Tugas ini disusun untuk memenuhi tugas Al – Qur’an Hadist
Kelas
XII IPA 3
Kelompok
3 :1. Ade Lydiana Ahmad 2. Daoni
3. Gina Ashari
4. Janatun Na’im
5. Nur Fauzi Fikri
6. Saiful Adnan
7.
Syari’ah
KEMENTRIAN AGAMA
MADRASAH
ALIYAH NEGERI 3 CIREBON
KATA
PENGANTAR
Assalamualaikum Warrohmatullahi
Wabarrokatuh .
Bismillahirrohmanirrohim,
Alhamdulillah, Puji syukur kami panjatkan
kepada Allah SWT, atas terselesaikan makalah mengenai Etos Kerja Dalam Islam.
Rasa syukur ini kami panjatkan pula seiring dengan salah satu tujuan penulisan
makalah ini sebagai upaya mewujudkan tujuan daripada Pendidikan Agama Islam
adalah menciptakan ‘manusia yang baik dan bertakwa ‘yang menyembah Allah dalam
arti yang sebenarnya, yang membangun struktur pribadinya sesuai dengan syariah
Islam serta melaksanakan segenap aktifitas kesehariannya sebagai wujud
ketundukannya pada Tuhan.
Pandangan hidup
muslim antara lain terwujud secara konkret dalam bentuk berbagai tugas
(kewajiban) yang harus dilaksanakannya dalam kehidupan sehari-hari. Bagi
seorang pelajar muslim, tugas utama yang wajib diembannya setidaknya ada 3
(tiga):
Yang
Pertama, menuntut
ilmu-ilmu yang diperlukan dalam kehidupan bermasyarakat.Tugas ini berkaitan
dengan posisinya sebagai pelajar yang aktivitas utamanya adalah belajar.
Yang Kedua, mengkaji Tsaqofah Islamiyah (ilmu-ilmu
keislaman). Tugas ini berkaitan dengan posisinya sebagai seorang muslim
yang dengan sendirinya harus berpikir dan berperilaku secara Islami.
Yang Ketiga, mengemban dakwah Islamiyah. Tugas ini
berkaitan dengan posisinya sebagai seorang muslim sebagai bagian dari
keseluruhan umat Islam, yang harus mempunyai kepedulian terhadap keadaan umat
dan harus berjuang untuk mengubah keadaan umat menuju keadaan yang lebih baik.
“Sesungguhnya
agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam.” (Qs. Ali ‘Imraan
[3]: 19).
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
pembacanya.Sebagai penutup, marilah kita tetap belajar sungguh sungguh, tiada
waktu hanya untuk memperbaiki diri sendiri.Semoga kita semua menjadi orang
–orang yang pandai bersyukur.Amin ya Rabbal alamin.
Terimakasih
atas perhatiannya, kalau ada kesalahan itu adalah kelemahan kami, mohon di
maafkan dan diperbaiki, dan sekiranya ada yang benar, itu adalah milik Allah
semata.
Wassalamualaikum
Warrohmatullahi Wabarrokatuh .
DAFTAR
ISI
- Kata Pengantar ………………………………………………… 1
- Daftar Isi ...………………………………………………..2
- Bab I. Pendahuluan ..............................................…………………....3
- Pandangan Islam Tentang Etos Kerja ..........……………………….... 3
- Daftar Pustaka ……………………………………...………… 17
- Apa Redaksi Hadist mengenai Etos Kerja Seorang Muslim?
- Bagaimana Penjelasan Mengenai Hadist Etos Kerja?
- Bagaimana Aspek – aspek pekerjaan dalam Islam?
- Bagaimana ciri –ciri etos kerja dalam Islam?
- Bagaimana Etika Kerja dalam Islam?
Bab
II. Pembahasan
Redaksi hadist ............................................................................. 5
Penjelasan Hadist tentang Etos kerja dalam islam ...................... 5
Aspek Pekerjaan Dalam Islam ........................................ 8
Ciri – ciri etos kerja Islam.................................................
10
Etika kerja dalam Islam ....................................................
12
Bab III . Penutup
Kesimpula .....................................................................................
16
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Etos kerja dalam arti luas menyangkut akan
akhlak dalam pekerjaan. Untuk bisa menimbang bagaimana akhlak seseorang dalam
bekerja sangat tergantung dari cara melihat arti kerja dalam kehidupan, cara
bekerja dan hakikat bekerja. Dalam Islam, iman banyak dikaitkan dengan amal.
Dengan kata lain, kerja yang merupakan bagian dari amal tak lepas dari kaitan
iman seseorang. Idealnya, semakin tinggi iman itu maka semangat kerjanya juga
tidak rendah. Ungkapan iman sendiri berkaitan tidak hanya dengan hal-hal
spiritual tetapi juga program aksi.
Dalam kehidupan sehari-hari sebagai umat Islam
selain diperintahkan untuk beribadah Allah memerintahkan untuk bekerja
(berusaha).
