Latest Entries »

Senin, 07 September 2015

ETOS KERJA DALAM ISLAM


Etos Kerja Dalam Islam
Tugas ini disusun untuk memenuhi tugas Al – Qur’an Hadist
Guru pembimbing : Amingsa, S. Pd.I, MA



Kelas XII IPA 3

  Kelompok  3  :1.  Ade Lydiana Ahmad                                                                       2.  Daoni
                          3.  Gina Ashari
                          4.  Janatun Na’im
                          5.  Nur Fauzi Fikri
                          6.  Saiful Adnan
                          7. Syari’ah
                          8. Yaeni Cumaero


KEMENTRIAN AGAMA
MADRASAH ALIYAH NEGERI 3 CIREBON


KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warrohmatullahi Wabarrokatuh .
Bismillahirrohmanirrohim,
Alhamdulillah, Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, atas terselesaikan makalah mengenai Etos Kerja Dalam Islam. Rasa syukur ini kami panjatkan pula seiring dengan salah satu tujuan penulisan makalah ini sebagai upaya mewujudkan tujuan daripada Pendidikan Agama Islam adalah menciptakan ‘manusia yang baik dan bertakwa ‘yang menyembah Allah dalam arti yang sebenarnya, yang membangun struktur pribadinya sesuai dengan syariah Islam serta melaksanakan segenap aktifitas kesehariannya sebagai wujud ketundukannya pada Tuhan.
Pandangan hidup muslim antara lain terwujud secara konkret dalam bentuk berbagai tugas (kewajiban) yang harus dilaksanakannya dalam kehidupan sehari-hari. Bagi seorang pelajar muslim, tugas utama yang wajib diembannya setidaknya ada 3 (tiga):
Yang Pertama, menuntut ilmu-ilmu yang diperlukan dalam kehidupan bermasyarakat.Tugas ini berkaitan dengan posisinya sebagai pelajar yang aktivitas utamanya adalah belajar.
Yang Kedua, mengkaji Tsaqofah Islamiyah (ilmu-ilmu keislaman). Tugas ini berkaitan dengan posisinya sebagai seorang muslim yang dengan sendirinya harus berpikir dan berperilaku secara Islami.
Yang Ketiga, mengemban dakwah Islamiyah. Tugas ini berkaitan dengan posisinya sebagai seorang muslim sebagai bagian dari keseluruhan umat Islam, yang harus mempunyai kepedulian terhadap keadaan umat dan harus berjuang untuk mengubah keadaan umat menuju keadaan yang lebih baik.
Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam.” (Qs. Ali ‘Imraan [3]: 19).
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembacanya.Sebagai penutup, marilah kita tetap belajar sungguh sungguh, tiada waktu hanya untuk memperbaiki diri sendiri.Semoga kita semua menjadi orang –orang yang pandai bersyukur.Amin ya Rabbal alamin.
Terimakasih atas perhatiannya, kalau ada kesalahan itu adalah kelemahan kami, mohon di maafkan dan diperbaiki, dan sekiranya ada yang benar, itu adalah milik Allah semata.
Wassalamualaikum Warrohmatullahi Wabarrokatuh .


DAFTAR ISI
  1. Kata Pengantar         ………………………………………………… 1
  1. Daftar Isi                   ...………………………………………………..2
  1. Bab I. Pendahuluan  ..............................................…………………....3
  1. Pandangan Islam Tentang Etos Kerja ..........……………………….... 3
  1. Daftar Pustaka          ……………………………………...………… 17
Bekerja merupakan melakukan suatu kegiatan demi mencapai tujuan, selain mencari rezeki namun juga cita-cita.Dalam bekerja diwajibkan memilih pekerjaan yang baik dan halal, karena tidak semua pekerjaan itu diridhai Allah SWT.

  1. Apa Redaksi Hadist mengenai Etos Kerja Seorang Muslim?
  2. Bagaimana Penjelasan Mengenai Hadist Etos Kerja?
  3. Bagaimana Aspek – aspek pekerjaan dalam Islam?
  4. Bagaimana ciri –ciri etos kerja dalam  Islam?
  5. Bagaimana Etika Kerja dalam Islam?
Bab II. Pembahasan 
Redaksi hadist   ............................................................................. 5
Penjelasan Hadist tentang Etos kerja dalam islam  ......................  5
            Aspek Pekerjaan Dalam Islam  ........................................  8
            Ciri – ciri etos kerja Islam................................................. 10
            Etika kerja dalam Islam .................................................... 12    
Bab III . Penutup 
Kesimpula ..................................................................................... 16

