ILMU
PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI DALAM ISLAM
Makalah
ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas Al-Qur’an-Hadist
Guru
pembimbing : Amingsa, S.Pd. I, M.A
Disusun
Oleh Kelompok 5:
1. Linda
Ayuningsih
2. Aroem
Widjayantie
3. Dyah
Ayuni Rizky
4. Inayatul
Maula
5. Nurlaeli
6. Siti
Juleha
7. Ulfahanif
Islamyyah
8. Yuni
KEMENTERIAN
AGAMA KOTA CIREBON
MAN 3
KOTA CIREBON
Jl.
Pilang Raya No. 31 Telp. (0231)202914 KOTA CIREBON
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim.
Puji Syukur kami panjatkan
kehadirat Allah SWT karena atas Rahmat dan Hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan
makalah ini dengan baik serta tepat pada waktunya. Shalawat dan salam
semoga tercurahkan kepada Nabi besar Muhammad SAW beserta keluarganya, para sahabatnya,
tabi’it-tabi’in hingga sampai kepada kami selaku umatnya. Aamiin
Kami mengucapkan terimakasih
kepada pembimbing kami Bapak Amingsa, S.Pd.I,M.A yang telah membimbing kami
dalam menyelesaikan makalah ini. Tak lupa juga beberapa pihak lain yang sudah
membantu baik secara materi maupun non-materi.
Makalah ini terdiri dari berbagai
referensi baik melalui media masa maupun elektronik. Meski demikian, makalah
ini masih banyak kekurangan untuk itu, saran pembaca sangat membantu untuk
perbaikan makalah ini kedepan. Akhir kata semoga makalah ini dapat bermanfaat
Cirebon, Januari
2014
Penulis
DAFTAR ISI
Kata Pengantar.................................................................... i
Daftar
Isi............................................................................. ii
BAB I
PENDAHULUAN...............................................
1
A. Latar
Belakang........................................................... 1
B. Rumusan
Masalah...................................................... 1
C. Tujuan..........................................................................
1
BAB II
PEMBAHASAN.................................................. 2
A.Pengertian
IPTEK........................................................... 2
B.Sains dan
Teknologi........................................................ 3
C. IPTEK
pandangan Islam....................................... ...... 4
D. IPTEK dijaman
Islam.................................................. 5
E. Masa Kejayaan &
Kemunduran IPTEK........ ............... 6
F. Q.S Al-‘Alaq
: 1-5......................................................... 8
G. Q.S Yunus :
101.......................................................... 12
H. Q.S
Al-Baqarah : 164.................................................. 13
I. Keutamaan
Orang Beriman & Beramal.................... 15
BAB III
PENUTUP............................................................ 17
A.Kesimpulan................................................................... 17
B.Saran.............................................................................. 17
C.Daftar
Pustaka............................................................... 18
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Manusia pada dasarnya memiliki
akal dan fikiran untuk memahami fenomena alam dalam ilmu pengetahuan,
teknologi, dan seni. Namun, keadaan manusia saat ini menyebabkan iptek (ilmu
pengetahuan dan teknologi) semakin terpisah dari Islam. Oleh karena itu,
manusia perlu diingatkan bahwa saat ini Iptek telah jauh dari Islam,
penggunaannya telah disalahgunakan dan tidak dipergunakan dengan bijak.
Ilmuan-ilmuan Islam telah banyak muncul dalam peradaban ilmu pengetahuan, hanya
saja keberadaan mereka kurang diketahui atau bahkan teori-teorinya diakui oleh
Ilmuan non Islam.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana
pandangan Iptek secara umum ?
2. Bagaimana
Iptek menurut pandangan islam ?
3. Bagaimana
keutamaan orang beriman dan beramal?
1.3 Tujuan
1. Untuk
mengetahui pandangan Iptek secara umum.
2. Untuk
mengetahui pandangan Iptek menurut Islam.
3. Uuntuk
mengetahui keutamaan orang beriman dan beramal.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK)
IPTEK adalah akronim dari
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, dimana dari akronim tersebut mempunyai artinya
sendiri, baik Ilmu, Pengetahuan, maupun Teknologi.
Ilmu dapatlah dipandang sebagai produk, sebagai proses, dan sebagai paradigma etika.
Ilmu dipandang sebagai proses karena ilmu merupakan hasil dari kegiatan sosial, yang berusaha memahami alam, manusia dan perilakuknya baik secara individu atau kelompok.
Ilmu sebagai produk artinya ilmu diperoleh dari hasil metode keilmuan yang diakui secara umum dan sifatnya yang universal. Oleh karena itu ilmu dapat diuji kebenarannya, sehingga tidak mustahil suatu teori yang sudah mapan suatu saat dapat ditumbangkan oleh teori lain.
Ilmu sebagai paradigma ilmu, karena ilmu selain universal, komunal, juga alat meyakinkan sekaligus dapat skeptis, tidak begitu saja mudah menerima kebenaran.
