Latest Entries »

Selasa, 08 September 2015

ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI DALAM ISLAM


ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI DALAM ISLAM


Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas Al-Qur’an-Hadist
Guru pembimbing : Amingsa, S.Pd. I, M.A
Disusun Oleh Kelompok 5:

1.    Linda Ayuningsih
2.    Aroem Widjayantie
3.    Dyah Ayuni Rizky
4.    Inayatul Maula
5.    Nurlaeli
6.    Siti Juleha
7.    Ulfahanif  Islamyyah
8.    Yuni

KEMENTERIAN AGAMA KOTA CIREBON
MAN 3 KOTA CIREBON
Jl. Pilang Raya No. 31 Telp. (0231)202914 KOTA CIREBON





KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim.

Puji Syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas Rahmat dan Hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik serta tepat pada waktunya. Shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada Nabi besar Muhammad SAW beserta keluarganya, para sahabatnya, tabi’it-tabi’in hingga sampai kepada kami selaku umatnya. Aamiin
Kami mengucapkan terimakasih kepada pembimbing kami Bapak Amingsa, S.Pd.I,M.A yang telah membimbing kami dalam menyelesaikan makalah ini. Tak lupa juga beberapa pihak lain yang sudah membantu baik secara materi maupun non-materi.
Makalah ini terdiri dari berbagai referensi baik melalui media masa maupun elektronik. Meski demikian, makalah ini masih banyak kekurangan untuk itu, saran pembaca sangat membantu untuk perbaikan makalah ini kedepan. Akhir kata semoga makalah ini dapat bermanfaat
                                                                                                Cirebon, Januari 2014           

                                                                                                            Penulis

                                                                            
DAFTAR ISI

Kata Pengantar.................................................................... i
Daftar Isi............................................................................. ii

BAB I 

PENDAHULUAN............................................... 1
A.    Latar Belakang........................................................... 1
B.    Rumusan Masalah...................................................... 1
C.   Tujuan.......................................................................... 1

BAB II 

PEMBAHASAN.................................................. 2
A.Pengertian IPTEK........................................................... 2
B.Sains dan Teknologi........................................................ 3
C.   IPTEK pandangan Islam....................................... ...... 4
D.   IPTEK dijaman Islam.................................................. 5
E.  Masa Kejayaan & Kemunduran IPTEK........ ............... 6
F.   Q.S Al-‘Alaq : 1-5......................................................... 8
G.   Q.S Yunus : 101.......................................................... 12
H.   Q.S Al-Baqarah : 164.................................................. 13
I.      Keutamaan Orang Beriman & Beramal.................... 15


BAB III 

PENUTUP............................................................  17

A.Kesimpulan...................................................................  17
B.Saran..............................................................................  17
C.Daftar Pustaka...............................................................  18

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Manusia pada dasarnya memiliki akal dan fikiran untuk memahami fenomena alam dalam ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. Namun, keadaan manusia saat ini menyebabkan iptek (ilmu pengetahuan dan teknologi) semakin terpisah dari Islam. Oleh karena itu, manusia perlu diingatkan bahwa saat ini Iptek telah jauh dari Islam, penggunaannya telah disalahgunakan dan tidak dipergunakan dengan bijak. Ilmuan-ilmuan Islam telah banyak muncul dalam peradaban ilmu pengetahuan, hanya saja keberadaan mereka kurang diketahui atau bahkan teori-teorinya diakui oleh Ilmuan non Islam.

1.2 Rumusan Masalah
1.   Bagaimana pandangan Iptek secara umum ?
2.   Bagaimana Iptek menurut pandangan islam ?
3.   Bagaimana keutamaan orang beriman dan beramal?

1.3 Tujuan
1.  Untuk mengetahui pandangan Iptek secara umum.
2.  Untuk mengetahui pandangan Iptek menurut Islam.
3.  Uuntuk mengetahui keutamaan orang beriman dan beramal.


BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK)
IPTEK adalah akronim dari Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, dimana dari akronim tersebut mempunyai artinya sendiri, baik Ilmu, Pengetahuan, maupun Teknologi.
Ilmu dapatlah dipandang sebagai produk, sebagai proses, dan sebagai paradigma etika.
Ilmu dipandang sebagai proses karena ilmu merupakan hasil dari kegiatan sosial, yang berusaha memahami alam, manusia dan perilakuknya baik secara individu atau kelompok.
Ilmu sebagai produk artinya ilmu diperoleh dari hasil metode keilmuan yang diakui secara umum dan sifatnya yang universal. Oleh karena itu ilmu dapat diuji kebenarannya, sehingga tidak mustahil suatu teori yang sudah mapan suatu saat dapat ditumbangkan oleh teori lain.
Ilmu sebagai paradigma ilmu, karena ilmu selain universal, komunal, juga alat meyakinkan sekaligus dapat skeptis, tidak begitu saja mudah menerima kebenaran.
Istilah ilmu yang dikemukakan di atas berbeda dengan istilah pengetahuan. Ilmu diperoleh melalui kegiatan metode ilmiah atau epistemology. Jadi, epistemology merupakan pembahasan bagaimana mendapatkan pengetahuan. Epistemologi ilmu tercermin dalam kegiatan metode ilmiah. Sedangkan pengetahuan adalah pikiran atau pemahaman di luar atau tanpa kegiatan metode ilmiah, sifatnya dapat dogmatis, banyak spekulasi dan tidak berpijak pada kenyataan empiris. Sumber pengetahuan dapat berupa hasil pengalaman berdasarkan akal sehat (common sense) yang disertai mencoba-coba, intuisi (pengetahuan yang diperoleh tanpa penalaran) dan wahyu (merupakan pengetahuan yang diberikan Tuhan kepada para nabi atau utusan-Nya).
Adapun beberapa definisi ilmu menurut para ahli seperti yang dikutip oleh Bakhtiar tahun 2005 diantaranya adalah :
a. Mohamad Hatta,
mendefinisikan ilmu adalah pengetahuan yang teratur tentang pekerjaan hukum kausal dalam suatu golongan masalah yang sama tabiatnya, maupun menurut kedudukannya tampak dari luar, maupun menurut bangunannya dari dalam.
b. Ralph Ross dan Ernest Van Den Haag,
 mengatakan ilmu adalah yang empiris, rasional, umum dan sistematik, dan ke empatnya serentak.
c. Karl Pearson,

mengatakan ilmu adalah lukisan atau keterangan yang komprehensif dan konsisten tentang fakta pengalaman dengan istilah yang sederhana.
d. Ashley Montagu,

menyimpulkan bahwa ilmu adalah pengetahuan yang disusun dalam satu sistem yang berasal dari pengamatan, studi dan percobaan untuk menentukan hakikat prinsip tentang hal yang sedang dikaji.
e. Harsojo,
menerangkan bahwa ilmu merupakan akumulasi pengetahuan yang disistemasikan dan suatu pendekatan atau metode pendekatan terhadap seluruh dunia empiris yaitu dunia yang terikat oleh faktor ruang dan waktu, dunia yang pada prinsipnya dapat diamati oleh panca indera manusia. Lebih lanjut ilmu didefinisikan sebagai suatu cara menganalisis yang mengijinkan kepada ahli-ahlinya untuk menyatakan suatu proposisi dalam bentuk : “ jika .... maka “.
f. Afanasyef,

menyatakan ilmu adalah manusia tentang alam, masyarakat dan pikiran. Ia mencerminkan alam dan konsep-konsep, katagori dan hukum-hukum, yang ketetapannya dan kebenarannya diuji dengan pengalaman praktis.

2.2 Sains dan Teknologi
Merupakan suatu hakikat yang nyata bahwa sains dan teknologi adalah cabang-cabang ilmu mempunyai hubungan erat dan saling melengkapi diantara satu dengan yang lain. Faham ini telah di yakini sejak abad ke-19 M yaitu ketika teknologi telah meningkat secara mendadak dari segi kuantiti dan mutunya. Pada masa sekarang sains dan teknologi bukan saja merupakan cabang-cabang ilmu yang melengkapi dan tidak dapat dipisahkan, malah ilmu-ilmu tersebut mempunyai kaitan dengan perubahan sosial yang berdasarkan kepada faham-faham dasar mengenai manusia dan alam semesta.