Di dalam Al-Qur’an dan Hadist sudah jelas
tentang pekerjaan yang baik dan bagaimana kita memperoleh rezeki dengan cara
yang diridhai Allah SWT. Hal ini sangat penting sekali dibahas, karena semua
orang dunia ini pasti membutuhkan makanan, sandang maupun papan.Disini pasti
manusia berlomba-lomba atau memenuhi kebutuhannya tersebut dengan bekerja untuk
mendapatkan yang diinginkan sehingga kita juga harus tahu, bahwa semua yang
kita dapatkan semuanya dari Allah SWT dan itu semua hanya titipan Allah SWT
semata.Sebagai umatnya diwajibkan mengembangkannya dengan baik dan hati-hati.
Untuk itu Hadist tentang ini sangat diperlukan demi kelangsungan umat
sehari-hari.
Agama
Islam yang berdasarkan al-Qur’an dan al-Hadits sebagai tuntunan dan pegangan
bagi kaum muslimin mempunyai fungsi tidak hanya mengatur dalam segi ibadah saja
melainkan juga mengatur umat dalam memberikan tuntutan dalam masalah yang
berkenaan dengan kerja.
Rasulullah SAW bersabda: “bekerjalah
untuk duniamu seakan-akan kamu hidup selamanya, dan beribadahlah untuk
akhiratmu seakan-akan kamu mati besok.” Dalam ungkapan lain
dikatakan juga, “Tangan di atas lebih baik dari pada tangan di bawah,
Memikul kayu lebih mulia dari pada mengemis, Mukmin yang kuat lebih baik
dari pada mukslim yang lemah. Allah menyukai mukmin yang kuat bekerja.”
Dalam
situasi globalisasi saat ini, kita dituntut untuk menunjukkan etos kerja yang
tidak hanya rajin, gigih, setia, akan tetapi senantiasa menyeimbangkan dengan
nilai-nilai Islami yang tentunya tidak boleh melampaui rel-rel yang telah
ditetapkan al-Qur’an dan as-Sunnah. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
kita semua.Amin.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang masalah di atas maka pemakalah merumskan masalah yang akan di
bahas dalam makalah ini antara lain sebagai berikut:
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Redaksi Hadis
حد يث أ بي
هريرة رضي ا الله عنه قل: قل رسول ا لله صلى ا لله عليه وسلم: لأن يحتطب احدكم حز
مة على ظهره خير من أن يسأل احدا فيعطيه او يمنعه
Abu hurairah
r.a berkata: Rasulullah SAW bersabda: “Jika seseorang itu pergi mencari
kayu, lalu di angkat seikat kayu di atas punggungnya (yakni untuk di jual di
pasar) maka itu lebih baik baginya daripada minta kepada seseorang baik di beri
atau di tolak” (H.R Bukhari dan Muslim)
B.
Penjelasan Hadis tentang Etos Kerja
. Etos kerja ialah suatu sikap jiwa
seseorang untuk melaksanakan suatu pekerjaan dengan perhatian yang penuh. Maka
pekerjaaan itu akan terlaksana dengan sempurna walaupun banyak kendala yang
harus diatasi, baik karena motivasi kebutuhan atau karena tanggung jawab yang
tinggi.
Ethos berasal dari bahasa Yunani yang berarti
sikap, kepribadian, watak, karakter serta keyakinan atas sesuatu.Sikap ini
tidak saja dimiliki oleh individu, tetapi juga oleh kelompok bahkan
masyarakat.Ethos dibentuk oleh berbagai kebiasaan, pengaruh, budaya serta
sistem nilai yang diyakininya.
Dari kata etos ini dikenal pula kata etika yang
hamper mendekati pada pengertian akhlak atau nilai-nilai yang berkaitan dengan
baik buruk moral sehingga dalam etos tersebut terkandung gairah atau semangat
yang amat kuat untuk mengerjakan sesuati secara optimal lebih baik dan bahkan
berupaya untuk mencapai kualitas kerja yang sesempurna mungkin.
Etos kerja seorang muslim adalah semangat untuk
menapaki jalan lurus, dalam hal mengambil keputusan pun, para pemimpin harus
memegang amanah terutama para hakim. Hakim berlandaskan pada etos jalan lurus
tersebut sebagaimana Dawud ketika ia diminta untuk memutuskan perkara yang adil
dan harus didasarkan pada nilai-nilai kebenaran, maka berilah keputusan
(hukumlah) di antara kami dengan adil dan janganlah kamu menyimpang dari
kebenaran dan tunjuklah (pimpinlah) kami ke jalan yang lurus (QS. Ash Shaad :
22)
Dalil Q.S. Al-mujadilah
a. Terjemah
Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan
kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", maka lapangkanlah
niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan:
"Berdirilah kamu", maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan
orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu
pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.
b. Asbabun nuzul
Ketika Rasulullah sedang
berkumpul dengan para sahabat di dalam suatu majlis, datanglah para sahabat
pahlawan perang badar, orang-orang yang berada di dalam majlis itu tiada
memberi tempat kepada orang yang baru datang. Rasulullah menyuruh
kepada sahabat yang duduk untuk berdiri dan sahabat tersebut merasa tida enak,
dan turun surat al-mujadilah.
c. Kandungan
1. Berlapang-lapanglah
dalam suatu pertemuan dengan memberikan tempat kepada saudara-saudara kita yang
baru datang.