Istilah ilmu yang dikemukakan di atas berbeda dengan istilah pengetahuan. Ilmu diperoleh melalui kegiatan metode ilmiah atau epistemology. Jadi, epistemology merupakan pembahasan bagaimana mendapatkan pengetahuan. Epistemologi ilmu tercermin dalam kegiatan metode ilmiah. Sedangkan pengetahuan adalah pikiran atau pemahaman di luar atau tanpa kegiatan metode ilmiah, sifatnya dapat dogmatis, banyak spekulasi dan tidak berpijak pada kenyataan empiris. Sumber pengetahuan dapat berupa hasil pengalaman berdasarkan akal sehat (common sense) yang disertai mencoba-coba, intuisi (pengetahuan yang diperoleh tanpa penalaran) dan wahyu (merupakan pengetahuan yang diberikan Tuhan kepada para nabi atau utusan-Nya).
Adapun beberapa definisi ilmu menurut para ahli seperti yang dikutip oleh Bakhtiar tahun 2005 diantaranya adalah :
a. Mohamad Hatta,
Ilmu dapatlah dipandang sebagai produk, sebagai proses, dan sebagai paradigma etika.
Ilmu dipandang sebagai proses karena ilmu merupakan hasil dari kegiatan sosial, yang berusaha memahami alam, manusia dan perilakuknya baik secara individu atau kelompok.
Ilmu sebagai produk artinya ilmu diperoleh dari hasil metode keilmuan yang diakui secara umum dan sifatnya yang universal. Oleh karena itu ilmu dapat diuji kebenarannya, sehingga tidak mustahil suatu teori yang sudah mapan suatu saat dapat ditumbangkan oleh teori lain.
Ilmu sebagai paradigma ilmu, karena ilmu selain universal, komunal, juga alat meyakinkan sekaligus dapat skeptis, tidak begitu saja mudah menerima kebenaran.
Istilah ilmu yang dikemukakan di atas berbeda dengan istilah pengetahuan. Ilmu diperoleh melalui kegiatan metode ilmiah atau epistemology. Jadi, epistemology merupakan pembahasan bagaimana mendapatkan pengetahuan. Epistemologi ilmu tercermin dalam kegiatan metode ilmiah. Sedangkan pengetahuan adalah pikiran atau pemahaman di luar atau tanpa kegiatan metode ilmiah, sifatnya dapat dogmatis, banyak spekulasi dan tidak berpijak pada kenyataan empiris. Sumber pengetahuan dapat berupa hasil pengalaman berdasarkan akal sehat (common sense) yang disertai mencoba-coba, intuisi (pengetahuan yang diperoleh tanpa penalaran) dan wahyu (merupakan pengetahuan yang diberikan Tuhan kepada para nabi atau utusan-Nya).
Adapun beberapa definisi ilmu menurut para ahli seperti yang dikutip oleh Bakhtiar tahun 2005 diantaranya adalah :
a. Mohamad Hatta,
mendefinisikan ilmu adalah pengetahuan yang teratur tentang
pekerjaan hukum kausal dalam suatu golongan masalah yang sama tabiatnya, maupun
menurut kedudukannya tampak dari luar, maupun menurut bangunannya dari dalam.
b. Ralph Ross dan Ernest Van Den Haag,
mengatakan ilmu adalah yang empiris, rasional, umum
dan sistematik, dan ke empatnya serentak.
c. Karl Pearson,
mengatakan ilmu adalah lukisan atau keterangan yang
komprehensif dan konsisten tentang fakta pengalaman dengan istilah yang
sederhana.
d. Ashley Montagu,
menyimpulkan bahwa ilmu adalah pengetahuan yang disusun
dalam satu sistem yang berasal dari pengamatan, studi dan percobaan untuk
menentukan hakikat prinsip tentang hal yang sedang dikaji.
e. Harsojo,
menerangkan bahwa ilmu merupakan akumulasi pengetahuan yang
disistemasikan dan suatu pendekatan atau metode pendekatan terhadap seluruh
dunia empiris yaitu dunia yang terikat oleh faktor ruang dan waktu, dunia yang
pada prinsipnya dapat diamati oleh panca indera manusia. Lebih lanjut ilmu
didefinisikan sebagai suatu cara menganalisis yang mengijinkan kepada
ahli-ahlinya untuk menyatakan suatu proposisi dalam bentuk : “ jika .... maka
“.
f. Afanasyef,
menyatakan ilmu adalah manusia tentang alam, masyarakat dan
pikiran. Ia mencerminkan alam dan konsep-konsep, katagori dan hukum-hukum, yang
ketetapannya dan kebenarannya diuji dengan pengalaman praktis.
2.2 Sains dan Teknologi
Merupakan suatu hakikat yang nyata bahwa sains dan teknologi
adalah cabang-cabang ilmu mempunyai hubungan erat dan saling melengkapi
diantara satu dengan yang lain. Faham ini telah di yakini sejak abad ke-19 M
yaitu ketika teknologi telah meningkat secara mendadak dari segi kuantiti dan
mutunya. Pada masa sekarang sains dan teknologi bukan saja merupakan
cabang-cabang ilmu yang melengkapi dan tidak dapat dipisahkan, malah ilmu-ilmu
tersebut mempunyai kaitan dengan perubahan sosial yang berdasarkan kepada
faham-faham dasar mengenai manusia dan alam semesta.