2.3 IPTEK dilihat dari pandangan Islam
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) menurut pandangan Al-Qur’an mengundang kita untuk menengok sekian banyak ayat Al-Qur’an yang berbicara tentang alam raya. Menurut ulama terdapat 750 ayat Al-Qur’an yang menjelaskan tentang alam beserta fenomenanya dan memerintahkan manusia untuk mengetahui dan memanfaatkannya. Allah SWT berfirman dalam QS Al-Baqarah ayat 31 yang artinya :“Dan dia ajarkan kepada Adam nama-nama (benda) semuanya, kemudian diperintahkan kepada malaikat-malaikat, seraya berfirman “Sebutkan kepadaku nama semua (benda) ini, jika kamu yang benar”. Dari ayat di atas yang dimaksud nama-nama adalah sifat, ciri, dan hukum sesuatu. Ini berarti manusia berpotensi mengetahui rahasia alam semesta. Adanya potensi tersebut, dan tersedianya lahan yang diciptakan Allah, serta ketidakmampuan alam untuk membangkang pada perintah dan hukum-hukum Tuhan, menjadikan ilmuwan dapat memperoleh kepastian mengenai hukum-hukum alam. Karenanya, semua itu menghantarkan pada manusia berpotensi untuk memanfaatkan alam itu merupakan buah dari ilmu pengetahuan dan teknologi. Al-Qur’an memerintahkan manusia untuk terus berupaya meningkatkan kemampuan ilmiahnya. Jangankan manusia biasa, Rasul Allah Muhammad SAW pun diperintahkan agar berusaha dan berdoa agar selalu ditambah pengetahuannya (QS Yusuf : 72).
Hal ini dapat menjadi pemicu manusia untuk terus mengembangkan teknologi dengan memanfaatkan anugerah Allah yang dilimpahkan kepadanya. Karena itu, laju IPTEK memang tidak dapat dibendung, hanya saja mabusia dapat berusaha mengarahkan diri agar tidak diperturutkan nafsunya untuk mengumpulkan harta dan IPTEK yang dapat membahayakan dirinya dan yang lainnya.
2.4 Ilmu Pengetahuan dan Teknologi di jaman Islam
Islam pernah berjaya di bidang IPTEK sekitar abad VIII sampai dengan abad XIII. Tradisi keilmuan umat Islam dipelopori oleh Al-Kindi (filosof penggerak dan pengembang ilmu pengetahuan) yang mengatakan bahwa Islam itu dapat memperoleh ilmu pengetahuan dan teknologi dari manapun sumbernya, asalkan tidak bertenangan dengan akidah dan syariat. Hal ini sejalan dengan hadits nabi yang menyuruh umatnya berlayar sampai ke negeri China untuk memperoleh ilmu pengetahuan. Padahal China adalah negara non muslim. Menurut Harun Nasution, pemikiran rasional berkembang pada jaman Islam (650-1250 M). Pemikiran ini dipengaruhi oleh persepsi tentang bagaimana tingginya kedudukan akal seperti yang terdapat dalam al-Qur`an dan hadits. Persepsi ini bertemu dengan persepsi yang sama dari Yunani melalui filsafat dan sains Yunani yang berada di kota-kota pusat peradaban Yunani di Dunia Islam Zaman Klasik, seperti Alexandria (Mesir), Jundisyapur (Irak), Antakia (Syiria), dan Bactra (Persia). W. Montgomery Watt menambahkan lebih rinci bahwa ketika Irak, Syiria, dan Mesir diduduki oleh orang Arab pada abad ketujuh, ilmu pengetahuan dan filsafat Yunani dikembangkan di berbagai pusat belajar. Terdapat sebuah sekolah terkenal di Alexandria, Mesir, tetapi kemudian dipindahkan pertama kali ke Syiria, dan kemudian pada sekitar tahun 900 M ke Baghdad. Maka para khalifah dan para pemimpin kaum Muslim lainnya menyadari apa yang harus dipelajari dari ilmu pengetahuan Yunani. Mereka mengagendakan agar menerjemahkan sejumlah buku penting dapat diterjemahkan. Beberapa terjemahan sudah mulai dikerjakan pada abad kedelapan. Penerjemahan secara serius baru dimulai pada masa pemerintahan al-Ma’mūn (813-833 M). Dia mendirikan Bayt al-Ḥikmah, sebuah lembaga khusus penerjemahan. Sejak saat itu dan seterusnya, terdapat banjir penerjemahan besar-besaran. Penerjemahan terus berlangsung sepanjang abad kesembilan dan sebagian besar abad kesepuluh.
2.5 Masa kejayaan dan kemuduran IPTEK di kalangan Islam
Dari buku “Ilmuwan Muslim Sepanjang Sejarah” yang ditulis oleh M. Natsir Arsyad, diperoleh beberapa informasi tentang nama-nama ilmuwan Islam yang mengharumkan namanya. Diantaranya adalah Al-Khawārizmī (Algorismus atau Alghoarismus) merupakan tokoh penting dalam bidang matematika dan astronomi. Istilah teknis algorisme diambil dari namanya. Dia memberi landasan untuk aljabar. Istilah “algebra” diambil dari judul karyanya. Karya-karyanya adalah rintisan pertama dalam bidang aritmatika yang menggunakan cara penulisan desimal seperti yang ada dewasa ini, yakni angka-angka Arab. Al-Khawārizmī dan para penerusnya menghasilkan metode-metode untuk menjalankan operasi-operasi matematika yang secara aritmatis mengandung berbagai kerumitan, misalnya mendapatkan akar kuadrat dari satu angka. Di antara ahli matematika yang karyanya telah diterjemahkan ke dalam bahasa Latin adalah al-Nayrīzī atau Anaritius (w. 922 M) dan Ibn al-Haytham atau Alhazen (w. 1039 M). Ibn al-Haytham menentang teori Eucleides dan Ptolemeus yang menyatakan bahwa sinar visual memancar dari mata ke obyeknya, dan mempertahankan pandangan kebalikannya bahwa cahayalah yang memancar dari obyek ke mata. Di bidang astronomi, al-Battānī (Albategnius) menghasilkan table-tabel astronomi yang luar biasa akuratnya pada sekitar tahun 900 M. Ketepatan observasi-observasinya tentang gerhana telah digunakan untuk tujuan-tujuan perbandingan sampai tahun 1749 M. Selain al-Battānī, ada Jābir ibn Aflaḥ (Geber) dan al-Biṭrūjī (Alpetragius). Jābir ibn Aflaḥ dikenal karena karyanya di bidang trigonometri sperik. Di bidang astronomi dan matematika, ada juga Maslamah al-Majrīṭī (w. 1007 M), Ibn al-Samḥ, dan Ibn al-Ṣaffār. Ibn Abī al-Rijāl (Abenragel) di bidang astrologi.
Dalam bidang kedokteran ada Abū Bakar Muḥammad ibn Zakariyyā al-Rāzī atau Rhazes (250-313 H/864-925 M atau 320 H/932 M) , Ibn Sīnā atau Avicenna (w. 1037 M), Ibn Rushd atau Averroes (1126-1198 M), Abū al-Qāsim al-Zahrāwī (Abulcasis), dan Ibn Ẓuhr atau Avenzoar (w. 1161 M). Al-Ḥāwī karya al-Rāzī merupakan sebuah ensiklopedi mengenai seluruh perkembangan ilmu kedokteran sampai masanya. Untuk setiap penyakit dia menyertakan pandangan-pandangan dari para pengarang Yunani, Syiria, India, Persia, dan Arab, dan kemudian menambah catatan hasil observasi klinisnya sendiri dan menyatakan pendapat finalnya. Buku Canon of Medicine karya Ibnu Sīnā sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Latin pada abad ke-12 M dan terus mendominasi pengajaran kedokteran di Eropa setidak-setidaknya sampai akhir abad ke-16 M dan seterusnya. Tulisan Abū al-Qāsim al-Zahrāwī tentang pembedahan (operasi) dan alat-alatnya merupakan sumbangan yang berharga dalam bidang kedokteran.
Dalam bidang kimia ada Jābir ibn Ḥayyān (Geber) dan al-Bīrūnī (362-442 H/973-1050 M). Sebagian karya Jābir ibn Ḥayyān memaparkan metode-metode pengolahan berbagai zat kimia maupun metode pemurniannya. Sebagian besar kata untuk menunjukkan zat dan bejana-bejana kimia yang belakangan menjadi bahasa orang-orang Eropa berasal dari karya-karyanya. Sementara itu, al-Bīrūnī mengukur sendiri gaya berat khusus dari beberapa zat yang mencapai ketepatan tinggi. Tetapi dari tahun ke tahun para ilmuwan muslim yang muncul semakin sedikit, salah satunya dari Negara Indonesia adalah Prof. Dr. B. J. Habibie dalam bidang kedirgantaraan.

Disamping dari tahun ke tahun ilmuwan muslim yang muncul sedikit, menurut Prof. Dr. Abdus Salam dalam bukunya “Sains dan Dunia Islam” yang diterjemahkan oleh Prof. Dr. Achmad Baiquni yang mengatakan : “Pada hemat saya, matinya kegiatan sains di persemakmuran Islam lebih banyak disebabkan faktor-faktor internal”. Ibnu Khaldun seorang tokoh sejarahwan sosial mengatakan : “Kita mendengar baru-baru ini, bahwa di tanah bangsa Franka dan di pesisir Timur Tengah sedang ditumbuhkan ilmu-ilmu filsafat dengan giat”. Atas perkataan Ibnu Khaldun di atas, Prof. Abdus Salam mengatakan : “Ibnu Khaldun tidak memperlihatkan sikap ingin tahu atau menyesal, justru sikap acuh yang hampir mendekati permusuhan”. Dari ungkapan Prof. Abdus Salam tersebut, sejak saat itu telah muncul dikotomi antara ayat-ayat kitabiyyah dan ayat-ayat khauniyyah dikalangan muslim. Jadi timbul persepsi bahwa Islam hanya berbicara tentang ilmu-ilmu sesuai dengan Al-Qur’an, tetapi tanpa mempelajari dan mengembangkan ilmu-ilmu yang ada di Al-Qur’an dengan melihat fenomena-fenomena alam semesta. Sehingga itu merupakan salah satu faktor kemunduran ilmu pengetahuan di kalangan Islam.
2.6 Q.S Al-‘ALAQ : 1-5