2. Jika pemimpin
sidang/panitia meminta meluangkan beberapa tempat duduk untuk orang-orang yang
dihormati hendaklah permintaan itu dihendaki.
3. Allah akan
meninggikan derajat orang-orang yang berkumpul pada tiga hal, yaitu orang yang
beriman, berilmu, dan beramal shaleh.
4. Berusaha
mencari ilmu, baik agama maupun yang lainnya, yang bermanfaat bagi orang lain.
5. Orang yang
beriman dan berilmu akan dimulyakan dan ditinggikan derajatnya oleh allah.
d. Implementasi
dalam kehidupan sehari-hari
a. Berusaha
dan bekerja keras.
b. Ihklas dalam
melakukan pekerjaan.
1. Dalil Q.S
Al-jumuah
a. Terjemah
Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk
menunaikan shalat Jum'at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan
tinggalkanlah jual beli .Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu
mengetahui.Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka
bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu
beruntung.
b. Asbabun nuzul
Diriwayatkan
dalam sebuah hadits
Ketika rosulluwlah sedang berkhutbah jumat,
tiba-tiba datanglah para pedagang dengan membawa dagangannya.Dan para sahabat
yang sedang mendengarkan khutbah itu berdiri mengerumuni para pedagang yang
baru datang tersebut.Melihat kejadian itu turunlah Q.S al-jumuah ayat 9-10.
c. Kandungan
Ayat 9
1. Memerintahkan
supaya orang yang beriman ketika terdengar panggilan adzan hendaklah
melaksanakan shalat jumat
2. ketika
terdengar panggilan adzan semua aktivitas harus ditinggalkan dan bersegera
untuk melaksanakan shalat jumat.
Ayat 10
1. beramal untuk
kepentingan akhirat.
2. Berusaha untuk
mencari rizki di bumi setelah menjalankan shalat.
3. Senantiasa
berdjikir atau mengat allah.
4. Hidup manusia
harus seimbang antara duniawi dan akhirat.
d. Implementasi
dalam kehidupan sehari-hari
1. Kembali bekrja
apabila sudah melakukan ibadah shalat.
2. Berusaha
berbuat amal.
3. Saat bekerja
maupun tidak berusaha untuk mengingat allah.
C.
Aspek Pekerjaan dalam Islam
Aspek pekerjaan
dalam Islam meliputi empat hal yaitu :
1.
Memenuhi kebutuhan sendiri
Islam sangat
menekankan kemandirian bagi pengikutnya. Seorang muslim harus mampu hidup dari
hasil keringatnya sendiri, tidak bergantung pada orang lain. Hal ini
diantaranya tercermin dalah hadist berikut :
عن أبي عبد الله الزبير بن العوام رضي الله عنه
قال: قال رسول الله
صلى الله عليه وسلم: لأن يأخذ أحدكم
أحبله ثم يأتي الجبل، فيأتي بحزمةٍ من حطبٍ على ظهره فيبيعها، فيكف الله بها وجهه،
خيرٌ له من أن يسأل الناس،أعطوه أو منعوه.
رواه
البخاري.
Dari Abu Abdillah yaitu az-Zubair bin al-Awwam
r.a., katanya: “Rasulullah s.a.w. bersabda: “Niscayalah jikalau seseorang
dari engkau semua itu mengambil tali-talinya – untuk mengikat – lalu ia datang
di gunung, kemudian ia datang kembali – di negerinya – dengan membawa
sebongkokan kayu bakar di atas punggungnya, lalu menjualnya,kemudian dengan
cara sedemikian itu Allah menahan wajahnya – yakni dicukupi kebutuhannya, maka
hal yang semacam itu adalah lebih baik baginya daripada meminta-minta sesuatu
pada orang-orang, baik mereka itu suka memberinya atau menolaknya.” (Riwayat
Bukhari)
Rasullullah memberikan contoh kemandirian yang
luar biasa, sebagai pemimpin nabi dan pimpinan umat Islam beliau tak segan
menjahit bajunya sendiri, beliau juga seringkali turun langsung ke medan jihad,
mengangkat batu, membuat parit, dan melakukan pekerjaan-pekerjaan lainnya.
Para sahabat juga memberikan contoh
bagaimana mereka bersikap mandiri, selama sesuatu itu bisa dia kerjakan sendiri
maka dia tidak akan meminta tolong orang lain untuk mengerjakannya. Contohnya,
ketika mereka menaiki unta dan ada barangnya yang jatuh maka mereka akan mengambilnya
sendiri tidak meminta tolong lain.