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Etos kerja dalam arti luas menyangkut akan akhlak dalam pekerjaan. Untuk bisa menimbang bagaimana akhlak seseorang dalam bekerja sangat tergantung dari cara melihat arti kerja dalam kehidupan, cara bekerja dan hakikat bekerja. Dalam Islam, iman banyak dikaitkan dengan amal. Dengan kata lain, kerja yang merupakan bagian dari amal tak lepas dari kaitan iman seseorang. Idealnya, semakin tinggi iman itu maka semangat kerjanya juga tidak rendah. Ungkapan iman sendiri berkaitan tidak hanya dengan hal-hal spiritual tetapi juga program aksi.
Dalam kehidupan sehari-hari sebagai umat Islam selain diperintahkan untuk beribadah Allah memerintahkan untuk bekerja (berusaha).
Di dalam Al-Qur’an dan Hadist sudah jelas tentang pekerjaan yang baik dan bagaimana kita memperoleh rezeki dengan cara yang diridhai Allah SWT. Hal ini sangat penting sekali dibahas, karena semua orang dunia ini pasti membutuhkan makanan, sandang maupun papan.Disini pasti manusia berlomba-lomba atau memenuhi kebutuhannya tersebut dengan bekerja untuk mendapatkan yang diinginkan sehingga kita juga harus tahu, bahwa semua yang kita dapatkan semuanya dari Allah SWT dan itu semua hanya titipan Allah SWT semata.Sebagai umatnya diwajibkan mengembangkannya dengan baik dan hati-hati. Untuk itu Hadist tentang ini sangat diperlukan demi kelangsungan umat sehari-hari.
Agama Islam yang berdasarkan al-Qur’an dan al-Hadits sebagai tuntunan dan pegangan bagi kaum muslimin mempunyai fungsi tidak hanya mengatur dalam segi ibadah saja melainkan juga mengatur umat dalam memberikan tuntutan dalam masalah yang berkenaan dengan kerja.
Rasulullah SAW bersabda: “bekerjalah untuk duniamu seakan-akan kamu hidup selamanya, dan beribadahlah untuk akhiratmu seakan-akan kamu mati besok.” Dalam ungkapan lain dikatakan juga, “Tangan di atas lebih baik dari pada tangan di bawah, Memikul kayu lebih mulia dari pada mengemis, Mukmin yang kuat lebih baik dari pada mukslim yang lemah. Allah menyukai mukmin yang kuat bekerja.”
Dalam situasi globalisasi saat ini, kita dituntut untuk menunjukkan etos kerja yang tidak hanya rajin, gigih, setia, akan tetapi senantiasa menyeimbangkan dengan nilai-nilai Islami yang tentunya tidak boleh melampaui rel-rel yang telah ditetapkan al-Qur’an dan as-Sunnah. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.Amin.

B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka pemakalah merumskan masalah yang akan di bahas dalam makalah ini antara lain sebagai berikut:

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Redaksi Hadis
حد يث أ بي هريرة رضي ا الله عنه قل: قل رسول ا لله صلى ا لله عليه وسلم: لأن يحتطب احدكم حز مة على ظهره خير من أن يسأل احدا فيعطيه او يمنعه

Abu hurairah r.a berkata: Rasulullah SAW bersabda: “Jika seseorang itu pergi mencari kayu, lalu di angkat seikat kayu di atas punggungnya (yakni untuk di jual di pasar) maka itu lebih baik baginya daripada minta kepada seseorang baik di beri atau di tolak” (H.R Bukhari dan Muslim)
B.     Penjelasan Hadis tentang Etos Kerja
.                 Etos kerja ialah suatu sikap jiwa seseorang untuk melaksanakan suatu pekerjaan dengan perhatian yang penuh. Maka pekerjaaan itu akan terlaksana dengan sempurna walaupun banyak kendala yang harus diatasi, baik karena motivasi kebutuhan atau karena tanggung jawab yang tinggi.
Ethos berasal dari bahasa Yunani yang berarti sikap, kepribadian, watak, karakter serta keyakinan atas sesuatu.Sikap ini tidak saja dimiliki oleh individu, tetapi juga oleh kelompok bahkan masyarakat.Ethos dibentuk oleh berbagai kebiasaan, pengaruh, budaya serta sistem nilai yang diyakininya.
Dari kata etos ini dikenal pula kata etika yang hamper mendekati pada pengertian akhlak atau nilai-nilai yang berkaitan dengan baik buruk moral sehingga dalam etos tersebut terkandung gairah atau semangat yang amat kuat untuk mengerjakan sesuati secara optimal lebih baik dan bahkan berupaya untuk mencapai kualitas kerja yang sesempurna mungkin.
Etos kerja seorang muslim adalah semangat untuk menapaki jalan lurus, dalam hal mengambil keputusan pun, para pemimpin harus memegang amanah terutama para hakim. Hakim berlandaskan pada etos jalan lurus tersebut sebagaimana Dawud ketika ia diminta untuk memutuskan perkara yang adil dan harus didasarkan pada nilai-nilai kebenaran, maka berilah keputusan (hukumlah) di antara kami dengan adil dan janganlah kamu menyimpang dari kebenaran dan tunjuklah (pimpinlah) kami ke jalan yang lurus (QS. Ash Shaad : 22)