“Bacalah! Dengan nama Tuhanmu yang telah mencipta.” (ayat 1). Dalam waktu pertama saja, yaitu “bacalah”, telah terbuka kepentingan pertama di dalam perkembangan agama ini selanjutnya. Nabi SAW disuruh membaca wahyu akan diturunkan kepada beliau itu di atas nama Allah, Tuhan yang telah mencipta.
Yaitu: “Menciptakan manusia dari segumpal darah.” (ayat 2). Yaitu peringkat yang kedua sesudah nuthfah, yaitu segumpal air yang telah berpadu dari mani si laki-laki dengan mani si perempuan, yang setelah 40 hari lamanya, air itu telah menjelma jadi segumpal darah, dan dari segumpal darah itu kelak akan menjelma pula setelah melalui 40 hari, menjadi segumpal daging (Mudhghah).
Nabi bukanlah seorang yang pandai membaca. Beliau adalah ummi, yang boleh diartikan buta huruf, tidak pandai menulis dan tidak pula pandai membaca yang tertulis. Tetapi Jibril mendesaknya juga sampai tiga kali supaya dia membaca. Meskipun dia tidak pandai menulis, namun ayat-ayat itu akan dibawa langsung oleh Jibril kepadanya, diajarkan, sehingga dia dapat menghapalnya di luar kepala, dengan sebab itu akan dapatlah dia membacanya. Tuhan Allah yang menciptakan semuanya. Rasul yang tak pandai menulis dan membaca itu akan pandai kelak membaca ayat-ayat yang diturunkan kepadanya. Sehingga bilamana wahyu-wahyu itu telah turun kelak, dia akan diberi nama Al-Qur’an. Dan Al-Qur’an itu pun artinya ialah bacaan. Seakan-akan Tuhan berfirman: “Bacalah, atas qudrat-Ku dan iradat-Ku.”
Syaikh Muhammad Abduh di dalam Tafsir Juzu’ Ammanya menerangkan: “Yaitu Allah yang Maha Kuasa menjadikan manusia daripada air mani, menjelma jadi darah segumpal, kemudian jadi manusia penuh, niscaya kuasa pula menimbulkan kesanggupan membaca pada seseorang yang selama ini dikenal ummi, tak pandai membaca dan menulis. Maka jika kita selidiki isi Hadis yang menerangkan bahwa tiga kali Nabi disuruh membaca, tiga kali pula beliau menjawab secara jujur bahwa beliau tidak pandai membaca, tiga kali pula Jibril memeluknya keras-keras, buat meyakinkan baginya bahwa sejak saat itu kesanggupan membaca itu sudah ada padanya, apatah lagi dia adalah Al-Insan Al-Kamil, manusia sempurna. Banyak lagi yang akan dibacanya di belakang hari. Yang penting harus diketahuinya ialah bahwa dasar segala yang akan dibacanya itu kelak tidak lain ialah dengan nama Allah jua.”
“Bacalah! Dan Tuhan engkau itu adalah Maha Mulia.” (ayat 3). Setelah di ayat yang pertama beliau disuruh membaca di atas nama Allah yang menciptakan insan dari segumpal darah, diteruskan lagi menyuruhnya membaca di atas nama Tuhan. Sedang nama Tuhan yang selalu akan diambil jadi sandaran hidup itu ialah Allah Yang Maha Mulia, Maha Dermawan, Maha Kasih dan Sayang kepada Makhluk-Nya.
“Dia yang mengajarkan dengan qalam.” (ayat 4). Itulah keistimewaan Tuhan itu lagi. Itulah kemuliaan-Nya yang tertinggi. Yaitu diajarkan-Nya kepada manusia berbagai ilmu, dibuka-Nya berbagai rahasia, diserahkan-Nya berbagai kunci untuk pembuka perbendaharaan Allah, yaitu dengan qalam. Dengan pena! Di samping lidah untuk membaca, Tuhan pun mentakdirkan pula bahwa dengan pena ilmu pengetahuan dapat dicatat. Pena adalah beku dan kaku, tidak hidup, namun yang dituliskan oleh pena itu adalah berbagai hal yang dapat difahamkan oleh manusia “Mengajari manusia apa-apa yang dia tidak tahu.” (ayat 5).
Lebih dahulu Allah Ta’ala mengajar manusia mempergunakan qalam. Sesudah dia pandai mempergunakan qalam itu banyaklah ilmu pengetahuan diberikan oleh Allah kepadanya, sehingga dapat pula dicatatnya ilmu yang baru didapatnya itu dengan qalam yang telah ada dalam tangannya:
“Ilmu pengetahuan adalah laksana binatang buruan dan penulisan adalah tali pengikat buruan itu. Oleh sebab itu ikatlah buruanmu dengan tali yang teguh.”
Maka di dalam susunan kelima ayat ini, sebagai ayat mula-mula turun kita menampak dengan kata-kata singkat Tuhan telah menerangkan asal-usul kejadian seluruh manusia yang semuanya sama, yaitu daripada segumpal darah, yang berasal dari segumpal mani.
Dan segumpal mani itu berasal dari saringan halus makanan manusia yang diambil dari bumi. Yaitu dari hormon, kalori, vitamin dan berbagai zat yang lain, yang semua diambil dari bumi yang semuanya ada dalam sayuran, buah-buahan makanan pokok dan daging. Kemudian itu manusia bertambah besar dan dewasa. Yang terpenting alat untuk menghubungkan dirinya dengan manusia sekitarnya ialah kesanggupan berkata-kata dengan lidah, sebagai sambungan dari apa yang terasa di dalam hatinya. Kemudian bertambah juga kecerdasannya, maka diberikan pulalah kepandaian menulis.
Di dalam ayat yang mula turun ini telah jelas penilaian yang tertinggi kepada kepandaian membaca dan menulis. Berkata Syaikh Muhammad Abduh dalam tafsirnya: “Tidak didapat kata-kata yang lebih mendalam dan alasan yang lebih sempurna daripada ayat ini di dalam menyatakan kepentingan membaca dan menulis ilmu pengetahuan dalam segala cabang dan bahagianya. Dengan itu mula dibuka segala wahyu yang akan turun di belakang.”
Maka kalau kaum Muslimin tidak mendapat petunjuk ayat ini dan tidak mereka perhatikan jalan-jalan buat maju, merobek segala selubung pembungkus yang menutup penglihatan mereka selama ini terhadap ilmu pengetahuan, atau merampalkan pintu yang selama ini terkunci sehingga mereka terkurung dalam bilik gelap, sebab dikunci erat-erat oleh pemuka-pemuka mereka sampai mereka meraba-raba dalam kegelapan bodoh, dan kalau ayat pembukaan wahyu ini tidak menggetarkan hati mereka, maka tidaklah mereka akan bangun lagi selama-lamanya.
Ar-Razi menguraikan dalam tafsirnya, bahwa pada dua ayat pertama disuruh membaca di atas nama Tuhan yang telah mencipta, adalah mengandung qudrat, dan hikmat dan ilmu dan rahmat. Semuanya adalah sifat Tuhan. Dan pada ayat yang seterusnya seketika Tuhan menyatakan mencapai ilmu dengan qalam atau pena, adalah suatu isyarat bahwa ada juga di antara hukum itu yang tertulis, yang tidak dapat difahamkan kalau tidak didengarkan dengan seksama. Maka pada dua ayat pertama memperlihatkan rahasia Rububiyah, rahasia Ketuhanan. Dan di tiga ayat sesudahnya mengandung rahasia Nubuwwat, Kenabian. Dan siapa Tuhan itu tidaklah akan dikenal kalau bukan dengan perantaraan Nubuwwat, dan nubuwwat itu sendiri pun tidaklah akan ada, kalau tidak dengan kehendak Tuhan.
2.7 Q.S YUNUS : 101
Ayat ke 101
انْظُرُوا مَاذَا فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَمَا تُغْنِي الْآَيَاتُ وَالنُّذُرُ عَنْ قَوْمٍ لَا يُؤْمِنُونَ (101)
Artinya:
Katakanlah: "Perhatikanlah apa yaag ada di langit dan di bumi. Tidaklah bermanfaat tanda kekuasaan Allah dan rasul-rasul yang memberi peringatan bagi orang-orang yang tidak beriman". (10: 101)
Pada ayat-ayat sebelumnya telah disebutkan bahwa dalil mengenai kekufuran dan keingkaran yaitu tidak digunakannya akal dan ilmu dalam menyikapi ayat-ayat dan tanda-tanda kebenaran Allah. Karena itu ayat ini justru menekankan pada penggunaan akal, berfikir serta memandang secara jeli dan teliti, yang termasuk mukadimah untuk bisa beriman kepada Allah. Dari sisi lain, berdasarkan ayat-ayat sebelumnya, iman haruslah memiliki syarat ikhtiyar dan sekali-kali bukan terpaksa. Karena itu ayat-ayat tadi menekankan untuk berpikir, hingga seseorang melalui pemahaman dan pengetahuannya yang dalam dapat menerima jalan untuk beriman, kemudian memegang teguh dengan konsekuen.
Sudah barang tentu dengan mengkaji sesuatu yang ada di langit dan di bumi, manusia akan merasa takjub menyaksikan berbagai ciptaan Allah di alam raya ini. Hal ini akan membuat manusia tunduk dan berserah diri di hadapan sang Pencipta Yang Maha Esa. Sebagian orang meski telah menyaksikan semua tanda-tanda yang agung dan gamblang ini, namun mereka masih saja tidak mau beriman. Bahkan sebagian masih menuruti keraguan yang mereka bikin-bikin, sehingga mereka tetap terseret dalam keingkaran dan kufur.

Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:

1. Menelaah dan merenungi ciptaan Allah di alam raya ini merupakan cara yang paling wajar dan sederhana untuk bisa mengenal Allah, Sang Pencipta.
2. Dengan menyaksikan ayat-ayat suci Allah, mendengar seruan kebenaran tidaklah cukup, namun kehendak dan hasrat manusia untuk menerima kebenaran itu yang perlu.
2.8 Q.S Al-Baqarah : 164

إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ وَالْفُلْكِ الَّتِي تَجْرِي فِي الْبَحْرِ بِمَا يَنْفَعُ النَّاسَ وَمَا أَنْزَلَ اللَّهُ مِنَ السَّمَاءِ مِنْ مَاءٍ فَأَحْيَا بِهِ الْأَرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَا وَبَثَّ فِيهَا مِنْ كُلِّ دَابَّةٍ وَتَصْرِيفِ الرِّيَاحِ وَالسَّحَابِ الْمُسَخَّرِ بَيْنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَعْقِلُونَ                             
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)-nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan.”

Dialah yang menciptakan langit dan bumi untuk keperluan manusia, maka seharusnyalah manusia memperhatikan dan merenungkan rahmat Allah Yang Maha Suci itu karena dengan memperhatikan isi semuanya akan bertambah yakinlah dia pada keesaan dan kekuasaan-Nya, akan bertambah luas pulalah ilmu pengetahuannya mengenai alam ciptaan-Nya dan dapat pula dimanfaatkannya ilmu pengetahuan itu sebagaimana yang dikehendaki oleh Allah Yang Maha Mengetahui. Hendaklah selalu diperhatikan dan diselidiki apa yang tersebut dalam ayat ini, yaitu:

1.    Bumi yang didiami manusia ini dan apa yang tersimpan di dalamnya berupa perbendaharaan dan kekayaan yang tidak akan habis-habisnya baik di darat maupun di laut
2.    Langit dengan planet dan bintang-bintangnya yang semua berjalan dan bergerak menurut tata tertib dan aturan Ilahi. Tidak ada yang menyimpang dari aturan-aturan itu, karena apabila terjadi penyimpangan akan terjadilah tabrakan antara yang satu dengan yang lain dan akan binasalah alam ini seluruhnya. Hal ini tidak akan terjadi kecuali bila penciptanya sendiri yaitu Allah Yang Maha Kuasa telah menghendaki yang demikian itu.
3.    Pertukaran malam dan siang dan perbedaan panjang dan pendeknya pada beberapa negeri karena perbedaan letaknya, kesemuanya itu membawa faedah dan manfaat yang amat besar bagi manusia. Walaupun sebab-sebabnya telah diketahui dengan perantaraan ilmu falak tetapi penyelidikan manusia dalam hal ini harus dipergiat dan diperdalam lagi sehingga dengan pengetahuan itu manusia dapat lebih maju lagi dalam memanfaatkan rahmat Tuhan itu.
4.    Bahtera yang berlayar di lautan untuk membawa manusia dari satu negeri ke negeri lain dan untuk membawa barang-barang perniagaan untuk memajukan perekonomian. Bagi orang yang belum mengalami berlayar di tengah-tengah samudera yang luas mungkin hal ini tidak akan menarik perhatian, tetapi bagi pelaut-pelaut yang selalu mengarungi lautan yang mengalami bagaimana hebatnya serangan ombak dan badai apalagi bila dalam keadaan gelap gulita di malam hari hal ini pasti akan membawa kepada keinsafan bahwa memang segala sesuatu itu dikendalikan dan berada di bawah inayat Allah Yang Maha Kuasa dan Maha Perkasa.
5.    Allah swt. menurunkan hujan dari langit sehingga dengan air hujan itu bumi yang telah mati atau lekang dapat menjadi hidup dan subur, dan segala macam hewan dapat pula melangsungkan hidupnya dengan adanya air tersebut. Dapat digambarkan, bagaimana jika hujan tiada turun dari langit, semua daratan akan menjadi gurun sahara, semua makhluk yang hidup akan mati dan musnah kekeringan.
6.    Pengendalian dan pengisaran angin dari suatu tempat ke tempat yang lain suatu tanda dan bukti bagi kekuasaan Allah dan kebesaran rahmat-Nya bagi manusia. Dahulu, sebelum adanya kapal api kapal-kapal layarlah yang dipakai mengarungi lautan yang luas dan bila tidak ada angin tentulah kapal itu akan tenang saja dan tidak dapat bergerak ke tempat yang dituju. Di antara angin itu ada yang menghalau awan ke tempat-tempat yang dikehendaki Allah, bahkan ada pula yang mengawinkan sari tumbuhan dan banyak lagi rahasia-rahasia yang terpendam yang belum dapat diselidiki dan diketahui oleh manusia.
7.    Demikian pula harus dipikirkan dan diperhatikan kebesaran nikmat Allah kepada manusia dengan bertumpuk-tumpuknya awan antara langit dan bumi. Ringkasnya semua rahmat yang diciptakan Allah termasuk apa yang tersebut dalam ayat 164 ini patut dipikirkan dan direnungkan bahkan dibahas dan diteliti, untuk meresapkan keimanan yang mendalam dalam kalbu, dan untuk memajukan ilmu pengetahuan yang juga membawa kepada pengakuan akan keesaan dan kebesaran Allah.

2.9Keutamaan Orang Beriman dan Beramal
Pengembangan ilmu pengetahuan teknologi dan seni tidak lepas dari keimanan dan ketaqwaan. Karena setiap sesuatu yang baik dan bergantung pada niat seseorang akan bernilai ibadah dimata ALLAH dan bermanfaat bagi manusia disekitar lingkungannya. Makhluk yang paling mulia dan sempurna yaitu manusia, karena dibekali seperangkat potensi yaitu akal dan pikiran. Akal berguna untuk berpikir terhadap hasil pemikiran seperti ilmu pengetahuan, teknologi dan seni. Sesuatu yang paling mulia dari diri manusia yaitu hatinya.
ALLAH akan memberikan jaminan kemaslahatan bagi kehidupan dan lingkungan seseorang atas ilmu yang dikembangkan berdasarkan keimanan dan ketaqwaan kepada ALLAH SWT. ALLAH akan mengangkat derajat orang-orang yang berilmu sesuai dengan firman ALLAH dalam QS (almujadalah : 11)
Artinya: “ALLAH akan meninggikan orang-orang yang beriman diantara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.
 Tanggung Jawab Ilmuwan Terhadap Alam dan Lingkungan.
Ilmuwan merupakan sosok manusia yang diberikan kelebihan oleh Tuhan dalam menguasai sebuah ilmu pengetahuan. Dari kelebihannya ini maka Tuhan mengangkat harkat dan martabat ilmuan tersebut di tengah-tengah masyarakat. Al-Gazali mengatakan “Barangsiapa berilmu, membimbing manusia dan memanfaatkan ilmunya bagi orang lain, bagaikan matahari, selain menerangi dirinya, juga menerangi orang lain. Dia bagaikan minyak kesturi yang harum dan menyebarkan keharumannya kepada orang yang berpapasan dengannya. Orang yang berilmu dan tidak mengamalkannya menurut Al-Gazali sebagai orang yang celaka. Ia mengatakan “ Seluruh manusia akan binasa, kecuali orang – orang berilmu . orang – orang berilmupun akan celaka kecuali orang – orang yang mengamalkan ilmunya. Dan orang – orang yang mengamalkan ilmunya pun akan binasa kecuali orang – orang yang ikhlas.
Ada dua fungsi utama manusia di dunia yaitu sebagai “Abdun”(hamba Allah) dan sebagai khalifah Allah di bumi. Esensi dari abdun adalah ketaatan, ketundukan, dan kepatuhan kepada kebenaran dan keadilan Allah, sedangkan esensi khalifah adalah tanggung jawab terhadap diri sendiri dan alam lingkungannya, baik lingkungan sosial maupun lingkungan alam.
Kerusakan alam dan lingkungan ini lenih banyak disebabkan karena ulah manusia sendiri. Mereka banyak yang berkhianat terhadap perjanjiannya sendiri kepada Allah. Mereka tidak menjaga amanat Allah sebagai khalifah yang bertugas untuk menjaga kelestarian alam ini sebagaimana firman Allah dalam Q.S, al-Rum ayat 41 yang artinya :”Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka segera kembali ke jalan yang benar.”


BAB III
PENUTUP

3.1  Kesimpulan
Berdasarkan berbagai aspek yang telah kami bahas, maka kami dapat menyimpulkan bahwa ilmu pengetahuan teknologi dan seni pada zaman sekarang sangatlah kurang dari ajaran islam. Ada beberapa yang memang melenceng dari ajaran islam, seperti penyalahgunaan teknologi tentang adanya bom atom contohnya yang sekarang digunakan untuk saling mengancam antar negara. 
Menurut pandangan islam itu sangat bertentangan dengan ajaran islam. Selain dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi dari segi seni juga semakin kesini semakin tidak menentu untuk masalah seni. Karena seni pada zaman sekarang semakin jauh dari ajaran islam. Aurat terbuka dimana – mana, bahkan banyak yang melakukan itu adalah orang islam. Di dalam ajaran islam sudah banyak dibahas tentang perkembangan ilmu pengetahuan teknologi dan seni yang dibahas di dalam Al-Quran.

3.2  Saran
Kita sebagai manusia yang memiliki akal dan berpegang teguh dalam ajaran islam, kita harus meluruskan niat kita dalm mencari ilmu dan mengamalkannya nanti agar kita tidak salah menggunakan ilmu kita bagi keburukan.




