AL-FARABI
Guru Kedua
dari Timur
Abu
Nasr al-Farabi adalah sebagai pembangun agung sistem
filsafat, ia telah membakutikan diri untuk berfikir dan merenung,
menjauh dari kegiatan politik, gangguan dan kekisruhan masyarakat.
Al-Farabi meninggalkan sejumlah risalah penting. Di
samping murid-muridnya yang belajar langsung, banyak pula orang-orang
yang mempelajari karya-karyanya setelah sepeninggalnya, dan menjadi
pengikut filsafatnya menjdi acuan pemikiran ilmiah bagi Barat dan
Timur, lama setelah sepeninggalnya.
Pada
terakhir abad ke-13 H/ke-19 M, telah dilakukan banyak usaha untuk
menulis biografinya, mengumpulakan karya-karya yang belum
diterbitkan, dan menjelaskan berbagai hal yang masih samar di dalam
karya filsafatnya. Pada tahun 1370 H/1950 M, seribu tahun setelah
meninggalnya, beberapa sarjana Turki menemukan beberapa karya
Al-Farabi yang masih berupa naskah dan memcahkan beberapa kesulitan
yang berkaitan dengan pemikirannya.
Salah
seorang pemikir besar Islam yang terkenal adalah al-Farabi.
Nama lengkapnya adalah Abu Nasr Muhammad Ibnu al-Farabi tapi lebih
dikenal dengan nama Alfarabius atau Avennasar. Ia lahir pada tahun
870 di Farab, sebuah kota di Turki Tengah yang kini tidak ada lagi.
Meskipun al-Farabi adalah orang Turki, tetapi ayahnya berkebangasaan
Persia. Namun begitu, karya dan pemikiran al-Farabi tetap
mencerminkan filosof Arab. Dan al-Farabi meninggal dunia 970 di
Damaskus.
Para ilmuan
Barat menganggap al-Farabi sebagai pendiri filsafat
Arab. Mereka juga menyebut al-Farabi sebagai guru kedua
(The Second Master), sedangkan Aristoteles sebagai Guru Pertama (The
First Master).
Al-Farabi
mengikuti pendidikan dasar dan menghabiskan masa kanak-kanak di kota
kelahirannya. Setelah itu ia pergi ke Bukhara untuk melanjutkan
sekolah. Al-Farabi menempuh pendidikan tingginya di Bagdad. Di kota
ini, belajar bahasa Arab dan yunani yang pertama kali. Namun,
al-Farabi ternyata lebih tertarik pada masalah alam semesta dan
manusia. Hal inilah yang membuatnya mempelajari ilmu filsafat,
terutama filsafat Flato dan Aristoteles. Al-Farabi menyerap inti
pengetahuan dari filsafat Platonik dan Aristotelian, sebelum kemudian
menggabungkanya dengan penegetahuan Al-Quran dan ilmu lain.
Selama di
Baghdad, al-Farabi mempelajari Filsafat Aristoteles dan
logika di bawah bimbingan Abu Bishr Matta ibn Yunus, seorang filosof
terkenal. Di sela-sela kesibukannya, ia mulai menulis jumlah karya
filsafat dan menerjemahkan karya para filosof Yunani. Ia dikenal
sebagai filosof Islam pertama yang memperkenalkan filsafat Yunani
pada dunia Islam. Proyek terbesar yang dilakukan al-Farabi adalah
menggabungkan Yunani dan Sysri'at Islam.
Al-Farabi
meninggalkan sejumlah besar tulisan yang penting, bahkan bila
mempercayai keterangan-keterangan beberapa penulis tentang biografi
al-Farabi, seperti al-Qifti atau Abi Usaibi'ah,
jumlah tulisannya itu ialah tujuh puluh buah, memang terlihat kecil
dibandingkan dengan karya-karya filosof di masanya, terutama
al-Kindi da ar-Razi.
Karya-karya
al-Farabi dapat dibagi menjadi dua kelompok, satu diantaranya
mengenai logika dan yang kedua mengenai bidang lain. Karya-karya
tentang logika menyangkut bagian-bagian yang berbeda dari Organon-nya
Aristoteles, baik yang berbentuk komentar maupun tulisan panjang.
Kebanyakan tulisan ini masih berupa naskah yang sebagian besar
naskah-naskah ini belum ditemukan. Sedangkan karya-karya kelompok
kedua menyangkut berbagai cabang pengetahuan diantaranya; filsafat,
fisika, matematika, etika dan politik. Sebagian karya
tersebut telah di ketemukan, dan hal ini memperjelas berbagai aspek
pemikiran filosofis al-Farabi. Tetapi ada sebagian karya lainnya yang
diragukan dan penulisan tentangnya yang merupakan masalah
kontroversial, seperti dalam hal Fusus al-Hikam (Permata
Kebijaksanaan) atau al-Mufariqat (Keterpisahan).
Sebagai
seorang filosof Muslim, al-Farabi menggunakan segenap kemampuan
akalnya untuk mencapai kebenaran yang hakiki. Ia berhusaha menggapai
Islam yang sempurna. Oleh karena itu, menurut al-Farabi, filsafat dan
agama adalah dua hal yang bersesuaian. Dua-duanya merpakan jalan
untuk mencari kebenaran agama, namun keduanya mempunyai metode
penelaran dan argumen yang logis. Sementara itu, agama berngkat dari
keimanan dan kepasrahan jiwa.
Al-Maraji'
Wahyu
Murtiningsih, Biografi Para Ilmuan Muslim, Sleman
Yogyakarta: Pustaka Insan Muslim, 2008
Abdul
Latif, Pejuang dan Pemikir Islam dari Masa ke
Masa,
Jakarta: Iqra Insani Press, 2005
M.
M. Syarif, Editor, Para Filosof Muslim,
Bandung:
Mizan, Cetakan XI, 1998
Wa
Allahu a'lam bisshawab,
Wassalam,
Amingsa
syah, Cirebon, Indonesia 2013
0 komentar:
Posting Komentar