Dalil Q.S. Al-mujadilah
a.      Terjemah

Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.

b.      Asbabun nuzul

Ketika Rasulullah sedang berkumpul dengan para sahabat di dalam suatu majlis, datanglah para sahabat pahlawan perang badar, orang-orang yang berada di dalam majlis itu tiada memberi tempat kepada orang yang baru datang. Rasulullah menyuruh kepada sahabat yang duduk untuk berdiri dan sahabat tersebut merasa tida enak, dan turun surat al-mujadilah.

c.       Kandungan

1.   Berlapang-lapanglah dalam suatu pertemuan dengan memberikan tempat kepada saudara-saudara kita yang baru datang.
2.   Jika pemimpin sidang/panitia meminta meluangkan beberapa tempat duduk untuk orang-orang yang dihormati hendaklah permintaan itu dihendaki.
3.   Allah akan meninggikan derajat orang-orang yang berkumpul pada tiga hal, yaitu orang yang beriman, berilmu, dan beramal shaleh.
4.   Berusaha mencari ilmu, baik agama maupun yang lainnya, yang bermanfaat bagi orang lain.
5.   Orang yang beriman dan berilmu akan dimulyakan dan ditinggikan derajatnya oleh allah.

d.      Implementasi dalam kehidupan sehari-hari

a.      Berusaha dan bekerja keras.
b.      Ihklas dalam melakukan pekerjaan.

1.      Dalil Q.S Al-jumuah
a.      Terjemah
Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum'at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli .Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.

b.      Asbabun nuzul
Diriwayatkan dalam sebuah hadits
Ketika rosulluwlah sedang berkhutbah jumat, tiba-tiba datanglah para pedagang dengan membawa dagangannya.Dan para sahabat yang sedang mendengarkan khutbah itu berdiri mengerumuni para pedagang yang baru datang tersebut.Melihat kejadian itu turunlah Q.S al-jumuah ayat 9-10.

c.       Kandungan
Ayat  9
1.      Memerintahkan supaya orang yang beriman ketika terdengar panggilan adzan hendaklah melaksanakan shalat jumat
2.      ketika terdengar panggilan adzan semua aktivitas harus ditinggalkan dan bersegera untuk melaksanakan shalat jumat.
Ayat 10
1.      beramal untuk kepentingan akhirat.
2.      Berusaha untuk mencari rizki di bumi setelah menjalankan shalat.
3.      Senantiasa berdjikir atau mengat allah.
4.      Hidup manusia harus seimbang antara duniawi dan akhirat.

d.      Implementasi dalam kehidupan sehari-hari

1.      Kembali bekrja apabila sudah melakukan ibadah shalat.
2.      Berusaha berbuat amal.
3.      Saat bekerja maupun tidak berusaha untuk mengingat allah.

C.    Aspek Pekerjaan dalam Islam

Aspek pekerjaan dalam Islam meliputi empat hal yaitu :
1.         Memenuhi kebutuhan sendiri
Islam sangat menekankan kemandirian bagi pengikutnya. Seorang muslim harus mampu hidup dari hasil keringatnya sendiri, tidak bergantung pada orang lain.  Hal ini diantaranya tercermin dalah hadist berikut :
عن أبي عبد الله الزبير بن العوام رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: لأن يأخذ أحدكم أحبله ثم يأتي الجبل، فيأتي بحزمةٍ من حطبٍ على ظهره فيبيعها، فيكف الله بها وجهه، خيرٌ له من أن يسأل الناس،أعطوه أو منعوه. رواه البخاري.
Dari Abu Abdillah yaitu az-Zubair bin al-Awwam r.a., katanya: “Rasulullah s.a.w. bersabda: “Niscayalah jikalau seseorang dari engkau semua itu mengambil tali-talinya – untuk mengikat – lalu ia datang di gunung, kemudian ia datang kembali – di negerinya – dengan membawa sebongkokan kayu bakar di atas punggungnya, lalu menjualnya,kemudian dengan cara sedemikian itu Allah menahan wajahnya – yakni dicukupi kebutuhannya, maka hal yang semacam itu adalah lebih baik baginya daripada meminta-minta sesuatu pada orang-orang, baik mereka itu suka memberinya atau menolaknya.” (Riwayat Bukhari)
Rasullullah memberikan contoh kemandirian yang luar biasa, sebagai pemimpin nabi dan pimpinan umat Islam beliau tak segan menjahit bajunya sendiri, beliau juga seringkali turun langsung ke medan jihad, mengangkat batu, membuat parit, dan melakukan pekerjaan-pekerjaan lainnya.
Para sahabat  juga memberikan contoh bagaimana mereka bersikap mandiri, selama sesuatu itu bisa dia kerjakan sendiri maka dia tidak akan meminta tolong orang lain untuk mengerjakannya. Contohnya, ketika mereka menaiki unta dan ada barangnya yang jatuh maka mereka akan mengambilnya sendiri tidak meminta tolong lain.