2.3 IPTEK dilihat dari pandangan Islam
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) menurut pandangan
Al-Qur’an mengundang kita untuk menengok sekian banyak ayat Al-Qur’an yang
berbicara tentang alam raya. Menurut ulama terdapat 750 ayat Al-Qur’an yang
menjelaskan tentang alam beserta fenomenanya dan memerintahkan manusia untuk
mengetahui dan memanfaatkannya. Allah SWT berfirman dalam QS Al-Baqarah ayat 31
yang artinya :“Dan dia ajarkan kepada Adam nama-nama (benda) semuanya, kemudian
diperintahkan kepada malaikat-malaikat, seraya berfirman “Sebutkan kepadaku
nama semua (benda) ini, jika kamu yang benar”. Dari ayat di atas yang dimaksud
nama-nama adalah sifat, ciri, dan hukum sesuatu. Ini berarti manusia berpotensi
mengetahui rahasia alam semesta. Adanya potensi tersebut, dan tersedianya lahan
yang diciptakan Allah, serta ketidakmampuan alam untuk membangkang pada
perintah dan hukum-hukum Tuhan, menjadikan ilmuwan dapat memperoleh kepastian
mengenai hukum-hukum alam. Karenanya, semua itu menghantarkan pada manusia
berpotensi untuk memanfaatkan alam itu merupakan buah dari ilmu pengetahuan dan
teknologi. Al-Qur’an memerintahkan manusia untuk terus berupaya meningkatkan
kemampuan ilmiahnya. Jangankan manusia biasa, Rasul Allah Muhammad SAW pun
diperintahkan agar berusaha dan berdoa agar selalu ditambah pengetahuannya (QS
Yusuf : 72).
Hal ini dapat menjadi pemicu manusia untuk terus
mengembangkan teknologi dengan memanfaatkan anugerah Allah yang dilimpahkan
kepadanya. Karena itu, laju IPTEK memang tidak dapat dibendung, hanya saja
mabusia dapat berusaha mengarahkan diri agar tidak diperturutkan nafsunya untuk
mengumpulkan harta dan IPTEK yang dapat membahayakan dirinya dan yang lainnya.
2.4 Ilmu Pengetahuan dan Teknologi di jaman Islam
Islam pernah berjaya di bidang IPTEK sekitar abad VIII
sampai dengan abad XIII. Tradisi keilmuan umat Islam dipelopori oleh Al-Kindi
(filosof penggerak dan pengembang ilmu pengetahuan) yang mengatakan bahwa Islam
itu dapat memperoleh ilmu pengetahuan dan teknologi dari manapun sumbernya,
asalkan tidak bertenangan dengan akidah dan syariat. Hal ini sejalan dengan
hadits nabi yang menyuruh umatnya berlayar sampai ke negeri China untuk
memperoleh ilmu pengetahuan. Padahal China adalah negara non muslim. Menurut
Harun Nasution, pemikiran rasional berkembang pada jaman Islam (650-1250 M).
Pemikiran ini dipengaruhi oleh persepsi tentang bagaimana tingginya kedudukan
akal seperti yang terdapat dalam al-Qur`an dan hadits. Persepsi ini bertemu
dengan persepsi yang sama dari Yunani melalui filsafat dan sains Yunani yang
berada di kota-kota pusat peradaban Yunani di Dunia Islam Zaman Klasik, seperti
Alexandria (Mesir), Jundisyapur (Irak), Antakia (Syiria), dan Bactra (Persia).
W. Montgomery Watt menambahkan lebih rinci bahwa ketika Irak, Syiria, dan Mesir
diduduki oleh orang Arab pada abad ketujuh, ilmu pengetahuan dan filsafat
Yunani dikembangkan di berbagai pusat belajar. Terdapat sebuah sekolah terkenal
di Alexandria, Mesir, tetapi kemudian dipindahkan pertama kali ke Syiria, dan
kemudian pada sekitar tahun 900 M ke Baghdad. Maka para khalifah dan para
pemimpin kaum Muslim lainnya menyadari apa yang harus dipelajari dari ilmu
pengetahuan Yunani. Mereka mengagendakan agar menerjemahkan sejumlah buku
penting dapat diterjemahkan. Beberapa terjemahan sudah mulai dikerjakan pada
abad kedelapan. Penerjemahan secara serius baru dimulai pada masa pemerintahan
al-Ma’mūn (813-833 M). Dia mendirikan Bayt al-Ḥikmah, sebuah lembaga khusus
penerjemahan. Sejak saat itu dan seterusnya, terdapat banjir penerjemahan
besar-besaran. Penerjemahan terus berlangsung sepanjang abad kesembilan dan
sebagian besar abad kesepuluh.