DAFTAR PUSTAKA

LKS, 2014. Al-Qur’an Hadist kelas XII Semester 2
Noordin, Sulaiman.2000.Sains menurut Perspektif Islam.Jakarta:Dwi Rama

Wassalam


http://aminazra.blogspot.com

Senin, 07 September 2015

ETOS KERJA DALAM ISLAM


Etos Kerja Dalam Islam
Tugas ini disusun untuk memenuhi tugas Al – Qur’an Hadist
Guru pembimbing : Amingsa, S. Pd.I, MA



Kelas XII IPA 3

  Kelompok  3  :1.  Ade Lydiana Ahmad                                                                       2.  Daoni
                          3.  Gina Ashari
                          4.  Janatun Na’im
                          5.  Nur Fauzi Fikri
                          6.  Saiful Adnan
                          7. Syari’ah
                          8. Yaeni Cumaero


KEMENTRIAN AGAMA
MADRASAH ALIYAH NEGERI 3 CIREBON


KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warrohmatullahi Wabarrokatuh .
Bismillahirrohmanirrohim,
Alhamdulillah, Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, atas terselesaikan makalah mengenai Etos Kerja Dalam Islam. Rasa syukur ini kami panjatkan pula seiring dengan salah satu tujuan penulisan makalah ini sebagai upaya mewujudkan tujuan daripada Pendidikan Agama Islam adalah menciptakan ‘manusia yang baik dan bertakwa ‘yang menyembah Allah dalam arti yang sebenarnya, yang membangun struktur pribadinya sesuai dengan syariah Islam serta melaksanakan segenap aktifitas kesehariannya sebagai wujud ketundukannya pada Tuhan.
Pandangan hidup muslim antara lain terwujud secara konkret dalam bentuk berbagai tugas (kewajiban) yang harus dilaksanakannya dalam kehidupan sehari-hari. Bagi seorang pelajar muslim, tugas utama yang wajib diembannya setidaknya ada 3 (tiga):
Yang Pertama, menuntut ilmu-ilmu yang diperlukan dalam kehidupan bermasyarakat.Tugas ini berkaitan dengan posisinya sebagai pelajar yang aktivitas utamanya adalah belajar.
Yang Kedua, mengkaji Tsaqofah Islamiyah (ilmu-ilmu keislaman). Tugas ini berkaitan dengan posisinya sebagai seorang muslim yang dengan sendirinya harus berpikir dan berperilaku secara Islami.
Yang Ketiga, mengemban dakwah Islamiyah. Tugas ini berkaitan dengan posisinya sebagai seorang muslim sebagai bagian dari keseluruhan umat Islam, yang harus mempunyai kepedulian terhadap keadaan umat dan harus berjuang untuk mengubah keadaan umat menuju keadaan yang lebih baik.
Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam.” (Qs. Ali ‘Imraan [3]: 19).
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembacanya.Sebagai penutup, marilah kita tetap belajar sungguh sungguh, tiada waktu hanya untuk memperbaiki diri sendiri.Semoga kita semua menjadi orang –orang yang pandai bersyukur.Amin ya Rabbal alamin.
Terimakasih atas perhatiannya, kalau ada kesalahan itu adalah kelemahan kami, mohon di maafkan dan diperbaiki, dan sekiranya ada yang benar, itu adalah milik Allah semata.
Wassalamualaikum Warrohmatullahi Wabarrokatuh .


DAFTAR ISI
  1. Kata Pengantar         ………………………………………………… 1
  1. Daftar Isi                   ...………………………………………………..2
  1. Bab I. Pendahuluan  ..............................................…………………....3
  1. Pandangan Islam Tentang Etos Kerja ..........……………………….... 3
  1. Daftar Pustaka          ……………………………………...………… 17
Bekerja merupakan melakukan suatu kegiatan demi mencapai tujuan, selain mencari rezeki namun juga cita-cita.Dalam bekerja diwajibkan memilih pekerjaan yang baik dan halal, karena tidak semua pekerjaan itu diridhai Allah SWT.

  1. Apa Redaksi Hadist mengenai Etos Kerja Seorang Muslim?
  2. Bagaimana Penjelasan Mengenai Hadist Etos Kerja?
  3. Bagaimana Aspek – aspek pekerjaan dalam Islam?
  4. Bagaimana ciri –ciri etos kerja dalam  Islam?
  5. Bagaimana Etika Kerja dalam Islam?
Bab II. Pembahasan 
Redaksi hadist   ............................................................................. 5
Penjelasan Hadist tentang Etos kerja dalam islam  ......................  5
            Aspek Pekerjaan Dalam Islam  ........................................  8
            Ciri – ciri etos kerja Islam................................................. 10
            Etika kerja dalam Islam .................................................... 12    
Bab III . Penutup 
Kesimpula ..................................................................................... 16

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Etos kerja dalam arti luas menyangkut akan akhlak dalam pekerjaan. Untuk bisa menimbang bagaimana akhlak seseorang dalam bekerja sangat tergantung dari cara melihat arti kerja dalam kehidupan, cara bekerja dan hakikat bekerja. Dalam Islam, iman banyak dikaitkan dengan amal. Dengan kata lain, kerja yang merupakan bagian dari amal tak lepas dari kaitan iman seseorang. Idealnya, semakin tinggi iman itu maka semangat kerjanya juga tidak rendah. Ungkapan iman sendiri berkaitan tidak hanya dengan hal-hal spiritual tetapi juga program aksi.
Dalam kehidupan sehari-hari sebagai umat Islam selain diperintahkan untuk beribadah Allah memerintahkan untuk bekerja (berusaha).
Di dalam Al-Qur’an dan Hadist sudah jelas tentang pekerjaan yang baik dan bagaimana kita memperoleh rezeki dengan cara yang diridhai Allah SWT. Hal ini sangat penting sekali dibahas, karena semua orang dunia ini pasti membutuhkan makanan, sandang maupun papan.Disini pasti manusia berlomba-lomba atau memenuhi kebutuhannya tersebut dengan bekerja untuk mendapatkan yang diinginkan sehingga kita juga harus tahu, bahwa semua yang kita dapatkan semuanya dari Allah SWT dan itu semua hanya titipan Allah SWT semata.Sebagai umatnya diwajibkan mengembangkannya dengan baik dan hati-hati. Untuk itu Hadist tentang ini sangat diperlukan demi kelangsungan umat sehari-hari.
Agama Islam yang berdasarkan al-Qur’an dan al-Hadits sebagai tuntunan dan pegangan bagi kaum muslimin mempunyai fungsi tidak hanya mengatur dalam segi ibadah saja melainkan juga mengatur umat dalam memberikan tuntutan dalam masalah yang berkenaan dengan kerja.
Rasulullah SAW bersabda: “bekerjalah untuk duniamu seakan-akan kamu hidup selamanya, dan beribadahlah untuk akhiratmu seakan-akan kamu mati besok.” Dalam ungkapan lain dikatakan juga, “Tangan di atas lebih baik dari pada tangan di bawah, Memikul kayu lebih mulia dari pada mengemis, Mukmin yang kuat lebih baik dari pada mukslim yang lemah. Allah menyukai mukmin yang kuat bekerja.”
Dalam situasi globalisasi saat ini, kita dituntut untuk menunjukkan etos kerja yang tidak hanya rajin, gigih, setia, akan tetapi senantiasa menyeimbangkan dengan nilai-nilai Islami yang tentunya tidak boleh melampaui rel-rel yang telah ditetapkan al-Qur’an dan as-Sunnah. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.Amin.

B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka pemakalah merumskan masalah yang akan di bahas dalam makalah ini antara lain sebagai berikut:

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Redaksi Hadis
حد يث أ بي هريرة رضي ا الله عنه قل: قل رسول ا لله صلى ا لله عليه وسلم: لأن يحتطب احدكم حز مة على ظهره خير من أن يسأل احدا فيعطيه او يمنعه

Abu hurairah r.a berkata: Rasulullah SAW bersabda: “Jika seseorang itu pergi mencari kayu, lalu di angkat seikat kayu di atas punggungnya (yakni untuk di jual di pasar) maka itu lebih baik baginya daripada minta kepada seseorang baik di beri atau di tolak” (H.R Bukhari dan Muslim)
B.     Penjelasan Hadis tentang Etos Kerja
.                 Etos kerja ialah suatu sikap jiwa seseorang untuk melaksanakan suatu pekerjaan dengan perhatian yang penuh. Maka pekerjaaan itu akan terlaksana dengan sempurna walaupun banyak kendala yang harus diatasi, baik karena motivasi kebutuhan atau karena tanggung jawab yang tinggi.
Ethos berasal dari bahasa Yunani yang berarti sikap, kepribadian, watak, karakter serta keyakinan atas sesuatu.Sikap ini tidak saja dimiliki oleh individu, tetapi juga oleh kelompok bahkan masyarakat.Ethos dibentuk oleh berbagai kebiasaan, pengaruh, budaya serta sistem nilai yang diyakininya.
Dari kata etos ini dikenal pula kata etika yang hamper mendekati pada pengertian akhlak atau nilai-nilai yang berkaitan dengan baik buruk moral sehingga dalam etos tersebut terkandung gairah atau semangat yang amat kuat untuk mengerjakan sesuati secara optimal lebih baik dan bahkan berupaya untuk mencapai kualitas kerja yang sesempurna mungkin.
Etos kerja seorang muslim adalah semangat untuk menapaki jalan lurus, dalam hal mengambil keputusan pun, para pemimpin harus memegang amanah terutama para hakim. Hakim berlandaskan pada etos jalan lurus tersebut sebagaimana Dawud ketika ia diminta untuk memutuskan perkara yang adil dan harus didasarkan pada nilai-nilai kebenaran, maka berilah keputusan (hukumlah) di antara kami dengan adil dan janganlah kamu menyimpang dari kebenaran dan tunjuklah (pimpinlah) kami ke jalan yang lurus (QS. Ash Shaad : 22)