2.
Memenuhi kebutuhan keluarga
Bekerja untuk
memenuhi kebutuhan keluarga yang menjadi tanggungannya adalah kewajian bagi
seorang muslim, hal ini bisa dilihat dari hadist berikut :
قال رسول الله(صلى الله عليه
وسلم):” كفى بالمرء
إثماً أن يضيع من يقوت” رواه أحمد وأبو
داود وصححه الحاكم وأقره الذهبي من حديث عبدالله ابن عمرو بن العاص.
Rasulullah saw
bersabada, “Cukuplah seseorang dianggap berdosa jika ia menelantarkan
orang-orang yang menjadi tanggung jawabnya”. (HR. Ahmad, Abu Daud dan
al-Hakim)
Menginfaqkan
harta bagi keluarga adalah hal yang harus diutamakan, baru kemudian pada
lingkungan terdekat, dan kemudian lingkungan yang lebih luas.
3.
Kepentingan seluruh makhluk
Pekerjaan yang
dilakukan seseorang bisa menjadi sebuah amal jariyah baginya, sebagaimana
disebutkan dalam hadist berikut :
عن أنس قال
النبي صلى الله عليه وسلم : ” ما من مسلم يغرس
غرسا أو يزرع زرعا فيأكل منه طير أو إنسان أو بهيمة إلا كان له به صدقة “
Dari
Anas, Rasulullah saw bersabda, “Tidaklah seorang mukmin menanam tanaman,
atau menabur benih, lalu burung atau manusia atau hewan pun makan darinya
kecuali pasti bernilai sedekah baginya”. (HR Bukhari)
Dalam era modern ini banyak sekali pekerjaan
kita yang bisa bernilai sebagai amal jariyah.Misalnya kita membuat aplikasi
atau tekhnologi yang berguna bagi umat manusia.Karenanya umat Islam harus
cerdas agar bisa menghasilkan pekerjaan-pekerjaan yang bernilai amal jariyah.
4. Bekerja
sebagai wujud penghargaan terhadap pekerjaan itu sendiri
Islam sangat menghargai pekerjaan, bahkan
seandainya kiamat sudah dekat dan kita yakin tidak akan pernah menikmati hasil
dari pekerjaan kita, kita tetap diperintahkan untuk bekerja sebagai wujud
penghargaan terhadap pekerjaan itu sendiri. Hal ini bisa dilihat dari hadist
berikut :
عن أنس رضي الله عنه عن النبي صلى الله عليه وسلم
قال : ” إن قامت الساعة
و في يد أحدكم فسيلة , فإن استطاع أن
لا تقوم حتى يغرسها فليغرسها ”
Dari Anas RA,
dari Rasulullah saw, beliau bersabda, “Jika hari kiamat terjadi, sedang di
tanganmu terdapat bibit tanaman, jika ia bisa duduk hingga dapat menanamnya,
maka tanamlah“ (HR Bukhari dan Muslim).
D.
Ciri - Ciri Etos Kerja Islami
Dan dalam
batas-batas tertentu, ciri-ciri etos kerja islami dan ciri-ciri etos kerja
tinggi pada umumnya banyak keserupaannya, utamanya pada dataran lahiriahnya.
Ciri-ciri tersebut antara lain :
1.
Baik dan Bermanfaat
Islam hanya memerintahkan atau menganjurkan pekerjaan yang baik dan bermanfaat bagi kemanusiaan, agar setiap pekerjaan mampu memberi nilai tambah dan mengangkat derajat manusia baik secara individu maupun kelompok.
Islam hanya memerintahkan atau menganjurkan pekerjaan yang baik dan bermanfaat bagi kemanusiaan, agar setiap pekerjaan mampu memberi nilai tambah dan mengangkat derajat manusia baik secara individu maupun kelompok.
2.
Kemantapan atau perfectness
Kualitas kerja yang mantap atau perfect merupakan sifat
pekerjaan Tuhan (baca: Rabbani), kemudian menjadi kualitas pekerjaan
yang islami yang berarti pekerjaan mencapai standar ideal secara teknis.
Untuk itu, diperlukan dukungan pengetahuan dan skill yang optimal.Dalam konteks ini, Islam mewajibkan
umatnya agar terus menambah atau mengembangkan ilmunya dan tetap berlatih.
3.
Kerja Keras, Tekun dan Kreatif.
Kerja keras, yang dalam Islam diistilahkan
dengan mujahadah dalam maknanya yang luas seperti yang didefinisikan
oleh Ulama adalah ”istifragh ma fil wus’i”, yakni mengerahkan
segenap daya dan kemampuan yang ada dalam merealisasikan setiap pekerjaan yang
baik. Dapat juga diartikan sebagai mobilisasi serta optimalisasi sumber daya.