2.5 Masa kejayaan dan kemuduran IPTEK di kalangan Islam
Dari buku “Ilmuwan Muslim Sepanjang Sejarah” yang ditulis
oleh M. Natsir Arsyad, diperoleh beberapa informasi tentang nama-nama ilmuwan
Islam yang mengharumkan namanya. Diantaranya adalah Al-Khawārizmī (Algorismus
atau Alghoarismus) merupakan tokoh penting dalam bidang matematika dan
astronomi. Istilah teknis algorisme diambil dari namanya. Dia memberi landasan
untuk aljabar. Istilah “algebra” diambil dari judul karyanya. Karya-karyanya
adalah rintisan pertama dalam bidang aritmatika yang menggunakan cara penulisan
desimal seperti yang ada dewasa ini, yakni angka-angka Arab. Al-Khawārizmī dan
para penerusnya menghasilkan metode-metode untuk menjalankan operasi-operasi
matematika yang secara aritmatis mengandung berbagai kerumitan, misalnya
mendapatkan akar kuadrat dari satu angka. Di antara ahli matematika yang
karyanya telah diterjemahkan ke dalam bahasa Latin adalah al-Nayrīzī atau
Anaritius (w. 922 M) dan Ibn al-Haytham atau Alhazen (w. 1039 M). Ibn
al-Haytham menentang teori Eucleides dan Ptolemeus yang menyatakan bahwa sinar
visual memancar dari mata ke obyeknya, dan mempertahankan pandangan
kebalikannya bahwa cahayalah yang memancar dari obyek ke mata. Di bidang
astronomi, al-Battānī (Albategnius) menghasilkan table-tabel astronomi yang
luar biasa akuratnya pada sekitar tahun 900 M. Ketepatan observasi-observasinya
tentang gerhana telah digunakan untuk tujuan-tujuan perbandingan sampai tahun
1749 M. Selain al-Battānī, ada Jābir ibn Aflaḥ (Geber) dan al-Biṭrūjī
(Alpetragius). Jābir ibn Aflaḥ dikenal karena karyanya di bidang trigonometri
sperik. Di bidang astronomi dan matematika, ada juga Maslamah al-Majrīṭī (w.
1007 M), Ibn al-Samḥ, dan Ibn al-Ṣaffār. Ibn Abī al-Rijāl (Abenragel) di bidang
astrologi.
Dalam bidang kedokteran ada Abū Bakar Muḥammad ibn Zakariyyā
al-Rāzī atau Rhazes (250-313 H/864-925 M atau 320 H/932 M) , Ibn Sīnā atau
Avicenna (w. 1037 M), Ibn Rushd atau Averroes (1126-1198 M), Abū al-Qāsim
al-Zahrāwī (Abulcasis), dan Ibn Ẓuhr atau Avenzoar (w. 1161 M). Al-Ḥāwī karya
al-Rāzī merupakan sebuah ensiklopedi mengenai seluruh perkembangan ilmu
kedokteran sampai masanya. Untuk setiap penyakit dia menyertakan
pandangan-pandangan dari para pengarang Yunani, Syiria, India, Persia, dan
Arab, dan kemudian menambah catatan hasil observasi klinisnya sendiri dan
menyatakan pendapat finalnya. Buku Canon of Medicine karya Ibnu Sīnā
sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Latin pada abad ke-12 M dan terus
mendominasi pengajaran kedokteran di Eropa setidak-setidaknya sampai akhir abad
ke-16 M dan seterusnya. Tulisan Abū al-Qāsim al-Zahrāwī tentang pembedahan
(operasi) dan alat-alatnya merupakan sumbangan yang berharga dalam bidang
kedokteran.
Dalam bidang kimia ada Jābir ibn Ḥayyān (Geber) dan al-Bīrūnī (362-442
H/973-1050 M). Sebagian karya Jābir ibn Ḥayyān memaparkan metode-metode
pengolahan berbagai zat kimia maupun metode pemurniannya. Sebagian besar kata
untuk menunjukkan zat dan bejana-bejana kimia yang belakangan menjadi bahasa
orang-orang Eropa berasal dari karya-karyanya. Sementara itu, al-Bīrūnī
mengukur sendiri gaya berat khusus dari beberapa zat yang mencapai ketepatan
tinggi. Tetapi dari tahun ke tahun para ilmuwan muslim yang muncul semakin
sedikit, salah satunya dari Negara Indonesia adalah Prof. Dr. B. J. Habibie
dalam bidang kedirgantaraan.
Disamping dari tahun ke tahun ilmuwan muslim yang muncul
sedikit, menurut Prof. Dr. Abdus Salam dalam bukunya “Sains dan Dunia Islam”
yang diterjemahkan oleh Prof. Dr. Achmad Baiquni yang mengatakan : “Pada hemat
saya, matinya kegiatan sains di persemakmuran Islam lebih banyak disebabkan
faktor-faktor internal”. Ibnu Khaldun seorang tokoh sejarahwan sosial
mengatakan : “Kita mendengar baru-baru ini, bahwa di tanah bangsa Franka dan di
pesisir Timur Tengah sedang ditumbuhkan ilmu-ilmu filsafat dengan giat”. Atas
perkataan Ibnu Khaldun di atas, Prof. Abdus Salam mengatakan : “Ibnu Khaldun tidak
memperlihatkan sikap ingin tahu atau menyesal, justru sikap acuh yang hampir
mendekati permusuhan”. Dari ungkapan Prof. Abdus Salam tersebut, sejak saat itu
telah muncul dikotomi antara ayat-ayat kitabiyyah dan ayat-ayat khauniyyah
dikalangan muslim. Jadi timbul persepsi bahwa Islam hanya berbicara tentang
ilmu-ilmu sesuai dengan Al-Qur’an, tetapi tanpa mempelajari dan mengembangkan
ilmu-ilmu yang ada di Al-Qur’an dengan melihat fenomena-fenomena alam semesta.