Dalil Q.S. Al-mujadilah
a.      Terjemah

Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.

b.      Asbabun nuzul

Ketika Rasulullah sedang berkumpul dengan para sahabat di dalam suatu majlis, datanglah para sahabat pahlawan perang badar, orang-orang yang berada di dalam majlis itu tiada memberi tempat kepada orang yang baru datang. Rasulullah menyuruh kepada sahabat yang duduk untuk berdiri dan sahabat tersebut merasa tida enak, dan turun surat al-mujadilah.

c.       Kandungan

1.   Berlapang-lapanglah dalam suatu pertemuan dengan memberikan tempat kepada saudara-saudara kita yang baru datang.
2.   Jika pemimpin sidang/panitia meminta meluangkan beberapa tempat duduk untuk orang-orang yang dihormati hendaklah permintaan itu dihendaki.
3.   Allah akan meninggikan derajat orang-orang yang berkumpul pada tiga hal, yaitu orang yang beriman, berilmu, dan beramal shaleh.
4.   Berusaha mencari ilmu, baik agama maupun yang lainnya, yang bermanfaat bagi orang lain.
5.   Orang yang beriman dan berilmu akan dimulyakan dan ditinggikan derajatnya oleh allah.

d.      Implementasi dalam kehidupan sehari-hari

a.      Berusaha dan bekerja keras.
b.      Ihklas dalam melakukan pekerjaan.

1.      Dalil Q.S Al-jumuah
a.      Terjemah
Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum'at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli .Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.

b.      Asbabun nuzul
Diriwayatkan dalam sebuah hadits
Ketika rosulluwlah sedang berkhutbah jumat, tiba-tiba datanglah para pedagang dengan membawa dagangannya.Dan para sahabat yang sedang mendengarkan khutbah itu berdiri mengerumuni para pedagang yang baru datang tersebut.Melihat kejadian itu turunlah Q.S al-jumuah ayat 9-10.

c.       Kandungan
Ayat  9
1.      Memerintahkan supaya orang yang beriman ketika terdengar panggilan adzan hendaklah melaksanakan shalat jumat
2.      ketika terdengar panggilan adzan semua aktivitas harus ditinggalkan dan bersegera untuk melaksanakan shalat jumat.
Ayat 10
1.      beramal untuk kepentingan akhirat.
2.      Berusaha untuk mencari rizki di bumi setelah menjalankan shalat.
3.      Senantiasa berdjikir atau mengat allah.
4.      Hidup manusia harus seimbang antara duniawi dan akhirat.

d.      Implementasi dalam kehidupan sehari-hari

1.      Kembali bekrja apabila sudah melakukan ibadah shalat.
2.      Berusaha berbuat amal.
3.      Saat bekerja maupun tidak berusaha untuk mengingat allah.

C.    Aspek Pekerjaan dalam Islam

Aspek pekerjaan dalam Islam meliputi empat hal yaitu :
1.         Memenuhi kebutuhan sendiri
Islam sangat menekankan kemandirian bagi pengikutnya. Seorang muslim harus mampu hidup dari hasil keringatnya sendiri, tidak bergantung pada orang lain.  Hal ini diantaranya tercermin dalah hadist berikut :
عن أبي عبد الله الزبير بن العوام رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: لأن يأخذ أحدكم أحبله ثم يأتي الجبل، فيأتي بحزمةٍ من حطبٍ على ظهره فيبيعها، فيكف الله بها وجهه، خيرٌ له من أن يسأل الناس،أعطوه أو منعوه. رواه البخاري.
Dari Abu Abdillah yaitu az-Zubair bin al-Awwam r.a., katanya: “Rasulullah s.a.w. bersabda: “Niscayalah jikalau seseorang dari engkau semua itu mengambil tali-talinya – untuk mengikat – lalu ia datang di gunung, kemudian ia datang kembali – di negerinya – dengan membawa sebongkokan kayu bakar di atas punggungnya, lalu menjualnya,kemudian dengan cara sedemikian itu Allah menahan wajahnya – yakni dicukupi kebutuhannya, maka hal yang semacam itu adalah lebih baik baginya daripada meminta-minta sesuatu pada orang-orang, baik mereka itu suka memberinya atau menolaknya.” (Riwayat Bukhari)
Rasullullah memberikan contoh kemandirian yang luar biasa, sebagai pemimpin nabi dan pimpinan umat Islam beliau tak segan menjahit bajunya sendiri, beliau juga seringkali turun langsung ke medan jihad, mengangkat batu, membuat parit, dan melakukan pekerjaan-pekerjaan lainnya.
Para sahabat  juga memberikan contoh bagaimana mereka bersikap mandiri, selama sesuatu itu bisa dia kerjakan sendiri maka dia tidak akan meminta tolong orang lain untuk mengerjakannya. Contohnya, ketika mereka menaiki unta dan ada barangnya yang jatuh maka mereka akan mengambilnya sendiri tidak meminta tolong lain.

2.      Memenuhi kebutuhan keluarga
Bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarga yang menjadi tanggungannya adalah kewajian bagi seorang muslim, hal ini bisa dilihat dari hadist berikut :
قال رسول الله(صلى الله عليه وسلم):” كفى بالمرء إثماً أن يضيع من يقوترواه أحمد وأبو داود وصححه الحاكم وأقره الذهبي من حديث عبدالله ابن عمرو بن العاص.
Rasulullah saw bersabada, “Cukuplah seseorang dianggap berdosa jika ia menelantarkan orang-orang yang menjadi tanggung jawabnya”. (HR. Ahmad, Abu Daud dan al-Hakim)
Menginfaqkan harta bagi keluarga adalah hal yang harus diutamakan, baru kemudian pada lingkungan terdekat, dan kemudian lingkungan yang lebih luas.

3.      Kepentingan seluruh makhluk
Pekerjaan yang dilakukan seseorang bisa menjadi sebuah amal jariyah baginya, sebagaimana disebutkan dalam hadist berikut :
 عن أنس قال النبي صلى الله عليه وسلم : ” ما من مسلم يغرس غرسا أو يزرع زرعا فيأكل منه طير أو إنسان أو بهيمة إلا كان له به صدقة
 Dari Anas, Rasulullah saw bersabda, “Tidaklah seorang mukmin menanam tanaman, atau menabur benih, lalu burung atau manusia atau hewan pun makan darinya kecuali pasti bernilai sedekah baginya”. (HR Bukhari)
Dalam era modern ini banyak sekali pekerjaan kita yang bisa bernilai sebagai amal jariyah.Misalnya kita membuat aplikasi atau tekhnologi yang berguna bagi umat manusia.Karenanya umat Islam harus cerdas agar bisa menghasilkan pekerjaan-pekerjaan yang bernilai amal jariyah.

4.      Bekerja sebagai wujud penghargaan terhadap pekerjaan itu sendiri
Islam sangat menghargai pekerjaan, bahkan seandainya kiamat sudah dekat dan kita yakin tidak akan pernah menikmati hasil dari pekerjaan kita, kita tetap diperintahkan untuk bekerja sebagai wujud penghargaan terhadap pekerjaan itu sendiri. Hal ini bisa dilihat dari hadist berikut :
عن أنس رضي الله عنه عن النبي صلى الله عليه وسلم قال : ” إن قامت الساعة و في يد أحدكم فسيلة , فإن استطاع أن لا تقوم حتى يغرسها فليغرسها
Dari Anas RA, dari Rasulullah saw, beliau bersabda, “Jika hari kiamat terjadi, sedang di tanganmu terdapat bibit tanaman, jika ia bisa duduk hingga dapat menanamnya, maka tanamlah“ (HR Bukhari dan Muslim).