Sebab, sesungguhnya Allah SWT telah menyediakan fasilitas segala sumber daya
yang diperlukan, tinggal peran manusia sendiri dalam memobilisasi serta mendaya
gunakannya secara optimal, dalam rangka melaksanakan apa yang Allah ridhai.
4.
Berkompetisi dan Tolong-menolong
Al-Qur’an dalam beberapa ayatnya menyerukan
persaingan dalam kualitas amal shalih.Pesan persaingan ini kita dapati dalam
beberapa ungkapan Qur’ani yang bersifat “amar” atau perintah, seperti “fastabiqul
khairat” (maka, berlomba-lombalah kamu sekalian dalam kebaikan.Oleh
karena dasar semangat dalam kompetisi islami adalah ketaatan kepada
Allah dan ibadah serta amal shalih, maka wajah persaingan itu tidaklah seram;
saling mengalahkan atau mengorbankan.Akan tetapi, untuk saling membantu (ta’awun).
5.
Objektif (Jujur)
Sikap ini dalam Islam diistilahkan dengan shidiq,
artinya mempunyai kejujuran dan selalu melandasi ucapan, keyakinan dan amal
perbuatan dengan nilai-nilai yang benar dalam Islam. Tidak ada
kontradiksi antara realita dilapangan dengan konsep kerja yang ada. Dalam dunia
kerja dan usaha kejujuran ditampilakan dalam bentuk kesungguhan dan ketepatan,
baik ketepatan waktu, janji, pelayanan, mengakui kekurangan, dan kekurangan
tersebut diperbaiki secara terus-menerus, serta menjauhi dari berbuat bohong
atau menipu
6.
Konsisten dan
Istiqamah
Istiqamah dalam kebaikan ditampilkan dalam keteguhan dan
kesabaran sehingga menghasilkan sesuatu yang maksimal. Istiqamah merupakan
hasil dari suatu proses yang dilakukan secara terus-menerus. Proses itu akan
menumbuh-kembangkan suatu sistem yang baik, jujur dan terbuka, dan sebaliknya
keburukan dan ketidakjujuran akan tereduksi secara nyata. Orang atau lembaga
yang istiqamah dalam kebaikan akan mendapatkan ketenangan dan sekaligus akan
mendapatkan solusi daris segala persoalan yang ada. Inilah janji Allah kepada
hamba-Nya yang konsisten/istiqamah.
7.
Percaya diri
dan Kemandirian
Sesungguhnya daya inovasi dan kreativitas
hanyalah terdapat pada jiwa yang merdeka, karena jiwa yang terjajah akan
terpuruk dalam penjara nafsunya sendiri, sehingga dia tidak pernah mampu
mengaktualisasikan aset dan kemampuan serta potensi ilahiyah yang ia miliki
yang sungguh sangat besar nilainya. Semangat berusaha dengan jerih payah diri
sendiri merupakan hal sangat mulia posisi keberhasilannya dalam usaha
pekerjaan.
8.
Efisien dan Hemat
Agama Islam sangat menghargai harta dan
kekayaan.Jika orang mengatakan bahwa agama Islam membenci harta, adalah tidak
benar. Yang dibenci itu ialah mempergunakan harta atau mencari harta dan
mengumpulkannya untuk jalan-jalan yang tidak mendatangkan maslahat, atau tidak
pada tempatnya, serta tidak sesuai dengan ketentuan agama, akal yang sehat dan ‘urf
(kebiasaan yang baik). Demi kemaslahatan harta tersebut, maka sangat dianjurkan
untuk berperilaku hemat dan efisien dalam pemanfaatannya, agar hasil yang
dicapai juga maksimal.Namun sifat hemat di sini tidak sampai kepada kerendahan
sifat yaitu kikir atau bakhil. Sebagian ulama membatasi sikap hemat yang
dibenarkan kepada perilaku yang berada antara sifat boros dan kikir, maksudnya
hemat itu berada di tengah kedua sifat tersebut. Kedua sifat tersebut akan
berdampak negatif dalam kerja dan kehidupan, serta tidak memiliki kemanfaatan
sedikit pun, padahal Islam melarang sesorang untuk berlaku yang tidak
bermanfaat.
E.
Etika Kerja dalam Islam
Dalam memilih seseorang ketika akan diserahkan
tugas, rasulullah melakukannya dengan selektif. Diantaranya dilihat dari segi
keahlian, keutamaan (iman) dan kedalaman ilmunya.Beliau senantiasa mengajak
mereka agar itqon dalam bekerja.Sebagaimana dalam awal tulisan ini
dikatakan bahwa banyak ayat al-Qur’an menyatakan kata-kata iman yang diikuti
oleh amal saleh yang orientasinya kerja dengan muatan ketaqwaan.
Pandangan Islam tentang pekerjaan perlu kiranya
diperjelas dengan usaha sedalam-dalamnya.Sabda Nabi SAW yang amat terkenal
bahwa nilai-nilai suatu bentuk kerja tergantung pada niat pelakunya.Dalam
sebuah hadits diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, Rasulullah bersabda bahwa “sesungguhnya
(nilai) pekerjaan itu tergantung pada apa yang diniatkan.”(HR. Bukhari dan
Muslim).
