Latest Entries »

Jumat, 21 Februari 2014

SEMINAR MOTIVASI BELAJAR GO DI MAN 3 KOTA CIREBON



Ilmu Pengetahuan Dan Teknologi Dalam Islam
Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas Al-Qur’an-Hadits
Guru pembimbing : Amingsa, S.Pd. I, M.A




Disusun Oleh Kelompok 5:
1.     Linda Ayuningsih
2.     Aroem Widjayantie
3.     Dyah Ayuni Rizky
4.     Inayatul Maula
5.     Nurlaeli
6.     Siti Juleha
7.     Ulfahanif  Islamyyah
8.     Yuni

KEMENTERIAN AGAMA KOTA CIREBON
MAN 3 KOTA CIREBON
Jl. Pilang Raya No. 31 Telp. (0231) 202914 KOTA CIREBON



KATA PENGANTAR


Bismillahirrahmanirrahim.

Puji Syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas Rahmat dan Hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik serta tepat pada waktunya. Shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada Nabi besar Muhammad SAW beserta keluarganya, para sahabatnya, tabi’in-tabi’in hingga sampai kepada kita selaku umatnya. Aamiin

Kami mengucapkan terimakasih kepada Guru pembimbing kami Amingsa, S.Pd.I, M.A yang telah membimbing kami dalam menyelesaikan makalah ini. Tak lupa juga beberapa pihak lain dan teman-teman yang sudah membantu baik secara materi maupun non-materi.

Makalah ini terdiri dari berbagai referensi baik melalui media masa maupun elektronik dan internet. Meski demikian, makalah ini masih banyak kekurangan untuk itu, saran pembaca sangat membantu untuk perbaikan makalah ini kedepan. Akhir kata semoga makalah ini dapat bermanfaat.



                                                                                                              Cirebon,   Januari 2014          

                                                                                                                                   Penulis



  
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Manusia pada dasarnya memiliki akal dan fikiran untuk memahami fenomena alam dalam ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. Namun, keadaan manusia saat ini menyebabkan iptek (ilmu pengetahuan dan teknologi) semakin terpisah dari Islam. Oleh karena itu, manusia perlu diingatkan bahwa saat ini Iptek telah jauh dari Islam, penggunaannya telah disalahgunakan dan tidak dipergunakan dengan bijak. Ilmuan-ilmuan Islam telah banyak muncul dalam peradaban ilmu pengetahuan, hanya saja keberadaan mereka kurang diketahui atau bahkan teori-teorinya diakui oleh Ilmuan non Islam. 

1.2 Rumusan Masalah
1.                  Bagaimana pandangan Iptek secara umum ?
2.                  Bagaimana Iptek menurut pandangan islam ?
3.                  Bagaimana keutamaan orang beriman dan beramal?
1.3 Tujuan
1.                  Untuk mengetahui pandangan Iptek secara umum.
2.                  Untuk mengetahui pandangan Iptek menurut Islam.
3.                  Uuntuk mengetahui keutamaan orang beriman dan beramal.


BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK)
IPTEK adalah akronim dari Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, dimana dari akronim tersebut mempunyai artinya sendiri, baik Ilmu, Pengetahuan, maupun Teknologi. Ilmu dapatlah dipandang sebagai produk, sebagai proses, dan sebagai paradigma etika. Ilmu dipandang sebagai proses karena ilmu merupakan hasil dari kegiatan sosial, yang berusaha memahami alam, manusia dan perilakuknya baik secara individu atau kelompok. Ilmu sebagai produk artinya ilmu diperoleh dari hasil metode keilmuan yang diakui secara umum dan sifatnya yang universal. Oleh karena itu ilmu dapat diuji kebenarannya, sehingga tidak mustahil suatu teori yang sudah mapan suatu saat dapat ditumbangkan oleh teori lain. Ilmu sebagai paradigma ilmu, karena ilmu selain universal, komunal, juga alat meyakinkan sekaligus dapat skeptis, tidak begitu saja mudah menerima kebenaran. Istilah ilmu yang dikemukakan di atas berbeda dengan istilah pengetahuan. Ilmu diperoleh melalui kegiatan metode ilmiah atau epistemology. Jadi, epistemology merupakan pembahasan bagaimana mendapatkan pengetahuan. Epistemologi ilmu tercermin dalam kegiatan metode ilmiah. Sedangkan pengetahuan adalah pikiran atau pemahaman di luar atau tanpa kegiatan metode ilmiah, sifatnya dapat dogmatis, banyak spekulasi dan tidak berpijak pada kenyataan empiris. Sumber pengetahuan dapat berupa hasil pengalaman berdasarkan akal sehat (common sense) yang disertai mencoba-coba, intuisi (pengetahuan yang diperoleh tanpa penalaran) dan wahyu (merupakan pengetahuan yang diberikan Tuhan kepada para nabi atau utusan-Nya). Adapun beberapa definisi ilmu menurut para ahli seperti yang dikutip oleh Bakhtiar tahun 2005 diantaranya adalah:
a. Mohamad Hatta,
mendefinisikan ilmu adalah pengetahuan yang teratur tentang pekerjaan hukum kausal dalam suatu golongan masalah yang sama tabiatnya, maupun menurut kedudukannya tampak dari luar, maupun menurut bangunannya dari dalam.
b. Ralph Ross dan Ernest Van Den Haag,
mengatakan ilmu adalah yang empiris, rasional, umum dan sistematik, dan ke empatnya serentak.
c. Karl Pearson,
mengatakan ilmu adalah lukisan atau keterangan yang komprehensif dan konsisten tentang fakta pengalaman dengan istilah yang sederhana.
d. Ashley Montagu,
menyimpulkan bahwa ilmu adalah pengetahuan yang disusun dalam satu sistem yang berasal dari pengamatan, studi dan percobaan untuk menentukan hakikat prinsip tentang hal yang sedang dikaji.
e. Harsojo,
menerangkan bahwa ilmu merupakan akumulasi pengetahuan yang disistemasikan dan suatu pendekatan atau metode pendekatan terhadap seluruh dunia empiris yaitu dunia yang terikat oleh faktor ruang dan waktu, dunia yang pada prinsipnya dapat diamati oleh panca indera manusia. Lebih lanjut ilmu didefinisikan sebagai suatu cara menganalisis yang mengijinkan kepada ahli-ahlinya untuk menyatakan suatu proposisi dalam bentuk : “ jika .... maka “.
f. Afanasyef,
menyatakan ilmu adalah manusia tentang alam, masyarakat dan pikiran. Ia mencerminkan alam dan konsep-konsep, katagori dan hukum-hukum, yang ketetapannya dan kebenarannya diuji dengan pengalaman praktis.

2.2 Sains dan Teknologi
Merupakan suatu hakikat yang nyata bahwa sains dan teknologi adalah cabang-cabang ilmu mempunyai hubungan erat dan saling melengkapi diantara satu dengan yang lain. Faham ini telah di yakini sejak abad ke-19 M yaitu ketika teknologi telah meningkat secara mendadak dari segi kuantiti dan mutunya. Pada masa sekarang sains dan teknologi bukan saja merupakan cabang-cabang ilmu yang melengkapi dan tidak dapat dipisahkan, malah ilmu-ilmu tersebut mempunyai kaitan dengan perubahan sosial yang berdasarkan kepada faham-faham dasar mengenai manusia dan alam semesta.

2.3 IPTEK dilihat dari pandangan Islam
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) menurut pandangan Al-Qur’an mengundang kita untuk menengok sekian banyak ayat Al-Qur’an yang berbicara tentang alam raya. Menurut ulama terdapat 750 ayat Al-Qur’an yang menjelaskan tentang alam beserta fenomenanya dan memerintahkan manusia untuk mengetahui dan memanfaatkannya. Allah SWT berfirman dalam QS Al-Baqarah ayat 31 yang artinya :“Dan dia ajarkan kepada Adam nama-nama (benda) semuanya, kemudian diperintahkan kepada malaikat-malaikat, seraya berfirman “Sebutkan kepadaku nama semua (benda) ini, jika kamu yang benar”. Dari ayat di atas yang dimaksud nama-nama adalah sifat, ciri, dan hukum sesuatu. Ini berarti manusia berpotensi mengetahui rahasia alam semesta. Adanya potensi tersebut, dan tersedianya lahan yang diciptakan Allah, serta ketidakmampuan alam untuk membangkang pada perintah dan hukum-hukum Tuhan, menjadikan ilmuwan dapat memperoleh kepastian mengenai hukum-hukum alam. Karenanya, semua itu menghantarkan pada manusia berpotensi untuk memanfaatkan alam itu merupakan buah dari ilmu pengetahuan dan teknologi. Al-Qur’an memerintahkan manusia untuk terus berupaya meningkatkan kemampuan ilmiahnya. Jangankan manusia biasa, Rasul Allah Muhammad SAW pun diperintahkan agar berusaha dan berdoa agar selalu ditambah pengetahuannya (QS Yusuf : 72).
Hal ini dapat menjadi pemicu manusia untuk terus mengembangkan teknologi dengan memanfaatkan anugerah Allah yang dilimpahkan kepadanya. Karena itu, laju IPTEK memang tidak dapat dibendung, hanya saja mabusia dapat berusaha mengarahkan diri agar tidak diperturutkan nafsunya untuk mengumpulkan harta dan IPTEK yang dapat membahayakan dirinya dan yang lainnya.
 
