IBNU SINA
Sang
Filosof dan Dokter Super
Mukjizat terbesar Nabi Muhammad SAW., adalah al-Quran
al-Karim banyak menguak dan menyimpan berbagai khazanah ilmu
pengetahuan sebagai jalan bagi ummat manusia untuk membuka tabir
misteri alam ini. Ilmu pengetahuan kedokteran merupakan salah satu
khazanah ilmu yang diambil dari kitab suci ummat Islam ini, banyak
ilmuan muslim yang mampu menelurkan karya-karya besar dalam dunia
kedeoktern.
Ibnu Sina merupakan seorang pionir muslim
yang telah menguncangkan dunia kedeoktern dengan mahakarya yang tiada
tertandingi, sampai-sampai serjana Barat mengatakan bahwa tidak ada
satu rujukan pun dalam ilmu kedokteran yang tidak mengambil rujukan
dari Ibnu Sina. Hal ini adalah kontribusi terbesar Ibnu
Sina dalam bidang kedokteran dapat dilihat dari karyanya yang
terkenal, al-Quran fi al-Tibb. Di Barat lebih terkenal
dengan The Canon.
Ibnu
Sina di Barat lebih masyhur dengan nama Avicenna.
Ia lahir pada tahun 980 di Afghanistan. Pelajaran pertama yang
diterimanya adalah pelajaran tentang al-Quran dan sastra, yang
diberikan dan ajarkan secara privat. Di samping itu juga, ia
mempelajari ilmu Agama seperti: tafsir, fikih dan tasawuf.
Dikarenakan kecerdasannya itu, yang luar biasa, Ibnu Sina
berhasil menguasai semua ilmu tersebut ketika umurnya masih sangat
belia, yakni 10 tahun. Setelah itu Ibnu Sina melanjutkan
pendidikannya dengan belajar ilmu hukum, logika, matematika, politik,
fisika, kedokteran, dan filsafat. Ibnu Sina dikenal
sebagai seorang otodidak yang amat tekun dan cerdas. Dikisahkan, Ibnu
Sina menguasai ilmu kedokteran dalam waktu setengah tahun tanpa ada
bimbingan seorang guru.
Pada usia 17
tahun, Ibnu Sina berhasil menangani penyakit khalifah
Nuh bin Mansur. Oleh sebab itu, Ibnu Sina memperoleh
izin untuk belajar di perpustakaan pribadi sang khalifah. Di
perpustakaan tersebut, ia berkesempatan mendalami ilmunya. Ia
mempelajari semua koleksi buku yang ada di tempat itu. Kemudian pada
usia 18 tahun, Ibnu Sina telah menguasi seluruh cabang
ilmu pengetahuan yang ada pada masanya.
Sepeninggal
Ayahnya, Ibnu Sina memutuskan untuk meninggalkan
Bukhara menuju Jurjan, dari Jurjan ia terus mengembara hingga tiba
Khwarazm, sebelum kemudian sampai ke Mamadzam. Selama dalam
perjalanan tersebut, pemikiran filsafat Ibnu Sina
semakin bertanbah matang. Pada suatu waktu, ia berhasil membangun
pemikiran fisafatnya sendiri sebagai susuatu sistem yang lengkap dan
terperinci.
Pada masa
itu, Ibnu Sina menghasilkan sebuah karya besar yang
berjudul Qanun Fi al-Thibb (Canon of Medicine). Buku
ini di anggap sebagai “buku suci” ilmu kedokteran dan dijadikan
buku pegangan para mahasiswa Eropa. Buku yang disebut sebagai
ensklopedia kedeoktern ini telah menguasai dunia pengobatan Eropa
selama kurang lebih 500 tahun. Qonun berarti Ibrani, latin, Perancis,
Spanyol, Itali, dan sebagainya. Sejak zaman Dinasti Han di Cina, buku
ini menjadi setandar kedokteran Cina. Teori anatomi dan fisiologi
yang tertulis di dalamnya telah mendasari sebagian besar analogi
manusaia terhadap Negara. Qanun Fi al-Thibb atau Canon of
Medicine juga pernah di terbitkan di Roma (1593) dan di India
(1323). Salah satu pernyataan dalam buku ini yang menjadi dasar bagi
sejumlah teori kedokteran adalah bahwa darah mengalir terus-menerus
dalam suatu lingkaran dan tidak akan pernah berhenti.