Perlu kiranya dijelaskan disini bahwa kerja mempunyai etika yang
harus selalu diikut sertakan didalamnya, oleh karenanya kerja merupakan bukti
adanya iman dan barometer bagi pahala dan siksa.Hendaknya setiap pekerjaan
disampung mempunyai tujuan akhir berupa upah atau imbalan, namun harus
mempunyai tujuan utama, yaitu memperoleh keridhaan Allah SWT.Prinsip inilah
yang harus dipegang teguh oleh umat Islam sehingga hasil pekerjaan mereka
bermutu dan monumental sepanjang zaman.
Jika bekerja menuntut adanya sikap baik budi, jujur dan amanah,
kesesuaian upah serta tidak diperbolehkan menipu, merampas, mengabaikan sesuatu
dan semena-mena, pekerjaan harus mempunyai komitmen terhadap agamanya, memiliki
motivasi untuk menjalankan seperti bersungguh-sungguh dalam bekerja dan selalu
memperbaiki muamalahnya. Disamping itu mereka harus mengembangkan etika yang
berhubungan dengan masalah kerja menjadi suatu tradisi kerja didasarkan pada
prinsip-prinsip Islam.
Bagaimana Islam memandang
kerja? Dalam kajian tasawuf , posisi manusia terhadap kerja dapat dibagi ke
dalam 2 kategori atau 2 tipe . Tipe pertama adalah orang yang berada di maqom tajrid,
artinya orang – orang yang posisinya sudah tidak lagi membutuhkan kerja.
Beberapa faktor yang menyebabkan seseorang tidak membutuhkan kerja misalnya
karena usia yang sudah lanjut, atau mungkin terlalu kecil untuk melakukan
pekerjaan, atau karena orang tersebut sudah mempunyai satu tingkat tertentu
dalam hidupnya sehingga tidak menginginkan berbagai kesenangan yang
mengharuskan dia kerja . Misalnya, orang yang hidupnya sudah mapan atau karena
dia memilih hidup sederhana. Dia tidak mempunyai keinginan – keinginan lain
secara berlebihan kecuali, kebutuhan – kebutuhan yang sangat primer . Mungkin
orang tersebut sudah menyerahkan hidupnya untuk kepentingan lain, misalnya
beribadah. Tapi sebaliknya, ada tipe kedua yaitu orang yang berada pada
maqom ikhtiyar, masih memerlukan usaha . Mengapa? Sebab dia masih membutuhkan
rumah , kendaraan, baju baru, menyekolahkan anak, dan berbagai kebutuhan lain.
Oleh sebab itu , jika ada orang yang masih menginginkan makan enak tetapi tidak
mau bekerja, pada dasarnya dia menempatkan sesuatu bukan pada tempatnya .
Mestinya dia berada pada maqom ikhtiyar tetapi menjadikan diri do maqom tajrid
.
PANDANGAN ISLAM TENTANG ETOS KERJA
1.
Islam memaknai tujuan bekerja tidak hanya dalam
kehidupan duniawi tetapi juga berdimensi jangka panjang yaitu kehidupan
akherat, dan dengan harapan masuk surga. Oleh sebab itulah dalam bekerja kita
tidak menghalalkan segala cara namun mengikuti aturan dan mencari ridho Allah
SWT.
2.
Bekerja menjadi salah satu bagian dari syariat
Islam dan keharaman berpangku tangan serta bermalas-malasan bagi orang
yang berkemampuan untuk bekerja. Allah SWT berfirman: Dan
katakanlah, Bekerjalah kamu, maka Allah akan melihat pekerjaanmu, begitu juga
Rasul-Nya dan orang-orang yang mu’min, dan kamu akan dikembalikan kepada
[Allah] Yang Mengetahui yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakannya kepada
kamu apa yang telah kamu kerjakan. (At-Taubah : 105).
3.
Suatu hari Nabi
Muhammad saw menemui seorang sahabatnya bernama Sa’ad al-Anshari yang
memperlihatkan tangannya yang melepuh karena bekerja sebagai tukang penghancur
batu. Nabi bertanya “Wahai Saad, mengapa tanganmu hitam, kasar dan melepuh
?” Saad menjawab, “tangan ini kupergunakan untuk mencari nafkah bagi
keluargaku ya Rasul Allah”. Nabi yang mulia seketika mengambil tangan Saad
dan menciumnya seraya berkata, “Demi Allah, Saad, tangan yang seperti ini
tidak akan pernah tersentuh api neraka”.
2.
Begitu besarnya penghargaan Islam terhadap
kesungguhan bekerja ini, hingga Islam (Allah swt) menempatkannya dalam kategori
ibadah. Artinya, aktivitas kerja dalam pandangan Allah (Islam) merupakan bagian
dari ibadah yang akan mendapatkan bukan saja keuntungan material, tetapi juga
pahala dari sisi Allah swt. Bahkan dalam beberapa hadits dikatakan, bahwa
bekerja dengan sungguh-sungguh dapat menghapuskan dosa yang tidak bisa dihapus
oleh aktivitas ibadah ritual sekalipun.