Sehingga itu merupakan salah satu faktor kemunduran ilmu pengetahuan di
kalangan Islam.
2.6 Q.S Al-‘ALAQ : 1-5
“Bacalah! Dengan nama Tuhanmu yang telah mencipta.” (ayat
1). Dalam waktu pertama saja, yaitu “bacalah”, telah terbuka kepentingan
pertama di dalam perkembangan agama ini selanjutnya. Nabi SAW disuruh membaca
wahyu akan diturunkan kepada beliau itu di atas nama Allah, Tuhan yang telah
mencipta.
Yaitu: “Menciptakan manusia dari segumpal darah.” (ayat 2).
Yaitu peringkat yang kedua sesudah nuthfah, yaitu segumpal air yang telah
berpadu dari mani si laki-laki dengan mani si perempuan, yang setelah 40 hari
lamanya, air itu telah menjelma jadi segumpal darah, dan dari segumpal darah
itu kelak akan menjelma pula setelah melalui 40 hari, menjadi segumpal daging (Mudhghah).
Nabi bukanlah seorang yang pandai membaca. Beliau
adalah ummi, yang boleh diartikan buta huruf, tidak pandai menulis dan
tidak pula pandai membaca yang tertulis. Tetapi Jibril mendesaknya juga sampai
tiga kali supaya dia membaca. Meskipun dia tidak pandai menulis, namun ayat-ayat
itu akan dibawa langsung oleh Jibril kepadanya, diajarkan, sehingga dia dapat
menghapalnya di luar kepala, dengan sebab itu akan dapatlah dia membacanya.
Tuhan Allah yang menciptakan semuanya. Rasul yang tak pandai menulis dan
membaca itu akan pandai kelak membaca ayat-ayat yang diturunkan kepadanya.
Sehingga bilamana wahyu-wahyu itu telah turun kelak, dia akan diberi nama
Al-Qur’an. Dan Al-Qur’an itu pun artinya ialah bacaan. Seakan-akan Tuhan
berfirman: “Bacalah, atas qudrat-Ku dan iradat-Ku.”
Syaikh Muhammad Abduh di dalam Tafsir Juzu’ Ammanya
menerangkan: “Yaitu Allah yang Maha Kuasa menjadikan manusia daripada air mani,
menjelma jadi darah segumpal, kemudian jadi manusia penuh, niscaya kuasa pula
menimbulkan kesanggupan membaca pada seseorang yang selama ini dikenal ummi,
tak pandai membaca dan menulis. Maka jika kita selidiki isi Hadis yang
menerangkan bahwa tiga kali Nabi disuruh membaca, tiga kali pula beliau
menjawab secara jujur bahwa beliau tidak pandai membaca, tiga kali pula Jibril
memeluknya keras-keras, buat meyakinkan baginya bahwa sejak saat itu
kesanggupan membaca itu sudah ada padanya, apatah lagi dia adalah Al-Insan
Al-Kamil, manusia sempurna. Banyak lagi yang akan dibacanya di belakang hari.
Yang penting harus diketahuinya ialah bahwa dasar segala yang akan dibacanya
itu kelak tidak lain ialah dengan nama Allah jua.”
“Bacalah! Dan Tuhan engkau itu adalah Maha Mulia.” (ayat 3).
Setelah di ayat yang pertama beliau disuruh membaca di atas nama Allah yang
menciptakan insan dari segumpal darah, diteruskan lagi menyuruhnya membaca di
atas nama Tuhan. Sedang nama Tuhan yang selalu akan diambil jadi sandaran hidup
itu ialah Allah Yang Maha Mulia, Maha Dermawan, Maha Kasih dan Sayang kepada
Makhluk-Nya.
“Dia yang mengajarkan dengan qalam.” (ayat 4). Itulah
keistimewaan Tuhan itu lagi. Itulah kemuliaan-Nya yang tertinggi. Yaitu
diajarkan-Nya kepada manusia berbagai ilmu, dibuka-Nya berbagai rahasia,
diserahkan-Nya berbagai kunci untuk pembuka perbendaharaan Allah, yaitu
dengan qalam. Dengan pena! Di samping lidah untuk membaca, Tuhan pun
mentakdirkan pula bahwa dengan pena ilmu pengetahuan dapat dicatat. Pena adalah
beku dan kaku, tidak hidup, namun yang dituliskan oleh pena itu adalah berbagai
hal yang dapat difahamkan oleh manusia “Mengajari manusia apa-apa yang dia
tidak tahu.” (ayat 5).
Lebih dahulu Allah Ta’ala mengajar manusia
mempergunakan qalam. Sesudah dia pandai mempergunakan qalam itu
banyaklah ilmu pengetahuan diberikan oleh Allah kepadanya, sehingga dapat pula
dicatatnya ilmu yang baru didapatnya itu dengan qalam yang telah ada
dalam tangannya:
“Ilmu pengetahuan adalah laksana binatang buruan dan
penulisan adalah tali pengikat buruan itu. Oleh sebab itu ikatlah buruanmu
dengan tali yang teguh.”