2.      Memenuhi kebutuhan keluarga
Bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarga yang menjadi tanggungannya adalah kewajian bagi seorang muslim, hal ini bisa dilihat dari hadist berikut :
قال رسول الله(صلى الله عليه وسلم):” كفى بالمرء إثماً أن يضيع من يقوترواه أحمد وأبو داود وصححه الحاكم وأقره الذهبي من حديث عبدالله ابن عمرو بن العاص.
Rasulullah saw bersabada, “Cukuplah seseorang dianggap berdosa jika ia menelantarkan orang-orang yang menjadi tanggung jawabnya”. (HR. Ahmad, Abu Daud dan al-Hakim)
Menginfaqkan harta bagi keluarga adalah hal yang harus diutamakan, baru kemudian pada lingkungan terdekat, dan kemudian lingkungan yang lebih luas.

3.      Kepentingan seluruh makhluk
Pekerjaan yang dilakukan seseorang bisa menjadi sebuah amal jariyah baginya, sebagaimana disebutkan dalam hadist berikut :
 عن أنس قال النبي صلى الله عليه وسلم : ” ما من مسلم يغرس غرسا أو يزرع زرعا فيأكل منه طير أو إنسان أو بهيمة إلا كان له به صدقة
 Dari Anas, Rasulullah saw bersabda, “Tidaklah seorang mukmin menanam tanaman, atau menabur benih, lalu burung atau manusia atau hewan pun makan darinya kecuali pasti bernilai sedekah baginya”. (HR Bukhari)
Dalam era modern ini banyak sekali pekerjaan kita yang bisa bernilai sebagai amal jariyah.Misalnya kita membuat aplikasi atau tekhnologi yang berguna bagi umat manusia.Karenanya umat Islam harus cerdas agar bisa menghasilkan pekerjaan-pekerjaan yang bernilai amal jariyah.

4.      Bekerja sebagai wujud penghargaan terhadap pekerjaan itu sendiri
Islam sangat menghargai pekerjaan, bahkan seandainya kiamat sudah dekat dan kita yakin tidak akan pernah menikmati hasil dari pekerjaan kita, kita tetap diperintahkan untuk bekerja sebagai wujud penghargaan terhadap pekerjaan itu sendiri. Hal ini bisa dilihat dari hadist berikut :
عن أنس رضي الله عنه عن النبي صلى الله عليه وسلم قال : ” إن قامت الساعة و في يد أحدكم فسيلة , فإن استطاع أن لا تقوم حتى يغرسها فليغرسها
Dari Anas RA, dari Rasulullah saw, beliau bersabda, “Jika hari kiamat terjadi, sedang di tanganmu terdapat bibit tanaman, jika ia bisa duduk hingga dapat menanamnya, maka tanamlah“ (HR Bukhari dan Muslim).