3.
“Barangsiapa pada malam hari merasakan
kelelahan dari upaya keterampilan kedua tangannya pada siang harinya, maka pada
malam itu ia diampuni.” [HR. Ahmad]
4.
“Sesungguhnya, di antara perbuatan dosa ada
dosa yang tidak bisa terhapus (ditebus) oleh pahala shalat, sedekah (zakat),
ataupun haji, namun hanya dapat ditebus dengan kesusahan dalam mencari nafkah
penghidupan.” [HR. Tabrani]
5.
Seseorang akan dikenal dan diperhitungkan
berdasarkan kerja yang dilakukan. Selain kerja sebagai usaha memenuhi
kebutuhan, juga sebagai penunjukkan jati diri masyarakat dengan ideologi yang
diyakininya. Masyarakat di beberapa negara maju asia seperti Jepang, Korea
Selatan dan Hongkong dikenal sebagai masyarakat pekerja. Satu dengan yang lain
saling berlomba untuk bisa menjadi yang terbaik di Asia. Itulah yang disebut
dengan fighting Spirit (semangat bersaing) dalam rangka mencapai
idealisme ideologi yang mereka anut.
6.
Fighting Spirit sudah ada dalam sistem ajaran islam.
Dianjurkan kepada pemeluknya untuk berlomba-lomba dalam kebaikan (fastabiqul
khairat). Allah berfirman :
7.
“Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya
(sendiri) yang ia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah kamu (dalam
berbuat) kebaikan. Di mana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu
sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS.
Al-Baqarah : 148)
8.
Berniat untuk bekerja dengan cara-cara yang sah
dan halal menuju ridha Allah adalah visi dan misi setiap muslim. Berpangku
tangan merupakan perbuatan tercela dalam agama Islam. Umar bin Khattab pernah
menegur seseorang yang sering duduk berdo’a di mesjid tanpa mau bekerja untuk
meningkatkan kesejahteraan dirinya. Umar berkata, Janganlah salah seorang kamu
duduk di mesjid dan berdo’a, “Ya Allah berilah aku rezeki”. Sedangkan ia tahu
bahwa langit tidak akan menurunkan hujan emas dan hujan perak. Maksud
perkataaan Umar ini adalah bahwa seseorang itu harus bekerja dan berusaha,
bukan hanya bedo’a saja dengan mengharapkan bantuan orang lain.
9.
Ada tiga tahapan yang harus dilakukan seseorang
agar prestasi kerja meningkat dan kerjapun bernilai ibadah.
10.
Pertama, kerja keras. Ukuran kerja keras adalah
kesempatan berbuat, tanpa pamrih.
11.
Kedua, kerja cerdas. Kepasifan dalam menghadapi
pekerjaan membatasi seseorang tidak berusaha meningkatkan kemampuan
profesionalismenya. Profesionalisme biasanya dijadikan ukuran dalam peningkatan
prestasi di setiap pekerjaan.
12.
Ketiga, ikhlas. Ukuran ikhlas berdasarkan ajaran
Islam. Ikhlas dalam berkarya adalah kunci kejujuran. Banyak para pekerja yang
dalam pekerjaannya tekun dan cerdas namun tidak ikhlas yang pada akhirnya
menjadi petaka.
13.
Dalam mengerjakan sesuatu, seorang muslim
selalu melandasinya dengan mengharap ridha Allah. Ini berimplikasi bahwa ia
tidak boleh melakukan sesuatu dengan sembrono, sikap seenaknya, dan secara acuh
tak acuh. Sehubungan dengan ini, optimalisasi nilai hasil kerja berkaitan erat
dengan konsep ihsan. Ihsan berkaitan dengan etos kerja, yaitu melakukan
pekerjaan dengan sebaikmungkin, sesempurna mungkin atau seoptimal mungkin.
Allah mewajibkan atas segala sesuatu, sebagaimana firman-Nya, “Yang membuat
segala sesuatu yang Dia ciptakan sebaik-baiknya“. (QS. As-Sajdah [32]: 7).
14.
Selain itu muslim pun diminta itqan
dalam mengerjakan sesuatu. Itqan berarti membuat atau mengerjakan
sesuatu secara sungguh-sungguh dan teliti sehingga rapi, indah, tertib dan
bersesuaian dengan yang lain dari bagian-bagiannya. Allah SWT berfirman, “Seni
ciptaan Allah yang membuat dengan teliti (atqana) segala sesuatu” (QS.
An-Naml [27]: 88).
15.