D.    Ciri  -  Ciri Etos Kerja Islami

Dan dalam batas-batas tertentu, ciri-ciri etos kerja islami dan ciri-ciri etos kerja tinggi pada umumnya banyak keserupaannya, utamanya pada dataran lahiriahnya. Ciri-ciri tersebut antara lain : 
1.      Baik dan Bermanfaat
Islam hanya memerintahkan atau menganjurkan pekerjaan yang baik dan bermanfaat bagi kemanusiaan, agar setiap pekerjaan mampu memberi nilai tambah dan mengangkat derajat manusia baik secara individu maupun kelompok.
2.            Kemantapan atau perfectness
Kualitas kerja yang mantap atau perfect merupakan sifat pekerjaan Tuhan (baca: Rabbani), kemudian menjadi kualitas pekerjaan yang islami yang berarti pekerjaan mencapai standar ideal secara teknis. Untuk itu, diperlukan dukungan pengetahuan dan skill yang optimal.Dalam konteks ini, Islam mewajibkan umatnya agar terus menambah atau mengembangkan ilmunya dan tetap berlatih.
3.            Kerja Keras, Tekun dan Kreatif.
Kerja keras, yang dalam Islam diistilahkan dengan mujahadah dalam maknanya yang luas seperti yang didefinisikan oleh Ulama adalah ”istifragh ma fil wus’i”, yakni mengerahkan segenap daya dan kemampuan yang ada dalam merealisasikan setiap pekerjaan yang baik. Dapat juga diartikan sebagai mobilisasi serta optimalisasi sumber daya. Sebab, sesungguhnya Allah SWT telah menyediakan fasilitas segala sumber daya yang diperlukan, tinggal peran manusia sendiri dalam memobilisasi serta mendaya gunakannya secara optimal, dalam rangka melaksanakan apa yang Allah ridhai.
4.           Berkompetisi dan Tolong-menolong
Al-Qur’an dalam beberapa ayatnya menyerukan persaingan dalam kualitas amal shalih.Pesan persaingan ini kita dapati dalam beberapa ungkapan Qur’ani yang bersifat “amar” atau perintah, seperti “fastabiqul khairat” (maka, berlomba-lombalah kamu sekalian dalam kebaikan.Oleh karena dasar semangat dalam kompetisi islami adalah ketaatan kepada Allah dan ibadah serta amal shalih, maka wajah persaingan itu tidaklah seram; saling mengalahkan atau mengorbankan.Akan tetapi, untuk saling membantu (ta’awun).
5.          Objektif (Jujur)
Sikap ini dalam Islam diistilahkan dengan shidiq, artinya mempunyai kejujuran dan selalu melandasi ucapan, keyakinan dan amal perbuatan dengan nilai-nilai  yang benar dalam Islam. Tidak ada kontradiksi antara realita dilapangan dengan konsep kerja yang ada. Dalam dunia kerja dan usaha kejujuran ditampilakan dalam bentuk kesungguhan dan ketepatan, baik ketepatan waktu, janji, pelayanan, mengakui kekurangan, dan kekurangan tersebut diperbaiki secara terus-menerus, serta menjauhi dari berbuat bohong atau menipu
6.        Konsisten dan Istiqamah
Istiqamah dalam kebaikan ditampilkan dalam keteguhan dan kesabaran sehingga menghasilkan sesuatu yang maksimal. Istiqamah merupakan hasil dari suatu proses yang dilakukan secara terus-menerus. Proses itu akan menumbuh-kembangkan suatu sistem yang baik, jujur dan terbuka, dan sebaliknya keburukan dan ketidakjujuran akan tereduksi secara nyata. Orang atau lembaga yang istiqamah dalam kebaikan akan mendapatkan ketenangan dan sekaligus akan mendapatkan solusi daris segala persoalan yang ada. Inilah janji Allah kepada hamba-Nya yang konsisten/istiqamah.
7.      Percaya diri  dan Kemandirian

Sesungguhnya daya inovasi dan kreativitas hanyalah terdapat pada jiwa yang merdeka, karena jiwa yang terjajah akan terpuruk dalam penjara nafsunya sendiri, sehingga dia tidak pernah mampu mengaktualisasikan aset dan kemampuan serta potensi ilahiyah yang ia miliki yang sungguh sangat besar nilainya. Semangat berusaha dengan jerih payah diri sendiri merupakan hal sangat mulia posisi keberhasilannya dalam usaha pekerjaan.
8.           Efisien dan Hemat
Agama Islam sangat menghargai harta dan kekayaan.Jika orang mengatakan bahwa agama Islam membenci harta, adalah tidak benar. Yang dibenci itu ialah mempergunakan harta atau mencari harta dan mengumpulkannya untuk jalan-jalan yang tidak mendatangkan maslahat, atau tidak pada tempatnya, serta tidak sesuai dengan ketentuan agama, akal yang sehat dan ‘urf  (kebiasaan yang baik). Demi kemaslahatan harta tersebut, maka sangat dianjurkan untuk berperilaku hemat dan efisien dalam pemanfaatannya, agar hasil yang dicapai juga maksimal.Namun sifat hemat di sini tidak sampai kepada kerendahan sifat yaitu kikir atau bakhil. Sebagian  ulama membatasi sikap hemat yang dibenarkan kepada perilaku yang berada antara sifat boros dan kikir, maksudnya hemat itu berada di tengah kedua sifat tersebut. Kedua sifat tersebut akan berdampak negatif dalam kerja dan kehidupan, serta tidak memiliki kemanfaatan sedikit pun, padahal Islam melarang sesorang untuk berlaku yang tidak bermanfaat.


E.     Etika Kerja dalam Islam
Dalam memilih seseorang ketika akan diserahkan tugas, rasulullah melakukannya dengan selektif. Diantaranya dilihat dari segi keahlian, keutamaan (iman) dan kedalaman ilmunya.Beliau senantiasa mengajak mereka agar itqon dalam bekerja.Sebagaimana dalam awal tulisan ini dikatakan bahwa banyak ayat al-Qur’an menyatakan kata-kata iman yang diikuti oleh amal saleh yang orientasinya kerja dengan muatan ketaqwaan.
Pandangan Islam tentang pekerjaan perlu kiranya diperjelas dengan usaha sedalam-dalamnya.Sabda Nabi SAW yang amat terkenal bahwa nilai-nilai suatu bentuk kerja tergantung pada niat pelakunya.Dalam sebuah hadits diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, Rasulullah bersabda bahwa “sesungguhnya (nilai) pekerjaan itu tergantung pada apa yang diniatkan.”(HR. Bukhari dan Muslim).
Perlu kiranya dijelaskan disini bahwa kerja mempunyai etika yang harus selalu diikut sertakan didalamnya, oleh karenanya kerja merupakan bukti adanya iman dan barometer bagi pahala dan siksa.Hendaknya setiap pekerjaan disampung mempunyai tujuan akhir berupa upah atau imbalan, namun harus mempunyai tujuan utama, yaitu memperoleh keridhaan Allah SWT.Prinsip inilah yang harus dipegang teguh oleh umat Islam sehingga hasil pekerjaan mereka bermutu dan monumental sepanjang zaman.

Jika bekerja menuntut adanya sikap baik budi, jujur dan amanah, kesesuaian upah serta tidak diperbolehkan menipu, merampas, mengabaikan sesuatu dan semena-mena, pekerjaan harus mempunyai komitmen terhadap agamanya, memiliki motivasi untuk menjalankan seperti bersungguh-sungguh dalam bekerja dan selalu memperbaiki muamalahnya. Disamping itu mereka harus mengembangkan etika yang berhubungan dengan masalah kerja menjadi suatu tradisi kerja didasarkan pada prinsip-prinsip Islam.
Bagaimana Islam memandang kerja? Dalam kajian tasawuf , posisi manusia terhadap kerja dapat dibagi ke dalam 2 kategori atau 2 tipe . Tipe pertama  adalah orang yang berada di maqom tajrid, artinya orang – orang yang posisinya sudah tidak lagi membutuhkan kerja. Beberapa faktor yang menyebabkan seseorang tidak membutuhkan kerja misalnya karena usia yang sudah lanjut, atau mungkin terlalu kecil untuk melakukan pekerjaan, atau karena orang tersebut sudah mempunyai satu tingkat tertentu dalam hidupnya sehingga tidak menginginkan berbagai kesenangan yang mengharuskan dia kerja . Misalnya, orang yang hidupnya sudah mapan atau karena dia memilih hidup sederhana. Dia tidak mempunyai keinginan – keinginan lain secara berlebihan kecuali, kebutuhan – kebutuhan yang sangat primer . Mungkin orang tersebut sudah menyerahkan hidupnya untuk kepentingan lain, misalnya beribadah. Tapi sebaliknya, ada tipe kedua yaitu orang yang berada pada maqom ikhtiyar, masih memerlukan usaha . Mengapa? Sebab dia masih membutuhkan rumah , kendaraan, baju baru, menyekolahkan anak, dan berbagai kebutuhan lain. Oleh sebab itu , jika ada orang yang masih menginginkan makan enak tetapi tidak mau bekerja, pada dasarnya dia menempatkan sesuatu bukan pada tempatnya . Mestinya dia berada pada maqom ikhtiyar tetapi menjadikan diri do maqom tajrid .