Maka di dalam susunan kelima ayat ini, sebagai ayat
mula-mula turun kita menampak dengan kata-kata singkat Tuhan telah menerangkan
asal-usul kejadian seluruh manusia yang semuanya sama, yaitu daripada segumpal
darah, yang berasal dari segumpal mani.
Dan segumpal mani itu berasal dari saringan halus makanan
manusia yang diambil dari bumi. Yaitu dari hormon, kalori, vitamin dan berbagai
zat yang lain, yang semua diambil dari bumi yang semuanya ada dalam sayuran,
buah-buahan makanan pokok dan daging. Kemudian itu manusia bertambah besar dan
dewasa. Yang terpenting alat untuk menghubungkan dirinya dengan manusia
sekitarnya ialah kesanggupan berkata-kata dengan lidah, sebagai sambungan dari
apa yang terasa di dalam hatinya. Kemudian bertambah juga kecerdasannya, maka
diberikan pulalah kepandaian menulis.
Di dalam ayat yang mula turun ini telah jelas penilaian yang
tertinggi kepada kepandaian membaca dan menulis. Berkata Syaikh Muhammad Abduh
dalam tafsirnya: “Tidak didapat kata-kata yang lebih mendalam dan alasan yang
lebih sempurna daripada ayat ini di dalam menyatakan kepentingan membaca dan
menulis ilmu pengetahuan dalam segala cabang dan bahagianya. Dengan itu mula
dibuka segala wahyu yang akan turun di belakang.”
Maka kalau kaum Muslimin tidak mendapat petunjuk ayat ini
dan tidak mereka perhatikan jalan-jalan buat maju, merobek segala selubung
pembungkus yang menutup penglihatan mereka selama ini terhadap ilmu
pengetahuan, atau merampalkan pintu yang selama ini terkunci sehingga mereka
terkurung dalam bilik gelap, sebab dikunci erat-erat oleh pemuka-pemuka mereka
sampai mereka meraba-raba dalam kegelapan bodoh, dan kalau ayat pembukaan wahyu
ini tidak menggetarkan hati mereka, maka tidaklah mereka akan bangun lagi
selama-lamanya.
Ar-Razi menguraikan dalam tafsirnya, bahwa pada dua ayat
pertama disuruh membaca di atas nama Tuhan yang telah mencipta, adalah
mengandung qudrat, dan hikmat dan ilmu dan rahmat. Semuanya adalah sifat Tuhan.
Dan pada ayat yang seterusnya seketika Tuhan menyatakan mencapai ilmu dengan qalam
atau pena, adalah suatu isyarat bahwa ada juga di antara hukum itu yang
tertulis, yang tidak dapat difahamkan kalau tidak didengarkan dengan seksama.
Maka pada dua ayat pertama memperlihatkan rahasia Rububiyah, rahasia Ketuhanan.
Dan di tiga ayat sesudahnya mengandung rahasia Nubuwwat, Kenabian. Dan siapa
Tuhan itu tidaklah akan dikenal kalau bukan dengan perantaraan Nubuwwat, dan
nubuwwat itu sendiri pun tidaklah akan ada, kalau tidak dengan kehendak Tuhan.
2.7 Q.S YUNUS : 101
Ayat ke 101
انْظُرُوا مَاذَا فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَمَا تُغْنِي
الْآَيَاتُ وَالنُّذُرُ عَنْ قَوْمٍ لَا يُؤْمِنُونَ (101)
Artinya:
Katakanlah: "Perhatikanlah apa yaag ada di langit dan
di bumi. Tidaklah bermanfaat tanda kekuasaan Allah dan rasul-rasul yang memberi
peringatan bagi orang-orang yang tidak beriman". (10: 101)
Pada ayat-ayat sebelumnya telah disebutkan bahwa dalil
mengenai kekufuran dan keingkaran yaitu tidak digunakannya akal dan ilmu dalam
menyikapi ayat-ayat dan tanda-tanda kebenaran Allah. Karena itu ayat ini justru
menekankan pada penggunaan akal, berfikir serta memandang secara jeli dan
teliti, yang termasuk mukadimah untuk bisa beriman kepada Allah. Dari sisi
lain, berdasarkan ayat-ayat sebelumnya, iman haruslah memiliki syarat ikhtiyar
dan sekali-kali bukan terpaksa. Karena itu ayat-ayat tadi menekankan untuk
berpikir, hingga seseorang melalui pemahaman dan pengetahuannya yang dalam
dapat menerima jalan untuk beriman, kemudian memegang teguh dengan konsekuen.
Sudah barang tentu dengan mengkaji sesuatu yang ada di
langit dan di bumi, manusia akan merasa takjub menyaksikan berbagai ciptaan
Allah di alam raya ini. Hal ini akan membuat manusia tunduk dan berserah diri
di hadapan sang Pencipta Yang Maha Esa. Sebagian orang meski telah menyaksikan
semua tanda-tanda yang agung dan gamblang ini, namun mereka masih saja tidak
mau beriman. Bahkan sebagian masih menuruti keraguan yang mereka bikin-bikin,
sehingga mereka tetap terseret dalam keingkaran dan kufur.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Menelaah dan merenungi ciptaan Allah di alam raya ini
merupakan cara yang paling wajar dan sederhana untuk bisa mengenal Allah, Sang
Pencipta.