2.4 Ilmu Pengetahuan dan Teknologi di jaman Islam
Islam pernah berjaya di bidang IPTEK sekitar abad VIII sampai dengan abad XIII. Tradisi keilmuan umat Islam dipelopori oleh Al-Kindi (filosof penggerak dan pengembang ilmu pengetahuan) yang mengatakan bahwa Islam itu dapat memperoleh ilmu pengetahuan dan teknologi dari manapun sumbernya, asalkan tidak bertenangan dengan akidah dan syariat. Hal ini sejalan dengan hadits nabi yang menyuruh umatnya berlayar sampai ke negeri China untuk memperoleh ilmu pengetahuan. Padahal China adalah negara non muslim. Menurut Harun Nasution, pemikiran rasional berkembang pada jaman Islam (650-1250 M). Pemikiran ini dipengaruhi oleh persepsi tentang bagaimana tingginya kedudukan akal seperti yang terdapat dalam al-Qur`an dan hadits. Persepsi ini bertemu dengan persepsi yang sama dari Yunani melalui filsafat dan sains Yunani yang berada di kota-kota pusat peradaban Yunani di Dunia Islam Zaman Klasik, seperti Alexandria (Mesir), Jundisyapur (Irak), Antakia (Syiria), dan Bactra (Persia). W. Montgomery Watt menambahkan lebih rinci bahwa ketika Irak, Syiria, dan Mesir diduduki oleh orang Arab pada abad ketujuh, ilmu pengetahuan dan filsafat Yunani dikembangkan di berbagai pusat belajar. Terdapat sebuah sekolah terkenal di Alexandria, Mesir, tetapi kemudian dipindahkan pertama kali ke Syiria, dan kemudian pada sekitar tahun 900 M ke Baghdad. Maka para khalifah dan para pemimpin kaum Muslim lainnya menyadari apa yang harus dipelajari dari ilmu pengetahuan Yunani. Mereka mengagendakan agar menerjemahkan sejumlah buku penting dapat diterjemahkan. Beberapa terjemahan sudah mulai dikerjakan pada abad kedelapan. Penerjemahan secara serius baru dimulai pada masa pemerintahan al-Ma’mūn (813-833 M). Dia mendirikan Bayt al-Ḥikmah, sebuah lembaga khusus penerjemahan. Sejak saat itu dan seterusnya, terdapat banjir penerjemahan besar-besaran. Penerjemahan terus berlangsung sepanjang abad kesembilan dan sebagian besar abad kesepuluh.
2.5 Masa kejayaan dan kemuduran IPTEK di kalangan Islam
Dari buku “Ilmuwan Muslim Sepanjang Sejarah” yang ditulis oleh M. Natsir Arsyad, diperoleh beberapa informasi tentang nama-nama ilmuwan Islam yang mengharumkan namanya. Diantaranya adalah Al-Khawārizmī (Algorismus atau Alghoarismus) merupakan tokoh penting dalam bidang matematika dan astronomi. Istilah teknis algorisme diambil dari namanya. Dia memberi landasan untuk aljabar. Istilah “algebra” diambil dari judul karyanya. Karya-karyanya adalah rintisan pertama dalam bidang aritmatika yang menggunakan cara penulisan desimal seperti yang ada dewasa ini, yakni angka-angka Arab. Al-Khawārizmī dan para penerusnya menghasilkan metode-metode untuk menjalankan operasi-operasi matematika yang secara aritmatis mengandung berbagai kerumitan, misalnya mendapatkan akar kuadrat dari satu angka. Di antara ahli matematika yang karyanya telah diterjemahkan ke dalam bahasa Latin adalah al-Nayrīzī atau Anaritius (w. 922 M) dan Ibn al-Haytham atau Alhazen (w. 1039 M). Ibn al-Haytham menentang teori Eucleides dan Ptolemeus yang menyatakan bahwa sinar visual memancar dari mata ke obyeknya, dan mempertahankan pandangan kebalikannya bahwa cahayalah yang memancar dari obyek ke mata. Di bidang astronomi, al-Battānī (Albategnius) menghasilkan table-tabel astronomi yang luar biasa akuratnya pada sekitar tahun 900 M. Ketepatan observasi-observasinya tentang gerhana telah digunakan untuk tujuan-tujuan perbandingan sampai tahun 1749 M. Selain al-Battānī, ada Jābir ibn Aflaḥ (Geber) dan al-Biṭrūjī (Alpetragius). Jābir ibn Aflaḥ dikenal karena karyanya di bidang trigonometri sperik. Di bidang astronomi dan matematika, ada juga Maslamah al-Majrīṭī (w. 1007 M), Ibn al-Samḥ, dan Ibn al-Ṣaffār. Ibn Abī al-Rijāl (Abenragel) di bidang astrologi.