D.    Ciri  -  Ciri Etos Kerja Islami

Dan dalam batas-batas tertentu, ciri-ciri etos kerja islami dan ciri-ciri etos kerja tinggi pada umumnya banyak keserupaannya, utamanya pada dataran lahiriahnya. Ciri-ciri tersebut antara lain : 
1.      Baik dan Bermanfaat
Islam hanya memerintahkan atau menganjurkan pekerjaan yang baik dan bermanfaat bagi kemanusiaan, agar setiap pekerjaan mampu memberi nilai tambah dan mengangkat derajat manusia baik secara individu maupun kelompok.
2.            Kemantapan atau perfectness
Kualitas kerja yang mantap atau perfect merupakan sifat pekerjaan Tuhan (baca: Rabbani), kemudian menjadi kualitas pekerjaan yang islami yang berarti pekerjaan mencapai standar ideal secara teknis. Untuk itu, diperlukan dukungan pengetahuan dan skill yang optimal.Dalam konteks ini, Islam mewajibkan umatnya agar terus menambah atau mengembangkan ilmunya dan tetap berlatih.
3.            Kerja Keras, Tekun dan Kreatif.
Kerja keras, yang dalam Islam diistilahkan dengan mujahadah dalam maknanya yang luas seperti yang didefinisikan oleh Ulama adalah ”istifragh ma fil wus’i”, yakni mengerahkan segenap daya dan kemampuan yang ada dalam merealisasikan setiap pekerjaan yang baik. Dapat juga diartikan sebagai mobilisasi serta optimalisasi sumber daya. Sebab, sesungguhnya Allah SWT telah menyediakan fasilitas segala sumber daya yang diperlukan, tinggal peran manusia sendiri dalam memobilisasi serta mendaya gunakannya secara optimal, dalam rangka melaksanakan apa yang Allah ridhai.
4.           Berkompetisi dan Tolong-menolong
Al-Qur’an dalam beberapa ayatnya menyerukan persaingan dalam kualitas amal shalih.Pesan persaingan ini kita dapati dalam beberapa ungkapan Qur’ani yang bersifat “amar” atau perintah, seperti “fastabiqul khairat” (maka, berlomba-lombalah kamu sekalian dalam kebaikan.Oleh karena dasar semangat dalam kompetisi islami adalah ketaatan kepada Allah dan ibadah serta amal shalih, maka wajah persaingan itu tidaklah seram; saling mengalahkan atau mengorbankan.Akan tetapi, untuk saling membantu (ta’awun).
5.          Objektif (Jujur)
Sikap ini dalam Islam diistilahkan dengan shidiq, artinya mempunyai kejujuran dan selalu melandasi ucapan, keyakinan dan amal perbuatan dengan nilai-nilai  yang benar dalam Islam. Tidak ada kontradiksi antara realita dilapangan dengan konsep kerja yang ada. Dalam dunia kerja dan usaha kejujuran ditampilakan dalam bentuk kesungguhan dan ketepatan, baik ketepatan waktu, janji, pelayanan, mengakui kekurangan, dan kekurangan tersebut diperbaiki secara terus-menerus, serta menjauhi dari berbuat bohong atau menipu
6.        Konsisten dan Istiqamah
Istiqamah dalam kebaikan ditampilkan dalam keteguhan dan kesabaran sehingga menghasilkan sesuatu yang maksimal. Istiqamah merupakan hasil dari suatu proses yang dilakukan secara terus-menerus. Proses itu akan menumbuh-kembangkan suatu sistem yang baik, jujur dan terbuka, dan sebaliknya keburukan dan ketidakjujuran akan tereduksi secara nyata. Orang atau lembaga yang istiqamah dalam kebaikan akan mendapatkan ketenangan dan sekaligus akan mendapatkan solusi daris segala persoalan yang ada. Inilah janji Allah kepada hamba-Nya yang konsisten/istiqamah.
7.      Percaya diri  dan Kemandirian

Sesungguhnya daya inovasi dan kreativitas hanyalah terdapat pada jiwa yang merdeka, karena jiwa yang terjajah akan terpuruk dalam penjara nafsunya sendiri, sehingga dia tidak pernah mampu mengaktualisasikan aset dan kemampuan serta potensi ilahiyah yang ia miliki yang sungguh sangat besar nilainya. Semangat berusaha dengan jerih payah diri sendiri merupakan hal sangat mulia posisi keberhasilannya dalam usaha pekerjaan.
8.           Efisien dan Hemat
Agama Islam sangat menghargai harta dan kekayaan.Jika orang mengatakan bahwa agama Islam membenci harta, adalah tidak benar. Yang dibenci itu ialah mempergunakan harta atau mencari harta dan mengumpulkannya untuk jalan-jalan yang tidak mendatangkan maslahat, atau tidak pada tempatnya, serta tidak sesuai dengan ketentuan agama, akal yang sehat dan ‘urf  (kebiasaan yang baik). Demi kemaslahatan harta tersebut, maka sangat dianjurkan untuk berperilaku hemat dan efisien dalam pemanfaatannya, agar hasil yang dicapai juga maksimal.Namun sifat hemat di sini tidak sampai kepada kerendahan sifat yaitu kikir atau bakhil. Sebagian  ulama membatasi sikap hemat yang dibenarkan kepada perilaku yang berada antara sifat boros dan kikir, maksudnya hemat itu berada di tengah kedua sifat tersebut. Kedua sifat tersebut akan berdampak negatif dalam kerja dan kehidupan, serta tidak memiliki kemanfaatan sedikit pun, padahal Islam melarang sesorang untuk berlaku yang tidak bermanfaat.


E.     Etika Kerja dalam Islam
Dalam memilih seseorang ketika akan diserahkan tugas, rasulullah melakukannya dengan selektif. Diantaranya dilihat dari segi keahlian, keutamaan (iman) dan kedalaman ilmunya.Beliau senantiasa mengajak mereka agar itqon dalam bekerja.Sebagaimana dalam awal tulisan ini dikatakan bahwa banyak ayat al-Qur’an menyatakan kata-kata iman yang diikuti oleh amal saleh yang orientasinya kerja dengan muatan ketaqwaan.
Pandangan Islam tentang pekerjaan perlu kiranya diperjelas dengan usaha sedalam-dalamnya.Sabda Nabi SAW yang amat terkenal bahwa nilai-nilai suatu bentuk kerja tergantung pada niat pelakunya.Dalam sebuah hadits diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, Rasulullah bersabda bahwa “sesungguhnya (nilai) pekerjaan itu tergantung pada apa yang diniatkan.”(HR. Bukhari dan Muslim).
Perlu kiranya dijelaskan disini bahwa kerja mempunyai etika yang harus selalu diikut sertakan didalamnya, oleh karenanya kerja merupakan bukti adanya iman dan barometer bagi pahala dan siksa.Hendaknya setiap pekerjaan disampung mempunyai tujuan akhir berupa upah atau imbalan, namun harus mempunyai tujuan utama, yaitu memperoleh keridhaan Allah SWT.Prinsip inilah yang harus dipegang teguh oleh umat Islam sehingga hasil pekerjaan mereka bermutu dan monumental sepanjang zaman.

