas.
Membiasakan puasa
Membiasakan puasa setelah Ramadhan memiliki banyak manfaat, di antaranya:
1- Puasa enam hari di bulan Syawal setelah Ramadhan, merupakan pelengkap dan penyempurna pahala dari puasa setahun penuh.
2- Puasa Syawal dan Sya'ban bagaikan shalat sunnah rawatib, berfungsi sebagai penyempurna dari kekurangan, karena pada hari Kiamat nanti perbuatan-perbuatan fardhu akan disempurnakan (di-lengkapi) dengan perbuatan-perbuatan sunnah. Sebagaimana keterangan yang datang dari Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam di berbagai riwayat. Mayoritas puasa fardhu yang dilakukan kaum muslimin memiliki kekurangan dan ketidaksempurnaan, maka hal itu membutuhkan sesuatu yang menutupi dan menyempumakannya.
3- Membiasakan puasa setelah Ramadhan menandakan diterima-
nya puasa Ramadhan, karena apabila Allah Ta'ala menerima
aural seorang hamba, pasti Dia menolongnya dalam meningkatkan perbuatan baik setelahnya. Sebagian orang bijak mengatakan: "Pahala amal kebaikan adalah kebaikan yang ada sesudahnya." Oleh karena itu barangsiapa mengerjakan kebaikankemudian melanjutkannya dengan kebaikan lain, maka hal itu merupakan tanda alas terkabulnya aural pertama. Demikian pula sebaliknya, jika seseorang melakukan suatu kebaikan lalu diikuti dengan yang buruk maka hal itu merupakan tanda tertolaknya amal yang pertama
4- Puasa Ramadhan -sebagaimana disebutkan di atas dapat mendatangkan maghfirah atas dosa-dosa masa lalu. (hang yang berpuasa Ramadhan akan mendapatkan pahalanya pada Han Raya Iedul Fitri yang merupakan hari pembagian hadiah, maka membiasakan puasa setelah ledul Fitri merupakan bentuk rasa syukur atas nikmat ini. Dan sungguh tak ada nikmat yang lebih agung dari pengampunan dosa-dosa. Oleh karena itu termasuk sebagian ungkapan rasa syukur
Demikianlah penulis mencoba menulis “Mengakhiri Ramadhan” sebagai upaya mengakhiri ramadhan dengan khusnul khotimah. Agar pembuktian cinta kita kepada Allah SAW dan RasUlullah SAW, terus berjalan dengan istiqamah. Mudah-mudahan tulisan ini bermanfaat wabil khusus penulis dan umumnya pembaca yang budiman. 
Wa Allahu a'lam bisshawab,
Wassalam,
Amingsa syah, Cirebon, Indonesia 2013

0 komentar:

Posting Komentar