Dalam bidang kedokteran ada Abū Bakar Muḥammad ibn Zakariyyā al-Rāzī atau Rhazes (250-313 H/864-925 M atau 320 H/932 M) , Ibn Sīnā atau Avicenna (w. 1037 M), Ibn Rushd atau Averroes (1126-1198 M), Abū al-Qāsim al-Zahrāwī (Abulcasis), dan Ibn Ẓuhr atau Avenzoar (w. 1161 M). Al-Ḥāwī karya al-Rāzī merupakan sebuah ensiklopedi mengenai seluruh perkembangan ilmu kedokteran sampai masanya. Untuk setiap penyakit dia menyertakan pandangan-pandangan dari para pengarang Yunani, Syiria, India, Persia, dan Arab, dan kemudian menambah catatan hasil observasi klinisnya sendiri dan menyatakan pendapat finalnya. Buku Canon of Medicine karya Ibnu Sīnā sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Latin pada abad ke-12 M dan terus mendominasi pengajaran kedokteran di Eropa setidak-setidaknya sampai akhir abad ke-16 M dan seterusnya. Tulisan Abū al-Qāsim al-Zahrāwī tentang pembedahan (operasi) dan alat-alatnya merupakan sumbangan yang berharga dalam bidang kedokteran.

Dalam bidang kimia ada Jābir ibn Ḥayyān (Geber) dan al-Bīrūnī (362-442 H/973-1050 M). Sebagian karya Jābir ibn Ḥayyān memaparkan metode-metode pengolahan berbagai zat kimia maupun metode pemurniannya. Sebagian besar kata untuk menunjukkan zat dan bejana-bejana kimia yang belakangan menjadi bahasa orang-orang Eropa berasal dari karya-karyanya. Sementara itu, al-Bīrūnī mengukur sendiri gaya berat khusus dari beberapa zat yang mencapai ketepatan tinggi. Tetapi dari tahun ke tahun para ilmuwan muslim yang muncul semakin sedikit, salah satunya dari Negara Indonesia adalah Prof. Dr. B. J. Habibie dalam bidang kedirgantaraan.

Disamping dari tahun ke tahun ilmuwan muslim yang muncul sedikit, menurut Prof. Dr. Abdus Salam dalam bukunya “Sains dan Dunia Islam” yang diterjemahkan oleh Prof. Dr. Achmad Baiquni yang mengatakan : “Pada hemat saya, matinya kegiatan sains di persemakmuran Islam lebih banyak disebabkan faktor-faktor internal”. Ibnu Khaldun seorang tokoh sejarahwan sosial mengatakan : “Kita mendengar baru-baru ini, bahwa di tanah bangsa Franka dan di pesisir Timur Tengah sedang ditumbuhkan ilmu-ilmu filsafat dengan giat”. Atas perkataan Ibnu Khaldun di atas, Prof. Abdus Salam mengatakan : “Ibnu Khaldun tidak memperlihatkan sikap ingin tahu atau menyesal, justru sikap acuh yang hampir mendekati permusuhan”. Dari ungkapan Prof. Abdus Salam tersebut, sejak saat itu telah muncul dikotomi antara ayat-ayat kitabiyyah dan ayat-ayat khauniyyah dikalangan muslim. Jadi timbul persepsi bahwa Islam hanya berbicara tentang ilmu-ilmu sesuai dengan Al-Qur’an, tetapi tanpa mempelajari dan mengembangkan ilmu-ilmu yang ada di Al-Qur’an dengan melihat fenomena-fenomena alam semesta. Sehingga itu merupakan salah satu faktor kemunduran ilmu pengetahuan di kalangan Ummat Islam.
2.6 Q.S Al-‘ALAQ : 1-5

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ {1} خَلَقَ الإِنسَانَ مِنْ عَلَقٍ {2} اقْرَأْ وَرَبُّكَ اْلأَكْرَمُ {3} الَّذِي عَلَّمَ ابِالْقَلَمِ {4} عَلَّمَ اْلإِنسَانَ مَالَمْ يَعْلَمْ {5}


  1.   Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan
  2.   Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah
  3.  Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah
  4.  Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam.
  5.  Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.