Jika bekerja menuntut adanya sikap baik budi, jujur dan amanah, kesesuaian upah serta tidak diperbolehkan menipu, merampas, mengabaikan sesuatu dan semena-mena, pekerjaan harus mempunyai komitmen terhadap agamanya, memiliki motivasi untuk menjalankan seperti bersungguh-sungguh dalam bekerja dan selalu memperbaiki muamalahnya. Disamping itu mereka harus mengembangkan etika yang berhubungan dengan masalah kerja menjadi suatu tradisi kerja didasarkan pada prinsip-prinsip Islam.
Bagaimana Islam memandang kerja? Dalam kajian tasawuf , posisi manusia terhadap kerja dapat dibagi ke dalam 2 kategori atau 2 tipe . Tipe pertama  adalah orang yang berada di maqom tajrid, artinya orang – orang yang posisinya sudah tidak lagi membutuhkan kerja. Beberapa faktor yang menyebabkan seseorang tidak membutuhkan kerja misalnya karena usia yang sudah lanjut, atau mungkin terlalu kecil untuk melakukan pekerjaan, atau karena orang tersebut sudah mempunyai satu tingkat tertentu dalam hidupnya sehingga tidak menginginkan berbagai kesenangan yang mengharuskan dia kerja . Misalnya, orang yang hidupnya sudah mapan atau karena dia memilih hidup sederhana. Dia tidak mempunyai keinginan – keinginan lain secara berlebihan kecuali, kebutuhan – kebutuhan yang sangat primer . Mungkin orang tersebut sudah menyerahkan hidupnya untuk kepentingan lain, misalnya beribadah. Tapi sebaliknya, ada tipe kedua yaitu orang yang berada pada maqom ikhtiyar, masih memerlukan usaha . Mengapa? Sebab dia masih membutuhkan rumah , kendaraan, baju baru, menyekolahkan anak, dan berbagai kebutuhan lain. Oleh sebab itu , jika ada orang yang masih menginginkan makan enak tetapi tidak mau bekerja, pada dasarnya dia menempatkan sesuatu bukan pada tempatnya . Mestinya dia berada pada maqom ikhtiyar tetapi menjadikan diri do maqom tajrid .