Dengan demikian, bila Allah melakukan ihsan
kepada manusia, maka manusia pun dituntut melakukan ihsan dalam
kehidupan. Tegasnya, perintah ihsan merupakan perintah kepada umat Islam
untuk melakukan pekerjaan dengan sebaik mungkin. Semangat ini akan melahirkan
etos kerja umat Islam yang tinggi dalam setiap profesi yang mereka tekuni.
16.
Monastisisme dan asketisisme dilarang dalam
Islam. Monastisisme adalah pandangan atau sikap hidup menyendiri di suatu
tempat dengan menjauhkan diri dari kehidupan masyarakat. Tujuannya hanya untuk
bertapa tanpa niat untuk melakukan perubahan dan perbaikan masyarakat.
Sedangkan asketisme adalah pandangan atau sikap hidup keagamaan yang menganggap
pantang segala kenikmatan dunia atau dengan penyiksaan diri dalam rangka
beribadat dan mendekatkan diri kepada Tuhan.
17.
Semua yang dipaparkan diatas itumenuju kepada
suatu nuktah yang amat fundamental dalam sistem ajaran islam, yaitu bahwa kerja
atau amal, adalah bentuk keberadaan (mode of existence) manusia.
Artinya, manusia ada karena kerja, dan kerja itulah yang membuat atau mengisi
eksistensi kemanusiaan kita. Jadi jika failasuf Perancis, Rene
Descartes, terkenal dengan ucapannya, “Aku berpikir, maka aku
ada”(Cogito ergo sum- Latin; Je pense, donc je suis – Perancis),karena
berpikir baginya adalah bentuk wujud manusia, maka sesungguhnya dalam
ajaran islam ungkapan itu seharusnya berbunyi “Aku berbuat, maka aku ada.
“
18.
Pandangan ini sentral sekali dalam sistem
ajaran Al Qur-an. Ditegaskan bahwa manusia tidak akan mendapatkan sesuatu apa
pun kecuali yang ia usahakan sendiri.
19.
Itulah yang dimaksudkan dengan ungkapan bahwa
kerja adalah bentuk eksistensi manusia. Yaitu bahwa harga manusia – yakni, apa
yang dimilikinya – tidak lain ialah amal perbuatan atau kerjanya itu.
Manusia ada karena amalnya, dan dengan amalnya yang baik itu manusia mampu
mencapai harkat yang setinggi-tingginya, yaitu bertemu Robb nya dengan
penuh keridhoan.
20.
“Barangsiapa benar–benar mengharap bertemu
Robbnya, maka hendaknya ia berbuat baik, dan hendaknya dalam beribadat kepada
Robbnya itu ia tidak melakukan syirik” QS Al Kahfi (18) : 110
21.
Melakukan syirik bermakna, ketika tujuan
pekerjaan kita telah beralih tidak lagi kepada Alloh Swt yang seharusnya
menjadi sumber nilai intrinsik pekerjaan manusia, tapi malah kepada selain
Nya. Na’udzu billahi min Dzalik
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Etos kerja merupakan semangat untuk
bekerja.Bekerja itu sendiri merupakan melakukan usaha kegiatan untuk mencapai
tujuan. Adapun hadist mengenai etos kerja diantaranya: Hadist mengenai
pekerjaan yang paling baik, larangan meminta-minta. Adapun pekerjaan yang
paling baik adalah seseorang yang bekerja dengan tangannya sendiri dan apabila
berdagang ataupun berjualan yang bersih.Adapun pekerjaan yang kurang disukai
Allah SWT ataupun dilarang adalah meminta-minta atau mengemis.
Etika kerja dalam Islam yang perlu diperhatikan
adalah
(1) Adanya keterkaitan individu terhadap Allah
sehingga menuntut individu untuk bersikap cermat dan bersungguh-sungguh dalam
bekerja, berusaha keras memperoleh keridhaan Allah dan mempunyai hubungan baik
dengan relasinya.
(2) Berusaha dengan cara yang halal dalam
seluruh jenis pekerjaan.
(3) tidak memaksakan seseorang, alat-alat
produksi atau binatang dalam bekerja, semua harus dipekerjakan secara
professional dan wajar.
(4) tidak melakukan pekerjaan yang mendurhakai
Allah yang ada kaitannya dengan minuman keras, riba dan hal-hal lain yang
diharamkan Allah.
(5) Professionalisme dalam setiap pekerjaan.
(6) Islam menempatkan
“Kerja” sebagai hal yang luhur dan bahkan menempatkannya sebagai salah satu wujud
ibadah, selama niatnya benar dan prakteknya tidak menyalahi aturan Allah Swt.,
DAFTAR PUSTAKA
5. Hasan, M. Tholhah, “Islam dan masalah
sumber daya manusia”, Jakarta Selatan: Lantabora press, 2003.
6. Hasan, M.
Tholhah, “Dinamika kehidupan religius”, Jakarta Utara: Listafanska
Putra, 2004.
Wallahu 'A'lam bish Showaab.
Wasslam,
http://aminazra.blogspot.com
1 komentar:
Thanks infonya...
Posting Komentar