Ibnu
Sina juga menulis sebuah buku tentang penyakit saraf
(neurasthenia). Buku tersebut membahas sejumlah metode
pembedahan yang menegaskan perlunya luka dibersihkan (disinfection)
agar steril. Proses ini di sebut sterilisasi.
Selain
dikenal sebagai seorang filosof dan dokter, Ibnu Sina
adalah seorang mentri pula. Ia memegang jabatan tersebut pada masa
pemerintahan Syamsuddaulah di Hamadzan. Begitu juga, di sela-sela
semua kesibukannya, Ibnu Sina terus berkarya dan
menghadirkan karya. Pada masa tersebut, Ibnu Sina
menulis satu buah karya filsafat monumentalnya yang berjudul
asy-Syifa. Di dalam buku ini, Ibnu Sina mengulas
berbagai macam ilmu, seperti logika, fisika, matematika, dan
metafisika ketuhanan, secara mendalam. Kemudian buku ini di terbitkan
di Roma (1593) dan di Mesir (1331). Adapun bagian khusus metafisika
dan fisika pernah dicetak dengan cetakan batu di Therean. Sementara
itu, pasal keenam dari bagian fisika, yang oleh lembaga keilmuan
Cekoslovakia di Parha, sebelum kemudian diterjemahkan dalam bahasa
Prancis. Pada tahuan 1951, pemerintah Mesir dan Arab membentuk
panitia penyunting asy-Syifa di Cairo.
Keasalian
pemikran Ibnu Sina mengudang kekaguman para Ahli Barat
dan Timur. Buku terakhir karya Ibnu Sina yang paling baik menurut
filosof dunia adalah al-Isyarat wat-Tanbihat. Pada
tahun 1892, buku ini diterbitkan di Leiden. Terakhir, al-Isyarat
wat-Tanbihat diterbitkan di Kairo pada tahun 1947.
Di
tengah-tengah semua kesibukannya tersebut, Ibnu Sina tiba-tiba
jatuh sakit. Ia wafat pada tahun 1037 (428) di Hamadzan. Pada tahun
1955, Ibnu Sina dinobatkan sebagai Father of Doctors (bapak
kedokteran). Sebuah menumen pun dibangun untuknya. Peristiwa
tersebut dalam rangka memperingati 1.000 tahun kelahiran Ibnu
Sina (Fair Millenium) di Teheran.
Demikianlah
selayang pandang seorang ilmuan muslim yang sangat dikagumi oleh para
ilmuan besar dunia dengan karya-karya yang monumental. Banyak gelar
yang disandangnya tersebut, seperti “Hujjatul Haq” (Bintang
Kebenaran), “ Syaraful Mulk” (Kebanggaan Kerajaan),
“al-Syaikh al-Rais” (Mahaguru/Pemimpin) dan gelar
kebanggaan lainnya.
Sudah
selayaknya dunia kedeoktern banyak berterima kasih atas kontribusi
sang Mahaguru ilmu kedokteran yang berjiwa sufi ini. Kebesaran figur
Ibnu Sina kini diabadikan nama sebuah Auditorium besar pada fakultas
kedeokteran Universitas Paris dan Perancis. Dan menjadi renungan buat
kita, biasakah Ibnu Sina di abad modern ini, bangkit
kembali untuk mengabil mahkota kedokteran dunia yang kini tengah
disandang oleh ilmuan Barat? Sebuah pertanyaan yang harus dijawab
dengan meningkatkan potensi diri, mudah-mudahan kita dapat melakukan
sesuatu yang berarti bagi bangsa dan agama kita.
Wa
Allahu a'lam bisshawab,
Wassalam,
Amingsa
syah, Cirebon, Indonesia 2013