PANDANGAN ISLAM TENTANG ETOS KERJA

1.      Islam memaknai tujuan bekerja tidak hanya dalam kehidupan duniawi tetapi juga berdimensi jangka panjang yaitu kehidupan akherat, dan dengan harapan masuk surga. Oleh sebab itulah dalam bekerja kita tidak menghalalkan segala cara namun mengikuti aturan dan mencari ridho Allah SWT.
2.      Bekerja menjadi salah satu bagian dari syariat Islam dan keharaman berpangku tangan serta bermalas-malasan bagi orang yang     berkemampuan untuk bekerja. Allah SWT berfirman: Dan katakanlah, Bekerjalah kamu, maka Allah akan melihat pekerjaanmu, begitu juga Rasul-Nya dan orang-orang yang mu’min, dan kamu akan dikembalikan kepada [Allah] Yang Mengetahui yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakannya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan. (At-Taubah : 105).
3.      Suatu hari Nabi Muhammad saw menemui seorang sahabatnya bernama Sa’ad al-Anshari yang memperlihatkan tangannya yang melepuh karena bekerja sebagai tukang penghancur batu. Nabi bertanya “Wahai Saad, mengapa tanganmu hitam, kasar dan melepuh ?” Saad menjawab, “tangan ini kupergunakan untuk mencari nafkah bagi keluargaku ya Rasul Allah”. Nabi yang mulia seketika mengambil tangan Saad dan menciumnya seraya berkata, “Demi Allah, Saad, tangan yang seperti ini tidak akan pernah tersentuh api neraka”.
2.      Begitu besarnya penghargaan Islam terhadap kesungguhan bekerja ini, hingga Islam (Allah swt) menempatkannya dalam kategori ibadah. Artinya, aktivitas kerja dalam pandangan Allah (Islam) merupakan bagian dari ibadah yang akan mendapatkan bukan saja keuntungan material, tetapi juga pahala dari sisi Allah swt. Bahkan dalam beberapa hadits dikatakan, bahwa bekerja dengan sungguh-sungguh dapat menghapuskan dosa yang tidak bisa dihapus oleh aktivitas ibadah ritual sekalipun.
3.      Barangsiapa pada malam hari merasakan kelelahan dari upaya keterampilan kedua tangannya pada siang harinya, maka pada malam itu ia diampuni.” [HR. Ahmad]
4.      Sesungguhnya, di antara perbuatan dosa ada dosa yang tidak bisa terhapus (ditebus) oleh pahala shalat, sedekah (zakat), ataupun haji, namun hanya dapat ditebus dengan kesusahan dalam mencari nafkah penghidupan.” [HR. Tabrani]
5.      Seseorang akan dikenal dan diperhitungkan berdasarkan kerja yang dilakukan. Selain kerja sebagai usaha memenuhi kebutuhan, juga sebagai penunjukkan jati diri masyarakat dengan ideologi yang diyakininya. Masyarakat di beberapa negara maju asia seperti Jepang, Korea Selatan dan Hongkong dikenal sebagai masyarakat pekerja. Satu dengan yang lain saling berlomba untuk bisa menjadi yang terbaik di Asia. Itulah yang disebut dengan fighting Spirit (semangat bersaing) dalam rangka mencapai idealisme ideologi yang mereka anut.
6.      Fighting Spirit sudah ada dalam sistem ajaran islam. Dianjurkan kepada pemeluknya untuk berlomba-lomba dalam kebaikan (fastabiqul khairat). Allah berfirman :
7.      “Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah kamu (dalam berbuat) kebaikan. Di mana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS. Al-Baqarah : 148)
8.      Berniat untuk bekerja dengan cara-cara yang sah dan halal menuju ridha Allah adalah visi dan misi setiap muslim. Berpangku tangan merupakan perbuatan tercela dalam agama Islam. Umar bin Khattab pernah menegur seseorang yang sering duduk berdo’a di mesjid tanpa mau bekerja untuk meningkatkan kesejahteraan dirinya. Umar berkata, Janganlah salah seorang kamu duduk di mesjid dan berdo’a, “Ya Allah berilah aku rezeki”. Sedangkan ia tahu bahwa langit tidak akan menurunkan hujan emas dan hujan perak. Maksud perkataaan Umar ini adalah bahwa seseorang itu harus bekerja dan berusaha, bukan hanya bedo’a saja dengan mengharapkan bantuan orang lain.
9.      Ada tiga tahapan yang harus dilakukan seseorang agar prestasi kerja meningkat dan kerjapun bernilai ibadah.
10.  Pertama, kerja keras. Ukuran kerja keras adalah kesempatan berbuat, tanpa pamrih.
11.  Kedua, kerja cerdas. Kepasifan dalam menghadapi pekerjaan membatasi seseorang tidak berusaha meningkatkan kemampuan profesionalismenya. Profesionalisme biasanya dijadikan ukuran dalam peningkatan prestasi di setiap pekerjaan.
12.  Ketiga, ikhlas. Ukuran ikhlas berdasarkan ajaran Islam. Ikhlas dalam berkarya adalah kunci kejujuran. Banyak para pekerja yang dalam pekerjaannya tekun dan cerdas namun tidak ikhlas yang pada akhirnya menjadi petaka.
13.  Dalam mengerjakan sesuatu, seorang muslim selalu melandasinya dengan mengharap ridha Allah. Ini berimplikasi bahwa ia tidak boleh melakukan sesuatu dengan sembrono, sikap seenaknya, dan secara acuh tak acuh. Sehubungan dengan ini, optimalisasi nilai hasil kerja berkaitan erat dengan konsep ihsan. Ihsan berkaitan dengan etos kerja, yaitu melakukan pekerjaan dengan sebaikmungkin, sesempurna mungkin atau seoptimal mungkin. Allah mewajibkan atas segala sesuatu, sebagaimana firman-Nya, “Yang membuat segala sesuatu yang Dia ciptakan sebaik-baiknya“. (QS. As-Sajdah [32]: 7).
14.  Selain itu muslim pun diminta itqan dalam mengerjakan sesuatu. Itqan berarti membuat atau mengerjakan sesuatu secara sungguh-sungguh dan teliti sehingga rapi, indah, tertib dan bersesuaian dengan yang lain dari bagian-bagiannya. Allah SWT berfirman, “Seni ciptaan Allah yang membuat dengan teliti (atqana) segala sesuatu” (QS. An-Naml [27]: 88).
15.  Dengan demikian, bila Allah melakukan ihsan kepada manusia, maka manusia pun dituntut melakukan ihsan dalam kehidupan. Tegasnya, perintah ihsan merupakan perintah kepada umat Islam untuk melakukan pekerjaan dengan sebaik mungkin. Semangat ini akan melahirkan etos kerja umat Islam yang tinggi dalam setiap profesi yang mereka tekuni.
16.  Monastisisme dan asketisisme dilarang dalam Islam. Monastisisme adalah pandangan atau sikap hidup menyendiri di suatu tempat dengan menjauhkan diri dari kehidupan masyarakat. Tujuannya hanya untuk bertapa tanpa niat untuk melakukan perubahan dan perbaikan masyarakat. Sedangkan asketisme adalah pandangan atau sikap hidup keagamaan yang menganggap pantang segala kenikmatan dunia atau dengan penyiksaan diri dalam rangka beribadat dan mendekatkan diri kepada Tuhan.
17.  Semua yang dipaparkan diatas itumenuju kepada suatu nuktah yang amat fundamental dalam sistem ajaran islam, yaitu bahwa kerja atau amal, adalah bentuk keberadaan (mode of existence) manusia. Artinya, manusia ada karena kerja, dan kerja itulah yang membuat atau mengisi eksistensi kemanusiaan kita. Jadi jika failasuf  Perancis, Rene Descartes, terkenal dengan ucapannya, “Aku berpikir, maka aku ada”(Cogito ergo sum- Latin; Je pense, donc je suis – Perancis),karena berpikir baginya adalah bentuk wujud manusia,  maka sesungguhnya dalam ajaran islam ungkapan itu seharusnya berbunyi “Aku berbuat, maka aku ada. “
18.  Pandangan ini sentral sekali dalam sistem ajaran Al Qur-an. Ditegaskan bahwa manusia tidak akan mendapatkan sesuatu apa pun kecuali yang ia usahakan sendiri.
19.  Itulah yang dimaksudkan dengan ungkapan bahwa kerja adalah bentuk eksistensi manusia. Yaitu bahwa harga manusia – yakni, apa yang dimilikinya – tidak lain ialah amal perbuatan atau kerjanya itu. Manusia ada karena amalnya, dan dengan amalnya yang baik itu manusia mampu mencapai harkat yang setinggi-tingginya, yaitu bertemu Robb nya dengan penuh keridhoan.
20.  “Barangsiapa benar–benar mengharap bertemu Robbnya, maka hendaknya ia berbuat baik, dan hendaknya dalam beribadat kepada Robbnya itu ia tidak melakukan syirik” QS Al Kahfi (18) : 110
21.  Melakukan syirik bermakna, ketika tujuan pekerjaan kita telah beralih tidak lagi kepada Alloh Swt yang seharusnya menjadi sumber nilai intrinsik pekerjaan manusia, tapi malah kepada selain Nya.  Na’udzu billahi min Dzalik


BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Etos kerja merupakan semangat untuk bekerja.Bekerja itu sendiri merupakan melakukan usaha kegiatan untuk mencapai tujuan. Adapun hadist mengenai etos kerja diantaranya: Hadist mengenai pekerjaan yang paling baik, larangan meminta-minta. Adapun pekerjaan yang paling baik adalah seseorang yang bekerja dengan tangannya sendiri dan apabila berdagang ataupun berjualan yang bersih.Adapun pekerjaan yang kurang disukai Allah SWT ataupun dilarang adalah meminta-minta atau mengemis.
Etika kerja dalam Islam yang perlu diperhatikan adalah
(1) Adanya keterkaitan individu terhadap Allah sehingga menuntut individu untuk bersikap cermat dan bersungguh-sungguh dalam bekerja, berusaha keras memperoleh keridhaan Allah dan mempunyai hubungan baik dengan relasinya.
(2) Berusaha dengan cara yang halal dalam seluruh jenis pekerjaan.
(3) tidak memaksakan seseorang, alat-alat produksi atau binatang dalam bekerja, semua harus dipekerjakan secara professional dan wajar.
(4) tidak melakukan pekerjaan yang mendurhakai Allah yang ada kaitannya dengan minuman keras, riba dan hal-hal lain yang diharamkan Allah.
(5) Professionalisme dalam setiap pekerjaan.
(6) Islam menempatkan “Kerja” sebagai hal yang luhur dan bahkan menempatkannya sebagai salah satu wujud ibadah, selama niatnya benar dan prakteknya tidak menyalahi aturan Allah Swt.,


DAFTAR PUSTAKA

5.      Hasan, M. Tholhah, “Islam dan masalah sumber daya manusia”, Jakarta Selatan: Lantabora press, 2003. 

6.      Hasan, M. Tholhah, “Dinamika kehidupan religius”, Jakarta Utara: Listafanska Putra, 2004.


Wallahu 'A'lam bish Showaab.
Wasslam,
http://aminazra.blogspot.com

1 komentar:

ESQ Corner mengatakan...

Thanks infonya...

Posting Komentar