“Bacalah! Dengan nama Tuhanmu yang telah mencipta.” (ayat 1). Dalam waktu pertama saja, yaitu “bacalah”, telah terbuka kepentingan pertama di dalam perkembangan agama ini selanjutnya. Nabi SAW disuruh membaca wahyu akan diturunkan kepada beliau itu di atas nama Allah, Tuhan yang telah mencipta.
Yaitu: “Menciptakan manusia dari segumpal darah.” (ayat 2). Yaitu peringkat yang kedua sesudah nuthfah, yaitu segumpal air yang telah berpadu dari mani si laki-laki dengan mani si perempuan, yang setelah 40 hari lamanya, air itu telah menjelma jadi segumpal darah, dan dari segumpal darah itu kelak akan menjelma pula setelah melalui 40 hari, menjadi segumpal daging (Mudhghah).
Nabi bukanlah seorang yang pandai membaca. Beliau adalah ummi, yang boleh diartikan buta huruf, tidak pandai menulis dan tidak pula pandai membaca yang tertulis. Tetapi Jibril mendesaknya juga sampai tiga kali supaya dia membaca. Meskipun dia tidak pandai menulis, namun ayat-ayat itu akan dibawa langsung oleh Jibril kepadanya, diajarkan, sehingga dia dapat menghapalnya di luar kepala, dengan sebab itu akan dapatlah dia membacanya. Tuhan Allah yang menciptakan semuanya. Rasul yang tak pandai menulis dan membaca itu akan pandai kelak membaca ayat-ayat yang diturunkan kepadanya. Sehingga bilamana wahyu-wahyu itu telah turun kelak, dia akan diberi nama Al-Qur’an. Dan Al-Qur’an itu pun artinya ialah bacaan. Seakan-akan Tuhan berfirman: “Bacalah, atas qudrat-Ku dan iradat-Ku.”
Syaikh Muhammad Abduh di dalam Tafsir Juzu’ Ammanya menerangkan: “Yaitu Allah yang Maha Kuasa menjadikan manusia daripada air mani, menjelma jadi darah segumpal, kemudian jadi manusia penuh, niscaya kuasa pula menimbulkan kesanggupan membaca pada seseorang yang selama ini dikenal ummi, tak pandai membaca dan menulis. Maka jika kita selidiki isi Hadis yang menerangkan bahwa tiga kali Nabi disuruh membaca, tiga kali pula beliau menjawab secara jujur bahwa beliau tidak pandai membaca, tiga kali pula Jibril memeluknya keras-keras, buat meyakinkan baginya bahwa sejak saat itu kesanggupan membaca itu sudah ada padanya, apatah lagi dia adalah Al-Insan Al-Kamil, manusia sempurna. Banyak lagi yang akan dibacanya di belakang hari. Yang penting harus diketahuinya ialah bahwa dasar segala yang akan dibacanya itu kelak tidak lain ialah dengan nama Allah jua.”
“Bacalah! Dan Tuhan engkau itu adalah Maha Mulia.” (ayat 3). Setelah di ayat yang pertama beliau disuruh membaca di atas nama Allah yang menciptakan insan dari segumpal darah, diteruskan lagi menyuruhnya membaca di atas nama Tuhan. Sedang nama Tuhan yang selalu akan diambil jadi sandaran hidup itu ialah Allah Yang Maha Mulia, Maha Dermawan, Maha Kasih dan Sayang kepada Makhluk-Nya.
“Dia yang mengajarkan dengan qalam.” (ayat 4). Itulah keistimewaan Tuhan itu lagi. Itulah kemuliaan-Nya yang tertinggi. Yaitu diajarkan-Nya kepada manusia berbagai ilmu, dibuka-Nya berbagai rahasia, diserahkan-Nya berbagai kunci untuk pembuka perbendaharaan Allah, yaitu dengan qalam. Dengan pena! Di samping lidah untuk membaca, Tuhan pun mentakdirkan pula bahwa dengan pena ilmu pengetahuan dapat dicatat. Pena adalah beku dan kaku, tidak hidup, namun yang dituliskan oleh pena itu adalah berbagai hal yang dapat difahamkan oleh manusia “Mengajari manusia apa-apa yang dia tidak tahu.” (ayat 5).
Lebih dahulu Allah Ta’ala mengajar manusia mempergunakan qalam. Sesudah dia pandai mempergunakan qalam itu banyaklah ilmu pengetahuan diberikan oleh Allah kepadanya, sehingga dapat pula dicatatnya ilmu yang baru didapatnya itu dengan qalam yang telah ada dalam tangannya:
“Ilmu pengetahuan adalah laksana binatang buruan dan penulisan adalah tali pengikat buruan itu. Oleh sebab itu ikatlah buruanmu dengan tali yang teguh.”
Maka di dalam susunan kelima ayat ini, sebagai ayat mula-mula turun kita menampak dengan kata-kata singkat Tuhan telah menerangkan asal-usul kejadian seluruh manusia yang semuanya sama, yaitu daripada segumpal darah, yang berasal dari segumpal mani.