2. Dengan menyaksikan ayat-ayat suci Allah, mendengar seruan
kebenaran tidaklah cukup, namun kehendak dan hasrat manusia untuk menerima
kebenaran itu yang perlu.
2.8 Q.S Al-Baqarah : 164
إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ
وَالنَّهَارِ وَالْفُلْكِ الَّتِي تَجْرِي فِي الْبَحْرِ بِمَا يَنْفَعُ النَّاسَ
وَمَا أَنْزَلَ اللَّهُ مِنَ السَّمَاءِ مِنْ مَاءٍ فَأَحْيَا بِهِ الْأَرْضَ
بَعْدَ مَوْتِهَا وَبَثَّ فِيهَا مِنْ كُلِّ دَابَّةٍ وَتَصْرِيفِ الرِّيَاحِ
وَالسَّحَابِ الْمُسَخَّرِ بَيْنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ
يَعْقِلُونَ
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih
bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang
berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu
dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)-nya dan Dia sebarkan di
bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan
antara langit dan bumi; sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran
Allah) bagi kaum yang memikirkan.”
Dialah yang menciptakan langit dan bumi untuk keperluan
manusia, maka seharusnyalah manusia memperhatikan dan merenungkan rahmat Allah
Yang Maha Suci itu karena dengan memperhatikan isi semuanya akan bertambah
yakinlah dia pada keesaan dan kekuasaan-Nya, akan bertambah luas pulalah ilmu
pengetahuannya mengenai alam ciptaan-Nya dan dapat pula dimanfaatkannya ilmu
pengetahuan itu sebagaimana yang dikehendaki oleh Allah Yang Maha Mengetahui.
Hendaklah selalu diperhatikan dan diselidiki apa yang tersebut dalam ayat ini,
yaitu:
1. Bumi yang didiami manusia ini dan
apa yang tersimpan di dalamnya berupa perbendaharaan dan kekayaan yang tidak
akan habis-habisnya baik di darat maupun di laut
2. Langit dengan planet dan
bintang-bintangnya yang semua berjalan dan bergerak menurut tata tertib dan
aturan Ilahi. Tidak ada yang menyimpang dari aturan-aturan itu, karena apabila
terjadi penyimpangan akan terjadilah tabrakan antara yang satu dengan yang lain
dan akan binasalah alam ini seluruhnya. Hal ini tidak akan terjadi kecuali bila
penciptanya sendiri yaitu Allah Yang Maha Kuasa telah menghendaki yang demikian
itu.
3. Pertukaran malam dan siang dan
perbedaan panjang dan pendeknya pada beberapa negeri karena perbedaan letaknya,
kesemuanya itu membawa faedah dan manfaat yang amat besar bagi manusia.
Walaupun sebab-sebabnya telah diketahui dengan perantaraan ilmu falak tetapi
penyelidikan manusia dalam hal ini harus dipergiat dan diperdalam lagi sehingga
dengan pengetahuan itu manusia dapat lebih maju lagi dalam memanfaatkan rahmat
Tuhan itu.
4. Bahtera yang berlayar di lautan
untuk membawa manusia dari satu negeri ke negeri lain dan untuk membawa
barang-barang perniagaan untuk memajukan perekonomian. Bagi orang yang belum
mengalami berlayar di tengah-tengah samudera yang luas mungkin hal ini tidak
akan menarik perhatian, tetapi bagi pelaut-pelaut yang selalu mengarungi lautan
yang mengalami bagaimana hebatnya serangan ombak dan badai apalagi bila dalam
keadaan gelap gulita di malam hari hal ini pasti akan membawa kepada keinsafan
bahwa memang segala sesuatu itu dikendalikan dan berada di bawah inayat Allah
Yang Maha Kuasa dan Maha Perkasa.
5. Allah swt. menurunkan hujan dari
langit sehingga dengan air hujan itu bumi yang telah mati atau lekang dapat
menjadi hidup dan subur, dan segala macam hewan dapat pula melangsungkan
hidupnya dengan adanya air tersebut. Dapat digambarkan, bagaimana jika hujan
tiada turun dari langit, semua daratan akan menjadi gurun sahara, semua makhluk
yang hidup akan mati dan musnah kekeringan.
6. Pengendalian dan pengisaran angin
dari suatu tempat ke tempat yang lain suatu tanda dan bukti bagi kekuasaan
Allah dan kebesaran rahmat-Nya bagi manusia. Dahulu, sebelum adanya kapal api
kapal-kapal layarlah yang dipakai mengarungi lautan yang luas dan bila tidak
ada angin tentulah kapal itu akan tenang saja dan tidak dapat bergerak ke
tempat yang dituju. Di antara angin itu ada yang menghalau awan ke
tempat-tempat yang dikehendaki Allah, bahkan ada pula yang mengawinkan sari
tumbuhan dan banyak lagi rahasia-rahasia yang terpendam yang belum dapat
diselidiki dan diketahui oleh manusia.