PANDANGAN ISLAM TENTANG ETOS KERJA

1.      Islam memaknai tujuan bekerja tidak hanya dalam kehidupan duniawi tetapi juga berdimensi jangka panjang yaitu kehidupan akherat, dan dengan harapan masuk surga. Oleh sebab itulah dalam bekerja kita tidak menghalalkan segala cara namun mengikuti aturan dan mencari ridho Allah SWT.
2.      Bekerja menjadi salah satu bagian dari syariat Islam dan keharaman berpangku tangan serta bermalas-malasan bagi orang yang     berkemampuan untuk bekerja. Allah SWT berfirman: Dan katakanlah, Bekerjalah kamu, maka Allah akan melihat pekerjaanmu, begitu juga Rasul-Nya dan orang-orang yang mu’min, dan kamu akan dikembalikan kepada [Allah] Yang Mengetahui yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakannya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan. (At-Taubah : 105).
3.      Suatu hari Nabi Muhammad saw menemui seorang sahabatnya bernama Sa’ad al-Anshari yang memperlihatkan tangannya yang melepuh karena bekerja sebagai tukang penghancur batu. Nabi bertanya “Wahai Saad, mengapa tanganmu hitam, kasar dan melepuh ?” Saad menjawab, “tangan ini kupergunakan untuk mencari nafkah bagi keluargaku ya Rasul Allah”. Nabi yang mulia seketika mengambil tangan Saad dan menciumnya seraya berkata, “Demi Allah, Saad, tangan yang seperti ini tidak akan pernah tersentuh api neraka”.
2.      Begitu besarnya penghargaan Islam terhadap kesungguhan bekerja ini, hingga Islam (Allah swt) menempatkannya dalam kategori ibadah. Artinya, aktivitas kerja dalam pandangan Allah (Islam) merupakan bagian dari ibadah yang akan mendapatkan bukan saja keuntungan material, tetapi juga pahala dari sisi Allah swt. Bahkan dalam beberapa hadits dikatakan, bahwa bekerja dengan sungguh-sungguh dapat menghapuskan dosa yang tidak bisa dihapus oleh aktivitas ibadah ritual sekalipun.
3.      Barangsiapa pada malam hari merasakan kelelahan dari upaya keterampilan kedua tangannya pada siang harinya, maka pada malam itu ia diampuni.” [HR. Ahmad]
4.      Sesungguhnya, di antara perbuatan dosa ada dosa yang tidak bisa terhapus (ditebus) oleh pahala shalat, sedekah (zakat), ataupun haji, namun hanya dapat ditebus dengan kesusahan dalam mencari nafkah penghidupan.” [HR. Tabrani]
5.      Seseorang akan dikenal dan diperhitungkan berdasarkan kerja yang dilakukan. Selain kerja sebagai usaha memenuhi kebutuhan, juga sebagai penunjukkan jati diri masyarakat dengan ideologi yang diyakininya. Masyarakat di beberapa negara maju asia seperti Jepang, Korea Selatan dan Hongkong dikenal sebagai masyarakat pekerja. Satu dengan yang lain saling berlomba untuk bisa menjadi yang terbaik di Asia. Itulah yang disebut dengan fighting Spirit (semangat bersaing) dalam rangka mencapai idealisme ideologi yang mereka anut.
6.      Fighting Spirit sudah ada dalam sistem ajaran islam. Dianjurkan kepada pemeluknya untuk berlomba-lomba dalam kebaikan (fastabiqul khairat). Allah berfirman :
7.      “Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah kamu (dalam berbuat) kebaikan. Di mana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS. Al-Baqarah : 148)
8.      Berniat untuk bekerja dengan cara-cara yang sah dan halal menuju ridha Allah adalah visi dan misi setiap muslim. Berpangku tangan merupakan perbuatan tercela dalam agama Islam. Umar bin Khattab pernah menegur seseorang yang sering duduk berdo’a di mesjid tanpa mau bekerja untuk meningkatkan kesejahteraan dirinya. Umar berkata, Janganlah salah seorang kamu duduk di mesjid dan berdo’a, “Ya Allah berilah aku rezeki”. Sedangkan ia tahu bahwa langit tidak akan menurunkan hujan emas dan hujan perak. Maksud perkataaan Umar ini adalah bahwa seseorang itu harus bekerja dan berusaha, bukan hanya bedo’a saja dengan mengharapkan bantuan orang lain.
9.      Ada tiga tahapan yang harus dilakukan seseorang agar prestasi kerja meningkat dan kerjapun bernilai ibadah.
10.  Pertama, kerja keras. Ukuran kerja keras adalah kesempatan berbuat, tanpa pamrih.
11.  Kedua, kerja cerdas. Kepasifan dalam menghadapi pekerjaan membatasi seseorang tidak berusaha meningkatkan kemampuan profesionalismenya. Profesionalisme biasanya dijadikan ukuran dalam peningkatan prestasi di setiap pekerjaan.
12.  Ketiga, ikhlas. Ukuran ikhlas berdasarkan ajaran Islam. Ikhlas dalam berkarya adalah kunci kejujuran. Banyak para pekerja yang dalam pekerjaannya tekun dan cerdas namun tidak ikhlas yang pada akhirnya menjadi petaka.
13.  Dalam mengerjakan sesuatu, seorang muslim selalu melandasinya dengan mengharap ridha Allah. Ini berimplikasi bahwa ia tidak boleh melakukan sesuatu dengan sembrono, sikap seenaknya, dan secara acuh tak acuh. Sehubungan dengan ini, optimalisasi nilai hasil kerja berkaitan erat dengan konsep ihsan. Ihsan berkaitan dengan etos kerja, yaitu melakukan pekerjaan dengan sebaikmungkin, sesempurna mungkin atau seoptimal mungkin. Allah mewajibkan atas segala sesuatu, sebagaimana firman-Nya, “Yang membuat segala sesuatu yang Dia ciptakan sebaik-baiknya“. (QS. As-Sajdah [32]: 7).
14.  Selain itu muslim pun diminta itqan dalam mengerjakan sesuatu. Itqan berarti membuat atau mengerjakan sesuatu secara sungguh-sungguh dan teliti sehingga rapi, indah, tertib dan bersesuaian dengan yang lain dari bagian-bagiannya. Allah SWT berfirman, “Seni ciptaan Allah yang membuat dengan teliti (atqana) segala sesuatu” (QS. An-Naml [27]: 88).
15.  Dengan demikian, bila Allah melakukan ihsan kepada manusia, maka manusia pun dituntut melakukan ihsan dalam kehidupan. Tegasnya, perintah ihsan merupakan perintah kepada umat Islam untuk melakukan pekerjaan dengan sebaik mungkin. Semangat ini akan melahirkan etos kerja umat Islam yang tinggi dalam setiap profesi yang mereka tekuni.
16.  Monastisisme dan asketisisme dilarang dalam Islam. Monastisisme adalah pandangan atau sikap hidup menyendiri di suatu tempat dengan menjauhkan diri dari kehidupan masyarakat. Tujuannya hanya untuk bertapa tanpa niat untuk melakukan perubahan dan perbaikan masyarakat. Sedangkan asketisme adalah pandangan atau sikap hidup keagamaan yang menganggap pantang segala kenikmatan dunia atau dengan penyiksaan diri dalam rangka beribadat dan mendekatkan diri kepada Tuhan.
17.  Semua yang dipaparkan diatas itumenuju kepada suatu nuktah yang amat fundamental dalam sistem ajaran islam, yaitu bahwa kerja atau amal, adalah bentuk keberadaan (mode of existence) manusia. Artinya, manusia ada karena kerja, dan kerja itulah yang membuat atau mengisi eksistensi kemanusiaan kita. Jadi jika failasuf  Perancis, Rene Descartes, terkenal dengan ucapannya, “Aku berpikir, maka aku ada”(Cogito ergo sum- Latin; Je pense, donc je suis – Perancis),karena berpikir baginya adalah bentuk wujud manusia,  maka sesungguhnya dalam ajaran islam ungkapan itu seharusnya berbunyi “Aku berbuat, maka aku ada. “
18.  Pandangan ini sentral sekali dalam sistem ajaran Al Qur-an. Ditegaskan bahwa manusia tidak akan mendapatkan sesuatu apa pun kecuali yang ia usahakan sendiri.
19.  Itulah yang dimaksudkan dengan ungkapan bahwa kerja adalah bentuk eksistensi manusia. Yaitu bahwa harga manusia – yakni, apa yang dimilikinya – tidak lain ialah amal perbuatan atau kerjanya itu. Manusia ada karena amalnya, dan dengan amalnya yang baik itu manusia mampu mencapai harkat yang setinggi-tingginya, yaitu bertemu Robb nya dengan penuh keridhoan.
20.  “Barangsiapa benar–benar mengharap bertemu Robbnya, maka hendaknya ia berbuat baik, dan hendaknya dalam beribadat kepada Robbnya itu ia tidak melakukan syirik” QS Al Kahfi (18) : 110
21.  Melakukan syirik bermakna, ketika tujuan pekerjaan kita telah beralih tidak lagi kepada Alloh Swt yang seharusnya menjadi sumber nilai intrinsik pekerjaan manusia, tapi malah kepada selain Nya.  Na’udzu billahi min Dzalik


BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Etos kerja merupakan semangat untuk bekerja.Bekerja itu sendiri merupakan melakukan usaha kegiatan untuk mencapai tujuan. Adapun hadist mengenai etos kerja diantaranya: Hadist mengenai pekerjaan yang paling baik, larangan meminta-minta. Adapun pekerjaan yang paling baik adalah seseorang yang bekerja dengan tangannya sendiri dan apabila berdagang ataupun berjualan yang bersih.Adapun pekerjaan yang kurang disukai Allah SWT ataupun dilarang adalah meminta-minta atau mengemis.
Etika kerja dalam Islam yang perlu diperhatikan adalah
(1) Adanya keterkaitan individu terhadap Allah sehingga menuntut individu untuk bersikap cermat dan bersungguh-sungguh dalam bekerja, berusaha keras memperoleh keridhaan Allah dan mempunyai hubungan baik dengan relasinya.
(2) Berusaha dengan cara yang halal dalam seluruh jenis pekerjaan.
(3) tidak memaksakan seseorang, alat-alat produksi atau binatang dalam bekerja, semua harus dipekerjakan secara professional dan wajar.
(4) tidak melakukan pekerjaan yang mendurhakai Allah yang ada kaitannya dengan minuman keras, riba dan hal-hal lain yang diharamkan Allah.
(5) Professionalisme dalam setiap pekerjaan.
(6) Islam menempatkan “Kerja” sebagai hal yang luhur dan bahkan menempatkannya sebagai salah satu wujud ibadah, selama niatnya benar dan prakteknya tidak menyalahi aturan Allah Swt.,


DAFTAR PUSTAKA

5.      Hasan, M. Tholhah, “Islam dan masalah sumber daya manusia”, Jakarta Selatan: Lantabora press, 2003. 

6.      Hasan, M. Tholhah, “Dinamika kehidupan religius”, Jakarta Utara: Listafanska Putra, 2004.


Wallahu 'A'lam bish Showaab.
Wasslam,
http://aminazra.blogspot.com