Dan segumpal mani itu berasal dari saringan halus makanan manusia yang diambil dari bumi. Yaitu dari hormon, kalori, vitamin dan berbagai zat yang lain, yang semua diambil dari bumi yang semuanya ada dalam sayuran, buah-buahan makanan pokok dan daging. Kemudian itu manusia bertambah besar dan dewasa. Yang terpenting alat untuk menghubungkan dirinya dengan manusia sekitarnya ialah kesanggupan berkata-kata dengan lidah, sebagai sambungan dari apa yang terasa di dalam hatinya. Kemudian bertambah juga kecerdasannya, maka diberikan pulalah kepandaian menulis.
Di dalam ayat yang mula turun ini telah jelas penilaian yang tertinggi kepada kepandaian membaca dan menulis. Berkata Syaikh Muhammad Abduh dalam tafsirnya: “Tidak didapat kata-kata yang lebih mendalam dan alasan yang lebih sempurna daripada ayat ini di dalam menyatakan kepentingan membaca dan menulis ilmu pengetahuan dalam segala cabang dan bahagianya. Dengan itu mula dibuka segala wahyu yang akan turun di belakang.”
Maka kalau kaum Muslimin tidak mendapat petunjuk ayat ini dan tidak mereka perhatikan jalan-jalan buat maju, merobek segala selubung pembungkus yang menutup penglihatan mereka selama ini terhadap ilmu pengetahuan, atau merampalkan pintu yang selama ini terkunci sehingga mereka terkurung dalam bilik gelap, sebab dikunci erat-erat oleh pemuka-pemuka mereka sampai mereka meraba-raba dalam kegelapan bodoh, dan kalau ayat pembukaan wahyu ini tidak menggetarkan hati mereka, maka tidaklah mereka akan bangun lagi selama-lamanya.
Ar-Razi menguraikan dalam tafsirnya, bahwa pada dua ayat pertama disuruh membaca di atas nama Tuhan yang telah mencipta, adalah mengandung qudrat, dan hikmat dan ilmu dan rahmat. Semuanya adalah sifat Tuhan. Dan pada ayat yang seterusnya seketika Tuhan menyatakan mencapai ilmu dengan qalam atau pena, adalah suatu isyarat bahwa ada juga di antara hukum itu yang tertulis, yang tidak dapat difahamkan kalau tidak didengarkan dengan seksama. Maka pada dua ayat pertama memperlihatkan rahasia Rububiyah, rahasia Ketuhanan. Dan di tiga ayat sesudahnya mengandung rahasia Nubuwwat, Kenabian. Dan siapa Tuhan itu tidaklah akan dikenal kalau bukan dengan perantaraan Nubuwwat, dan nubuwwat itu sendiri pun tidaklah akan ada, kalau tidak dengan kehendak Tuhan.
2.7 Q.S YUNUS : 101
Ayat ke 101
انْظُرُوا مَاذَا فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَمَا تُغْنِي الْآَيَاتُ وَالنُّذُرُ عَنْ قَوْمٍ لَا يُؤْمِنُونَ (101)
Artinya:
Katakanlah: "Perhatikanlah apa yaag ada di langit dan di bumi. Tidaklah bermanfaat tanda kekuasaan Allah dan rasul-rasul yang memberi peringatan bagi orang-orang yang tidak beriman". (10: 101)
Pada ayat-ayat sebelumnya telah disebutkan bahwa dalil mengenai kekufuran dan keingkaran yaitu tidak digunakannya akal dan ilmu dalam menyikapi ayat-ayat dan tanda-tanda kebenaran Allah. Karena itu ayat ini justru menekankan pada penggunaan akal, berfikir serta memandang secara jeli dan teliti, yang termasuk mukadimah untuk bisa beriman kepada Allah. Dari sisi lain, berdasarkan ayat-ayat sebelumnya, iman haruslah memiliki syarat ikhtiyar dan sekali-kali bukan terpaksa. Karena itu ayat-ayat tadi menekankan untuk berpikir, hingga seseorang melalui pemahaman dan pengetahuannya yang dalam dapat menerima jalan untuk beriman, kemudian memegang teguh dengan konsekuen.
Sudah barang tentu dengan mengkaji sesuatu yang ada di langit dan di bumi, manusia akan merasa takjub menyaksikan berbagai ciptaan Allah di alam raya ini. Hal ini akan membuat manusia tunduk dan berserah diri di hadapan sang Pencipta Yang Maha Esa. Sebagian orang meski telah menyaksikan semua tanda-tanda yang agung dan gamblang ini, namun mereka masih saja tidak mau beriman. Bahkan sebagian masih menuruti keraguan yang mereka bikin-bikin, sehingga mereka tetap terseret dalam keingkaran dan kufur.

Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Menelaah dan merenungi ciptaan Allah di alam raya ini merupakan cara yang paling wajar dan sederhana untuk bisa mengenal Allah, Sang Pencipta.
2. Dengan menyaksikan ayat-ayat suci Allah, mendengar seruan kebenaran tidaklah cukup, namun kehendak dan hasrat manusia untuk menerima kebenaran itu yang perlu.
2.8 Q.S Al-Baqarah : 164

إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ وَالْفُلْكِ الَّتِي تَجْرِي فِي الْبَحْرِ بِمَا يَنْفَعُ النَّاسَ وَمَا أَنْزَلَ اللَّهُ مِنَ السَّمَاءِ مِنْ مَاءٍ فَأَحْيَا بِهِ الْأَرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَا وَبَثَّ فِيهَا مِنْ كُلِّ دَابَّةٍ وَتَصْرِيفِ الرِّيَاحِ وَالسَّحَابِ الْمُسَخَّرِ بَيْنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَعْقِلُونَ                    
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)-nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan.”

Dialah yang menciptakan langit dan bumi untuk keperluan manusia, maka seharusnyalah manusia memperhatikan dan merenungkan rahmat Allah Yang Maha Suci itu karena dengan memperhatikan isi semuanya akan bertambah yakinlah dia pada keesaan dan kekuasaan-Nya, akan bertambah luas pulalah ilmu pengetahuannya mengenai alam ciptaan-Nya dan dapat pula dimanfaatkannya ilmu pengetahuan itu sebagaimana yang dikehendaki oleh Allah Yang Maha Mengetahui. Hendaklah selalu diperhatikan dan diselidiki apa yang tersebut dalam ayat ini, yaitu:

  1. Bumi yang didiami manusia ini dan apa yang tersimpan di dalamnya berupa perbendaharaan dan kekayaan yang tidak akan habis-habisnya baik di darat maupun di laut
  2. Langit dengan planet dan bintang-bintangnya yang semua berjalan dan bergerak menurut tata tertib dan aturan Ilahi. Tidak ada yang menyimpang dari aturan-aturan itu, karena apabila terjadi penyimpangan akan terjadilah tabrakan antara yang satu dengan yang lain dan akan binasalah alam ini seluruhnya. Hal ini tidak akan terjadi kecuali bila penciptanya sendiri yaitu Allah Yang Maha Kuasa telah menghendaki yang demikian itu.
  3. Pertukaran malam dan siang dan perbedaan panjang dan pendeknya pada beberapa negeri karena perbedaan letaknya, kesemuanya itu membawa faedah dan manfaat yang amat besar bagi manusia. Walaupun sebab-sebabnya telah diketahui dengan perantaraan ilmu falak tetapi penyelidikan manusia dalam hal ini harus dipergiat dan diperdalam lagi sehingga dengan pengetahuan itu manusia dapat lebih maju lagi dalam memanfaatkan rahmat Tuhan itu.
  4. Bahtera yang berlayar di lautan untuk membawa manusia dari satu negeri ke negeri lain dan untuk membawa barang-barang perniagaan untuk memajukan perekonomian. Bagi orang yang belum mengalami berlayar di tengah-tengah samudera yang luas mungkin hal ini tidak akan menarik perhatian, tetapi bagi pelaut-pelaut yang selalu mengarungi lautan yang mengalami bagaimana hebatnya serangan ombak dan badai apalagi bila dalam keadaan gelap gulita di malam hari hal ini pasti akan membawa kepada keinsafan bahwa memang segala sesuatu itu dikendalikan dan berada di bawah inayat Allah Yang Maha Kuasa dan Maha Perkasa.
  5. Allah swt. menurunkan hujan dari langit sehingga dengan air hujan itu bumi yang telah mati atau lekang dapat menjadi hidup dan subur, dan segala macam hewan dapat pula melangsungkan hidupnya dengan adanya air tersebut. Dapat digambarkan, bagaimana jika hujan tiada turun dari langit, semua daratan akan menjadi gurun sahara, semua makhluk yang hidup akan mati dan musnah kekeringan.
  6. Pengendalian dan pengisaran angin dari suatu tempat ke tempat yang lain suatu tanda dan bukti bagi kekuasaan Allah dan kebesaran rahmat-Nya bagi manusia. Dahulu, sebelum adanya kapal api kapal-kapal layarlah yang dipakai mengarungi lautan yang luas dan bila tidak ada angin tentulah kapal itu akan tenang saja dan tidak dapat bergerak ke tempat yang dituju. Di antara angin itu ada yang menghalau awan ke tempat-tempat yang dikehendaki Allah, bahkan ada pula yang mengawinkan sari tumbuhan dan banyak lagi rahasia-rahasia yang terpendam yang belum dapat diselidiki dan diketahui oleh manusia.
  7. Demikian pula harus dipikirkan dan diperhatikan kebesaran nikmat Allah kepada manusia dengan bertumpuk-tumpuknya awan antara langit dan bumi. Ringkasnya semua rahmat yang diciptakan Allah termasuk apa yang tersebut dalam ayat 164 ini patut dipikirkan dan direnungkan bahkan dibahas dan diteliti, untuk meresapkan keimanan yang mendalam dalam kalbu, dan untuk memajukan ilmu pengetahuan yang juga membawa kepada pengakuan akan keesaan dan kebesaran Allah.
2.9Keutamaan Orang Beriman dan Beramal
Pengembangan ilmu pengetahuan teknologi dan seni tidak lepas dari keimanan dan ketaqwaan. Karena setiap sesuatu yang baik dan bergantung pada niat seseorang akan bernilai ibadah dimata ALLAH dan bermanfaat bagi manusia disekitar lingkungannya. Makhluk yang paling mulia dan sempurna yaitu manusia, karena dibekali seperangkat potensi yaitu akal dan pikiran. Akal berguna untuk berpikir terhadap hasil pemikiran seperti ilmu pengetahuan, teknologi dan seni. Sesuatu yang paling mulia dari diri manusia yaitu hatinya. 