7. Demikian pula harus dipikirkan dan
diperhatikan kebesaran nikmat Allah kepada manusia dengan bertumpuk-tumpuknya
awan antara langit dan bumi. Ringkasnya semua rahmat yang diciptakan Allah
termasuk apa yang tersebut dalam ayat 164 ini patut dipikirkan dan direnungkan
bahkan dibahas dan diteliti, untuk meresapkan keimanan yang mendalam dalam
kalbu, dan untuk memajukan ilmu pengetahuan yang juga membawa kepada pengakuan
akan keesaan dan kebesaran Allah.
2.9Keutamaan Orang Beriman dan Beramal
Pengembangan ilmu pengetahuan teknologi dan seni tidak lepas
dari keimanan dan ketaqwaan. Karena setiap sesuatu yang baik dan bergantung
pada niat seseorang akan bernilai ibadah dimata ALLAH dan bermanfaat bagi
manusia disekitar lingkungannya. Makhluk yang paling mulia dan sempurna yaitu
manusia, karena dibekali seperangkat potensi yaitu akal dan pikiran. Akal
berguna untuk berpikir terhadap hasil pemikiran seperti ilmu pengetahuan,
teknologi dan seni. Sesuatu yang paling mulia dari diri manusia yaitu hatinya.
ALLAH akan memberikan jaminan kemaslahatan bagi kehidupan
dan lingkungan seseorang atas ilmu yang dikembangkan berdasarkan keimanan dan
ketaqwaan kepada ALLAH SWT. ALLAH akan mengangkat derajat orang-orang yang
berilmu sesuai dengan firman ALLAH dalam QS (almujadalah : 11)
Artinya: “ALLAH akan meninggikan orang-orang yang beriman
diantara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.
Tanggung Jawab Ilmuwan Terhadap Alam dan Lingkungan.
Ilmuwan merupakan sosok manusia yang diberikan kelebihan
oleh Tuhan dalam menguasai sebuah ilmu pengetahuan. Dari kelebihannya ini maka
Tuhan mengangkat harkat dan martabat ilmuan tersebut di tengah-tengah
masyarakat. Al-Gazali mengatakan “Barangsiapa berilmu, membimbing manusia dan
memanfaatkan ilmunya bagi orang lain, bagaikan matahari, selain menerangi
dirinya, juga menerangi orang lain. Dia bagaikan minyak kesturi yang harum dan
menyebarkan keharumannya kepada orang yang berpapasan dengannya. Orang yang
berilmu dan tidak mengamalkannya menurut Al-Gazali sebagai orang yang celaka.
Ia mengatakan “ Seluruh manusia akan binasa, kecuali orang – orang berilmu .
orang – orang berilmupun akan celaka kecuali orang – orang yang mengamalkan
ilmunya. Dan orang – orang yang mengamalkan ilmunya pun akan binasa kecuali
orang – orang yang ikhlas.
Ada dua fungsi utama manusia di dunia yaitu sebagai
“Abdun”(hamba Allah) dan sebagai khalifah Allah di bumi. Esensi dari abdun
adalah ketaatan, ketundukan, dan kepatuhan kepada kebenaran dan keadilan Allah,
sedangkan esensi khalifah adalah tanggung jawab terhadap diri sendiri dan alam
lingkungannya, baik lingkungan sosial maupun lingkungan alam.
Kerusakan alam dan lingkungan ini lenih banyak disebabkan
karena ulah manusia sendiri. Mereka banyak yang berkhianat terhadap
perjanjiannya sendiri kepada Allah. Mereka tidak menjaga amanat Allah sebagai
khalifah yang bertugas untuk menjaga kelestarian alam ini sebagaimana firman
Allah dalam Q.S, al-Rum ayat 41 yang artinya :”Telah nampak kerusakan di darat
dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan
kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka segera
kembali ke jalan yang benar.”
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan berbagai aspek yang telah kami bahas, maka kami
dapat menyimpulkan bahwa ilmu pengetahuan teknologi dan seni pada zaman
sekarang sangatlah kurang dari ajaran islam. Ada beberapa yang memang melenceng
dari ajaran islam, seperti penyalahgunaan teknologi tentang adanya bom atom
contohnya yang sekarang digunakan untuk saling mengancam antar negara.
Menurut pandangan islam itu sangat bertentangan dengan
ajaran islam. Selain dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi dari segi seni
juga semakin kesini semakin tidak menentu untuk masalah seni. Karena seni pada
zaman sekarang semakin jauh dari ajaran islam. Aurat terbuka dimana – mana,
bahkan banyak yang melakukan itu adalah orang islam. Di dalam ajaran islam
sudah banyak dibahas tentang perkembangan ilmu pengetahuan teknologi dan seni
yang dibahas di dalam Al-Quran.
3.2 Saran
Kita sebagai manusia yang memiliki akal dan berpegang teguh
dalam ajaran islam, kita harus meluruskan niat kita dalm mencari ilmu dan
mengamalkannya nanti agar kita tidak salah menggunakan ilmu kita bagi
keburukan.
DAFTAR PUSTAKA
http://laksmanhakiem93.wordpress.com/2012/11/27/ilmu-pengetauan-dan-teknologi-dalam-pandangan-islam/
LKS, 2014. Al-Qur’an Hadist
kelas XII Semester 2
Noordin, Sulaiman.2000.Sains
menurut Perspektif Islam.Jakarta:Dwi Rama
Wassalam
http://aminazra.blogspot.com