ALLAH akan memberikan jaminan kemaslahatan bagi kehidupan dan lingkungan seseorang atas ilmu yang dikembangkan berdasarkan keimanan dan ketaqwaan kepada ALLAH SWT. ALLAH akan mengangkat derajat orang-orang yang berilmu sesuai dengan firman ALLAH dalam QS (almujadalah : 11) Artinya: “ALLAH akan meninggikan orang-orang yang beriman diantara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.Tanggung Jawab Ilmuwan Terhadap Alam dan Lingkungan. 

Ilmuwan merupakan sosok manusia yang diberikan kelebihan oleh Tuhan dalam menguasai sebuah ilmu pengetahuan. Dari kelebihannya ini maka Tuhan mengangkat harkat dan martabat ilmuan tersebut di tengah-tengah masyarakat. Al-Gazali mengatakan “Barangsiapa berilmu, membimbing manusia dan memanfaatkan ilmunya bagi orang lain, bagaikan matahari, selain menerangi dirinya, juga menerangi orang lain. Dia bagaikan minyak kesturi yang harum dan menyebarkan keharumannya kepada orang yang berpapasan dengannya. Orang yang berilmu dan tidak mengamalkannya menurut Al-Gazali sebagai orang yang celaka. Ia mengatakan “ Seluruh manusia akan binasa, kecuali orang – orang berilmu . orang – orang berilmupun akan celaka kecuali orang – orang yang mengamalkan ilmunya. Dan orang – orang yang mengamalkan ilmunya pun akan binasa kecuali orang – orang yang ikhlas. 

Ada dua fungsi utama manusia di dunia yaitu sebagai “Abdun”(hamba Allah) dan sebagai khalifah Allah di bumi. Esensi dari abdun adalah ketaatan, ketundukan, dan kepatuhan kepada kebenaran dan keadilan Allah, sedangkan esensi khalifah adalah tanggung jawab terhadap diri sendiri dan alam lingkungannya, baik lingkungan sosial maupun lingkungan alam.
Kerusakan alam dan lingkungan ini lenih banyak disebabkan karena ulah manusia sendiri. Mereka banyak yang berkhianat terhadap perjanjiannya sendiri kepada Allah. Mereka tidak menjaga amanat Allah sebagai khalifah yang bertugas untuk menjaga kelestarian alam ini sebagaimana firman Allah dalam Q.S, al-Rum ayat 41 yang artinya :”Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka segera kembali ke jalan yang benar.”


BAB III
PENUTUP

3.1  Kesimpulan
Berdasarkan berbagai aspek yang telah kami bahas, maka kami dapat menyimpulkan bahwa ilmu pengetahuan teknologi dan seni pada zaman sekarang sangatlah kurang dari ajaran islam. Ada beberapa yang memang melenceng dari ajaran islam, seperti penyalah gunaan teknologi tentang adanya bom atom contohnya yang sekarang digunakan untuk saling mengancam antar negara. 
Menurut pandangan islam itu sangat bertentangan dengan ajaran islam. Selain dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi dari segi seni juga semakin kesini semakin tidak menentu untuk masalah seni. Karena seni pada zaman sekarang semakin jauh dari ajaran islam. Aurat terbuka dimana – mana, bahkan banyak yang melakukan itu adalah orang islam. Di dalam ajaran islam sudah banyak dibahas tentang perkembangan ilmu pengetahuan teknologi dan seni yang dibahas di dalam Al-Quran.

3.2  Saran
Kita sebagai manusia yang memiliki akal dan berpegang teguh dalam ajaran islam, kita harus meluruskan niat kita dalm mencari ilmu dan mengamalkannya nanti agar kita tidak salah menggunakan ilmu kita bagi keburukan.

DAFTAR PUSTAKA

LKS, 2014. Al-Qur’an Hadist kelas XII Semester 2
Noordin, Sulaiman.2000.Sains menurut Perspektif Islam.Jakarta:Dwi Rama
 
Waallahu a'lam bishawab.

Wassalam,
Amingsa syah, Cirebon, Indonesia 2014

1 komentar:

ESQ Corner mengatakan...

Salam semangat ya... buat pelajar seluruh Indonesia... wabil khusus MAN 3 Kota Cirebon... selamt, sukses dan lulus ujian.....amiiiin

Posting Komentar